Berjuang Mandiri di Negeri Sendiri
Pernah mengadu nasib di Malaysia dan diterpa kisah pilu, para pekerja migran purna asal Kalimantan Barat tak mau lagi mengulangi kisah itu. Kini, mereka berusaha mandiri, membangun usaha, dan membuka lapangan kerja.
Para ibu sibuk di dapur salah satu rumah di Desa Rasau Jaya 3, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (22/1/2019) sore. Mereka ada yang mengaduk adonan dodol jagung, ada pula yang menggoreng keripik pisang.
Produk makanan olahan itu dijual eceran di perkantoran dan taman desa. Ada pula yang dititipkan ke toko oleh-oleh seharga Rp 7.000 per ons.
”Sejak 2018 kami menjalankan usaha olahan jagung, yakni dodol jagung dan brownies jagung. Kami jual keliling dan melalui media sosial. Keuntungan bersih per bulan Rp 5 juta-Rp 9 juta.
Jika ada pesanan khusus atau hari-hari keagamaan, keuntungan mencapai Rp 20 juta,” ujar Sri Rahayu (41), anggota Kelompok Pekerja Migran Indonesia (PMI) Purna Sumber Rezeki.
Bahan baku jagung diperoleh dari petani di sekitar desa itu. Setiap bulan mereka memerlukan bahan baku jagung lima karung ukuran 50 kilogram (kg) atau setara dengan 1.000 jagung. Setiap hari, 5-10 kg jagung diolah menjadi dodol dan brownies.
Kelompok PMI Purna Sumber Rezeki beranggota tujuh orang. Mereka para ibu rumah tangga yang dulu pernah bekerja di Malaysia dan telah kembali ke Tanah Air atau PMI purna. Sri Rahayu, misalnya, pernah menjadi PMI di Malaysia pada 2001-2003, di perusahaan pengolahan kayu.
”Saya waktu itu meninggalkan anak saya yang masih berusia dua tahun dan ibu untuk bekerja ke Malaysia. Dulu pekerjaan saya tidak menentu menjadi penjual kue sehingga saya ke Malaysia dengan harapan mendapatkan penghasilan layak,” kata Sri.
Kala itu, ia diberangkatkan agen tenaga kerja bersama 23 orang lainnya ke Malaysia menggunakan bus. Setiba di Malaysia, ia bekerja di perusahaan pengolahan kayu dengan gaji RM 400 atau sekitar Rp 1 juta per bulan. Tiga tahun kemudian, perusahaan itu bangkrut dan gajinya tidak dibayar.
Sri bersama PMI lainnya dipulangkan dan hanya menerima uang pesangon RM 200 atau sekitar Rp 600.000. Ia tak sempat menabung sehingga saat kembali ke Indonesia, ia bekerja serabutan lagi dengan penghasilan tak menentu.
Rindu keluarga
Anggota kelompok lainnya, Ngatmiyati (43), juga pernah bekerja di Malaysia pada 2007- 2017 di perusahaan pengolahan kayu. Gajinya RM 1.800 per bulan atau sekitar Rp 6 juta.
Ia berpisah dengan tiga anaknya dan orangtua demi penghasilan lebih baik. Pendapatannya sebagai buruh tani yang tak menentu membuatnya kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya. Namun, kerinduan kepada keluarga membuatnya kembali ke Tanah Air pada 2017.
Sepulang ke Tanah Air, mereka harus berjuang lagi menata kehidupan. Agar tidak kembali lagi menjadi PMI di Malaysia, mereka berupaya mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Pontianak.
Mereka mengikuti pelatihan kewirausahaan sektor usaha kuliner pada 2018. Peserta diberi peralatan dan bahan baku serta dilatih menghasilkan produk yang bisa dijual dan dijadikan modal awal untuk usaha Kelompok PMI Purna Sumber Rezeki.
Kini, usaha olahan jagung milik kelompok itu menghasilkan keuntungan bersih hingga puluhan juta rupiah per bulan. Tak hanya itu, kelompok tersebut juga mulai bisa membuka lapangan kerja. Ada tiga warga yang bekerja sebagai penjual olahan jagung mereka.
Gandeng mitra
Pelatihan kewirausahaan menjadi salah satu kunci keberhasilan PMI purna itu merintis usaha di Tanah Air. Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI Pontianak Andi Kusuma Irfandi mengatakan, ilmu yang diperoleh dari pelatihan itu aplikatif karena menggandeng mitra industri lokal.
Peserta difasilitasi alat serta bahan baku sesuai dengan bakat dan minat. Ada bidang kuliner, pariwisata, jasa, dan ketahanan pangan.
PMI purna juga dilatih teknik pemasaran menggunakan teknologi, misalnya media sosial. Mitra industri lokal turut membantu promosi produk PMI purna. Yang tak kalah penting, mereka juga difasilitasi kredit perbankan untuk modal usaha.
Saat ini ada 22 kelompok usaha PMI purna hasil dari pelatihan periode 2015-2018 yang tersebar di kantong-kantong PMI, seperti Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan Sambas. Satu kelompok beranggotakan 25 orang.
Dari 22 kelompok itu, ada delapan kelompok yang sudah stabil pendapatannya, termasuk Kelompok PMI Purna Sumber Rezeki. Ada juga kelompok usaha peternakan ayam di Desa Mekar Sari, masih di Kubu Raya. Penghasilan bersih mereka per bulan berkisar Rp 23 juta-Rp 25 juta. Kelompok itu menjual hasil ternak ayam ke agen-agen.
Memang, masih ada PMI purna yang telah dilatih dan tengah berjuang memulai usaha. Azizah (41), salah seorang warga Kubu Raya yang sempat bekerja di Malaysia puluhan tahun, kini berusaha mandiri dengan usaha tanaman hidroponik dan ternak lele.
Meski keuntungannya belum memadai, sekitar Rp 2 juta per bulan, ia memiliki semangat hidup mandiri dan bertekad tak ingin bekerja lagi ke Malaysia. Ia bahkan berupaya mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan fasilitas pinjaman di bank.
Pelatihan kewirausahaan menjadi alternatif solusi untuk menciptakan lapangan kerja di Tanah Air, di tengah pengiriman PMI ke Malaysia yang juga cenderung meningkat. Tercatat, jumlah PMI dari sejumlah daerah yang transit di Kalbar pada 2018 mencapai 2.478 orang, meningkat dari tahun sebelumnya 1.207 orang.
Sementara warga Kalbar yang bertolak ke Malaysia untuk menjadi PMI pada 2018 mencapai 1.496 orang, meningkat dari tahun sebelumnya 1.003 orang.
Data itu tak lain PMI yang berangkat sesuai prosedur. Ada 52 jalur ilegal di perbatasan yang terhubung dengan 32 kampung di Malaysia. Per tahun juga tercatat rata-rata 2.000 PMI ilegal dideportasi.