Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi (kiri) menyerahkan bendera organisasi sepak bola Indonesia kepada Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono seusai menyatakan pengunduran diri dalam pembukaan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). Sejak itu, Djoko resmi menjabat Ketua Umum PSSI. Namun, dua hari lalu, polisi menetapkan dirinya sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus pengaturan skor.JAKARTA, KOMPAS —Roda organisasi PSSI terancam lumpuh menyusul ditetapkannya Ketua Umum Joko Driyono sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus pengaturan skor oleh polisi. Pemilihan pengurus baru melalui kongres luar biasa menjadi salah satu jalan mengatasi situasi darurat itu sekaligus memulihkan citra PSSI.
Seperti diberitakan, Jumat (15/2/2019), Joko ditetapkan sebagai tersangka kasus itu oleh Satuan Tugas Antimafia Bola bentukan Polri. Ia adalah tersangka ke-15 yang dijerat satgas yang dibentuk Desember 2018 itu. Joko mengambil alih posisi Ketua Umum PSSI menggantikan Edy Rahmayadi yang mundur pada kongres PSSI di Bali, Januari 2019.
”Penetapan ini (Joko sebagai tersangka) membuat citra PSSI kian buruk dan terpuruk. Ia menambah daftar panjang pengurus PSSI yang diproses Satgas Antimafia Bola. PSSI kini dalam kondisi gawat darurat dan butuh pertolongan segera,” kata Koordinator Komunitas Sepak Bola Indonesia Emerson Yuntho, Sabtu (16/2).
Keprihatinan serupa, yaitu ancaman lumpuhnya roda organisasi PSSI, muncul dari internal lembaga itu. Menurut Ketua Asosiasi PSSI Provinsi Jawa Barat Tommy Apriantono, PSSI terancam berjalan tanpa pemimpin. Kredibilitas organisasi pun kian di titik nadir. Sejumlah agenda rutin sepak bola di 2019, seperti kompetisi Liga 1 dan Liga 2, pun terancam gagal berjalan.
”Dalam kondisi gawat darurat seperti ini, saya tidak yakin Liga 1 bisa berjalan sesuai jadwal Mei. Mana ada sponsor yang mau mendukung di tengah citra buruk akibat maraknya pengungkapan pengaturan skor, apalagi Pak Joko juga ikut terjerat. Tanpa sponsor, tidak akan ada liga. Padahal, selama ini, liga adalah pemasukan terbesar PSSI,” tutur Tommy.
Terkait dengan kondisi itu, baik Emerson maupun Tommy berpandangan perlu segera digelar kongres untuk membahas pergantian pengurus eksekutif PSSI. Dari total 15 anggota komite eksekutif di PSSI, kini tersisa 11 orang yang masih aktif. Satu per satu pejabat badan pengambil kebijakan di PSSI itu, seperti Joko, Johar Lin Eng, Papat Yunisal, dan Hidayat, tersandung kasus pengaturan skor. Wakil Ketua Umum PSSI Iwan Budianto juga sempat menjadi obyek penyelidikan satgas.
Menurut Tommy, situasi di PSSI saat ini nyaris serupa dengan yang terjadi di FIFA, 2016 silam. Organisasi induk sepak bola dunia itu sempat diguncang skandal suap serta pencucian uang yang melibatkan nyaris semua pejabat eksekutif, termasuk Presiden Sepp Blatter. FIFA lantas merombak total jajaran pengurus dan melahirkan perubahan yang diberi nama ”Reformasi FIFA”.
”Saat itu, FBI (Biro Investigasi Federal Amerika Serikat) dan Interpol (Organisasi Polisi untuk Tindak Kriminal Internasional) adalah pihak eksternal yang mendorong pengungkapan kasus itu. Di Indonesia, peran itu dilakukan Polri melalui satgas (Antimafia Bola). Di banyak negara lainnya, seperti di Belgia dan Italia, polisi memang berandil besar menciptakan perubahan itu. Untuk itu, saya memberikan apresiasi besar terhadap Polri,” ungkap Tommy yang berprofesi sebagai dosen di Institut Teknologi Bandung itu.
Rombak pengurus
Senada dengan Tommy, Ketua Asosiasi PSSI Provinsi DKI Jakarta Uden Kusuma berharap PSSI tidak lagi menunda-nunda kongres luar biasa (KLB) untuk merombak jajaran pengurus. Ia berharap KLB dapat melahirkan pengurus baru yang terdiri atas orang-orang baru, memiliki integritas, dan tidak pernah terlibat kasus-kasus pidana ataupun sepak bola.
Pengurus PSSI, ujar Uden, tidak lagi bisa memaksakan untuk terus bertahan hingga selesainya periode kepengurusan, yaitu 2020. ”Organisasi apa pun sulit berjalan tanpa atau jika ketua umumnya bermasalah. Satu hari cukup untuk KLB. Itu harus digelar secepatnya, tanpa harus menunggu pemilu,” ujar Uden.
Rapat darurat
Terkait dengan berbagai desakan itu, Gusti Randa, anggota Komite Eksekutif PSSI, berkata, pihaknya akan menggelar rapat darurat, Minggu (17/2) ini. Salah satu hal penting yang dibahas di rapat itu adalah langkah strategis PSSI pasca-ditetapkannya Joko sebagai tersangka.
”Soal usulan KLB juga akan dibahas. Sesuai statuta, KLB bisa digelar jika ada usulan dari dua pertiga anggota atau usulan dari exco (komite eksekutif). Apabila harus digelar, KLB hanya mungkin digelar setelah pilpres karena butuh waktu dua bulan persiapannya,” ujar Gusti.
Gusti berharap, masalah yang menimpa pimpinan PSSI itu tidak boleh mengganggu program PSSI, seperti Liga 1, Piala Presiden, Piala Indonesia, dan agenda tim nasional.
Sementara itu, Satgas Antimafia Bola menjadwalkan pemeriksaan Joko pada Senin (18/2). Meskipun telah menjadi tersangka, Joko tidak ditahan polisi. ”Senin (Joko Driyono) akan dipanggil dalam kasus perusakan barang bukti dan masuk ke garis polisi tanpa izin,” ujar Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Argo Yuwono, kemarin.
Selain Joko, ada tiga orang yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka perusakan barang bukti, yaitu berinisial M, AG, dan AD. Ketiganya menerobos ke dalam kantor lama PT Liga Indonesia yang telah dipasangi garis polisi. (JON/WAD)