Debat seperti Parade Monolog, Moderator Bisa Lebih Berperan
Peran moderator debat di Pemilu Presiden 2019 hendaknya tidak sebatas mengatur pembagian waktu berbicara dari calon presiden-wakil presiden. Lebih dari itu, moderator seharusnya mampu memandu para kandidat agar lebih dalam menyampaikan gagasannya.
Oleh
A Ponco Anggoro/ANDREAS YOGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran moderator debat di Pemilu Presiden 2019 hendaknya tidak sebatas mengatur pembagian waktu berbicara dari calon presiden-wakil presiden. Lebih dari itu, moderator seharusnya mampu memandu para kandidat agar lebih dalam menyampaikan gagasan. Dengan demikian, gagasan masing-masing lebih jelas tersampaikan kepada publik.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), sekaligus dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, di Jakarta, Senin (18/2/2019), melihat debat eksploratif pada segmen keempat dan debat inspiratif pada segmen kelima di debat Pemilu Presiden 2019, Minggu (17/2/2019) malam, telah berjalan dengan baik.
Dua segmen itu merupakan segmen baru yang baru muncul saat debat kedua Pemilu Presiden 2019, Minggu malam.
Hanya saja, dia menilai peran moderator, yaitu Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki, masih bisa dioptimalkan. Moderator, yang dalam debat semalam hanya berperan mengatur waktu berbicara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, seharusnya dapat pula memandu mereka untuk lebih dalam menyampaikan gagasan.
Ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan kepada para calon.
”Tidak terjadi pendalaman dan perang gagasan yang dalam. Serasa parade monolog dan moderator hanya mengatur pembagian waktu kedua calon untuk berbicara. Moderator belum mencoba pertanyaan lanjutan guna mendalami gagasan dari calon presiden. Mungkin moderator takut dianggap berpihak dan tidak adil,” ucap Djayadi.
Meski peran moderator belum optimal, dia mengapresiasi perubahan yang diambil KPU untuk debat kedua dengan tak lagi memberikan kisi-kisi pertanyaan kepada para calon. Ini, menurut dia, lebih bisa membuka orisinalitas dari para kandidat.
Lebih baik
Terkait dengan konten dan perdebatan yang terjadi antarcalon presiden, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai jauh lebih baik ketimbang debat pertama, 17 Januari 2019. Kedua calon presiden mampu mengeksplorasi pemikiran terkait dengan tema yang dibicarakan.
”Saling membuka ’bobroknya’ visi dan misi. Hal itu baik untuk pendidikan politik kepada masyarakat. Visi dan misi harus jelas dan sesuai dengan rekam jejak calon presiden,” katanya.
”Dari tawaran gagasan, kita (masyarakat) juga bisa belajar cara calon presiden menghadapi isu kontemporer. Maksudnya, kita tidak lagi hanya berbicara, tetapi memanfaatkan potensi dan perkembangan dunia untuk mewujudkan sesuatu,” katanya.
Antusiasme publik
Seperti diketahui, debat capres-cawapres di pilpres telah menjadi ajang para kandidat untuk meyakinkan publik. Mereka berlomba menawarkan visi-misi sebagai solusi terbaik bagi kemajuan bangsa. Namun, sebenarnya seberapa antusias publik menyambut debat?
Secara umum, publik menyambut antusias dua debat. Namun, jika dilihat lebih dalam, antusias publik mengikuti debat kedua lebih besar.
Hal ini terungkap dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan 15-16 Januari 2019, atau menjelang debat 17 Januari 2019, terhadap 524 responden di 16 kota besar di Indonesia. Hasil jajak pendapat menunjukkan 68,9 persen responden berencana menonton acara debat perdana capres-cawapres melalui televisi.
Jika dibandingkan dengan hasil jajak pendapat Kompas pada acara serupa pada masa kampanye Pemilu 2014, persentase responden yang berminat menonton debat di Pemilu 2019 lebih besar. Pada debat perdana Pemilu 2014 ”hanya” 56 persen responden menyatakan tertarik mengikuti debat melalui televisi.
Antusiasme publik menjelang debat kedua Minggu malam pun terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas menjelang debat yang dilakukan 13-14 Februari 2019 terhadap 620 responden di 17 kota besar di Indonesia.
Setidaknya tiga dari empat responden mengaku akan mengikuti acara debat kedua dengan tema energi, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan infrastruktur. Tidak itu saja, antusiasme ini juga diwujudkan oleh sebagian besar dari mereka (65 persen) yang akan mengikuti acara debat dengan menonton langsung dari siaran televisi. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)