BANYUWANGI, KOMPAS —PTPN XII mengembangkan industri hilir cokelat menggunakan kakao edel. Kakao edel dikenal sebagai bahan cokelat terbaik di dunia.
Edel dinilai istimewa karena ia memiliki kualitas rasa yang lebih unggul. Kakao lain seperti bulk cenderung pekat dan sepat, adapun edel berasa lebih lembut. Edel digemari oleh produsen cokelat Eropa. Kakao itu digunakan untuk membuat berbagai olahan cokelat kelas dunia. Kakao lain memiliki biji berwarna ungu, biji kakao edel justru berwarna putih. Saat dikeringkan, bijinya sangat renyah. “Ibarat tanah, biji kakao lain mengandung lempung, sementara kakao edel tanpa lempung,” tutur Kepala Bagian Tanaman PTPN XII Yulianto, Minggu (17/2/2019).
Ibarat tanah, biji kakao lain mengandung lempung, sementara kakao edel tanpa lempung
Indonesia menjadi satu-satunya produsen edel. Kakao ini hanya tumbuh di perkebunan PTPN XII di Glenmore, Banyuwangi. Perkebunan itu dulu merupakan perkebunan Belanda. Belanda memilih menanam di Glenmore karena tanah di kawasan itu cocok untuk mengembangkan edel. PTPN XII saat ini memiliki 5.000 hektar kebun kakao. Sebanyak 1.200 hektar di antaranya merupakan lahan untuk edel. Sisanya jenis bulk.
Tahun lalu produksi kakao edel mencapai 450 ton. Dari jumlah itu sekitar 85 persen merupakan mutu kelas I yang diekspor untuk pasar Eropa. Harga ekspor per kilogram biji kering edel mencapai 7 dollar AS hingga 8 dollar AS. Lebih tinggi dari biji kering bulk yang hanya berkisar 2,5 dollar AS hingga 3 dollar AS per kilogram.
Sasar lokal
PT Perkebunan Nusantara XII memprediksi, dalam 5 tahun ke depan jumlah produksi edel akan naik. Kenaikan produksi juga akan terjadi pada cokelat bulk. Naiknya produksi dipicu oleh usia kakao yang memasuki masa puncak produksi.
Dengan umur tanaman yang berkisah 8 hingga 9 tahun produksi cokelat edel sekitar 400 kg per hektar, sementara kakao bulk sekitar 650 kg per hektar. Sekitar 5 tahun lagi, produksi bisa melonjak hingga 800 kg per hektar untuk kakao edel dan 1.600 kg per hektar untuk kakao bulk.
Dengan melimpahnya produksi cokelat, PTPN XII memperluas pasar mereka ke dalam negeri. Ekspansi pasar di dalam negeri kini sudah dirintis PTPN XII. ”Saat ini, cokelat terbaik produksi PTPN XII memang masih untuk pasar ekspor. Namun, agar masyarakat lokal juga dapat menikmatinya, PTPN XII untuk pertama kalinya membuka pabrik pengolahan produk konsumsi di Banyuwangi,” tuturnya.
Pabrik pengolahan produk konsumsi tersebut terdapat di Doesoen Kakao yang terletak di tengah perkebunan Kendeng Lembu, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Kabupaten itu milik PTPN XII. Tak hanya menjadi pabrik produksi, Doesoen Kakao juga diharapkan dapat menjadi wahana wisata edukasi berbasis agro.
Manajer Kebun PTPN XII Kendeng Lembu Achmad Hendi Junaedi mengatakan, dalam sehari pihaknya bisa menghasilkan 50 kilogram produk olahan cokelat. Produk yang dihasilkan tersebut berupa praline untuk dibentuk menjadi permen cokelat atau cokelat batangan serta bubuk untuk menjadi minuman cokelat.
Saat ini, cokelat terbaik produksi PTPN XII memang masih dikuasai pasar ekspor. Namun, agar masyarakat lokal juga dapat menikmatinya, PTPN XII untuk pertama kalinya membuka pabrik pengolahan produk konsumsi di Banyuwangi.
”Saat ini produksi kami baru 50 kilogram per hari, namun kapasitas maksimal kami bisa sampai 100 kilogram per hari. Kami berharap dengan adanya pabrik pengolahan produk cokelat untuk konsumsi, cokelat terbaik dunia bisa dikonsumsi juga oleh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pabrik pengolahan produk cokelat ini merupakan pabrik pertama yang dimiliki PTPN XII. Di beberapa perkebunan cokelat milik PTPN XII, pabrik yang ada hanya untuk mengeringkan biji cokelat, tidak sampai pada produk olahan untuk konsumsi.
Menteri BUMN Rini Soemarno yang hadir dalam peresmian pabrik pengolahan cokelat milik PTPN XII Sabtu (16/2) merasa senang karena PTPN XII mampu melakukan hilirisasi yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.
”Sudah saatnya perkebunan memaksimalkan potensinya dengan hilirisasi, tidak hanya menjual mentah. Ini akan memberikan manfaat yang lebih banyak, tidak hanya bagi BUMN, tetapi juga bagi masyarakat,” kata Rini.
Ia juga berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang terus mendorong kolaborasi dengan BUMN untuk mengembangkan aset-aset yang ada di daerah. Salah satu wujudnya adalah pabrik pengolahan cokelat tersebut.
Keberadaan pabrik cokelat tersebut, kata Rini, juga untuk mengembangkan wilayah perkebunan Kendeng Lembu sebagai destinasi wisata agroedukatif. Selain menikmati cokelat dari biji kakao terbaik, wisatawan juga bisa ke pabrik untuk belajar mengolah kakao menjadi cokelat yang bisa dikonsumsi.
Baca juga Mari Mencicip Cokelat Terbaik Dunia di Banyuwangi