JAKARTA, KOMPAS— Sejumlah masyarakat menilai argumentasi kedua calon presiden masih normatif dalam debat calon presiden kedua, 17 Februari 2019 lalu. Para calon presiden disebut belum menyampaikan solusi terhadap suatu permasalahan dan gagasan keduanya kurang tajam. Meski demikian, mereka mengapresiasi penampilan para capres lebih baik dibandingkan debat perdana.
Debat calon presiden kedua mengangkat tema terkait energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastrutur. Peserta debat hanya menghadirkan kedua calon presiden, tanpa calon wakil presiden.
Penyanyi dan penyiar radio Nina Tamam (43), Senin (18/2/2019) di Jakarta menilai, kedua capres masih normatif dalam penyampaian visi-misi, sehingga belum sepenuhnya memberikan pandangan tentang keunggulan program yang dimiliki. Ia menyebutkan, banyak permasalahan yang seharusnya bisa diangkat, tapi keduanya belum optimal menjawab masalah itu dengan solusi nyata.
“Kedua capres kerap kali kurang fokus dan keluar konteks pembahasan. Setiap tema juga belum dikupas secara mendalam,” kata Nina.
Hal senada disampaikan M. \'Abduh Wily Eko P (23), mahasiswa Manajemen Hutan Universitas Gadjah Mada. Ia berpendapat, kedua capres kurang dalam menganalisis suatu permasalahan yang diberikan. “Visi-misi yang mereka tuliskan begitu rinci dan jelas, tetapi saat debat jadinya kok tidak mantap,” ucapnya.
Pada segmen tanya-jawab tanpa batasan waktu, kata Willy, tidak dimanfaatkan dengan baik oleh kedua capres untuk saling mengkiritisi. Padahal segmen tersebut berpotensi untuk menunjukkan kekuatan capres dalam adu argumentasi.
Ia menyebutkan, ada capres yang cukup bagus dalam memanfaatkan data dan menghasilkan argumentasi yang kokoh. Namun ada capres lain yang belum dapat mengimbangi dengan data yang valid.
“Saya yakin debat semalam akan lebih seru, jika kedua capres membawa data,” katanya.
Sementara itu, sutradara Garin Nugroho (57), menilai, dalam debat itu belum muncul konsep sederhana yang mampu dibaca masyarakat hingga pemahaman dasar kebijakan yang mempengaruhi seluruh aspek hidup.
“Yang muncul masih terkait klaim soal pribadi dan hal-hal umum saja. Padahal, capres seharusnya memberikan pokok pikiran yang menjadi landasan dan skala prioritas, tetapi ini belum muncul. Perdebatan lebih pada saling serang untuk melemahkan lawan,” katanya.
Perlu diperbaiki
Ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki dalam debat selanjutnya antara lain, fungsi moderator, penggunaan waktu, dan peran pendukung.
Mahasiswa magister Ilmu dan Teknologi Pangan UGM Lulum Leliana (24), mengatakan, keberadaan pendukung di lokasi debat sangat mengganggu para penonton yang menyaksikan di televisi. Suara sorakan dan riuh para pendukung itu juga dapat memecah konsentrasi para capres.
Adapun kedua capres saat menyampaikan gagasan, disebut Lulum, kerap kali melebihi batas waktu. “Moderator kurang tegas saat menghentikan capres berbicara. Pada debat selanjutnya, mikrofon seharusnya bisa dikendalikan. Jadi saat waktu habis, mikrofon otomatis mati,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi Bali, Ryan Hendrich Dharma Wijaya (25), menilai, pertanyaan yang diajukan kepada kedua capres kurang tajam, sehingga jawaban yang diberikan cenderung normatif. Selain itu, ia menyarankan agar durasi waktu ditinjau kembali.
“Mekanisme ketepatan waktu dalam debat perlu ditegaskan kembali. Seandainya memang kurang, sebaiknya durasi waktu ditambah sedikit lebih lama,” ujar Ryan.
Debat Publik Pilpres pertama kali diselenggarakan oleh KPU pada Pemilu Presiden 2004. Kala itu debat diadakan dua kali untuk mengakomodasi lima pasangan calon yang berkompetisi. Debat pertama (30/6/2004) diikuti oleh pasangan Megawati-Hasyim Muzadi berhadapan dengan Amien Rais-Siswono Yudo. Debat kedua (1/7/2004) menampilkan Wiranto-Salahuddin Wahid, SBY-JK, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
KPU mengubah format debat publik pada Pemilu 2009. Capres dan cawapres berdebat pada waktu yang berbeda. Debat digelar sebanyak lima kali, tiga kali untuk capres dan dua kali untuk cawapres. Debat pada 19 Juni, 25 Juni, dan 2 Juli diperuntukkan bagi capres dan debat tanggal 23 Juni serta 30 Juni untuk cawapres. Pasangan yang bertarung pada Pilpres 2009 adalah Megawati-Prabowo, SBY-Boediono, dan JK-Wiranto.
Susunan debat kembali berubah saat Pilpres 2014. Format Debat Publik Pilpres merupakan kombinasi dari format tahun 2004 dan 2009. KPU menyelenggarakan lima kali debat publik. Dua kali mempertemukan capres dan cawapres yakni pada 9 Juni dan 5 Juli. Dua kali juga mempertemukan hanya capres saja (15 dan 23 Juni), dan satu kali mempertemukan cawapres saja pada 29 Juni.
Format debat publik tahun 2014 kembali digunakan di Pilpres 2019. Pada kesempatan pertama (17/1/2019) mempertemukan paslon capres-cawapres. Kesempatan kedua (17/2/2019) mempertemukan capres, dan cawapres dipertemukan pada kesempatan ketiga (17/3/2019). Sesama capres dihadapkan kembali pada kesempatan keempat (30/3/2019) dan ditutup dengan mempertemukan capres-cawapres pada debat kelima di bulan April.