JAKARTA, KOMPAS — Calon pemimpin polisi masa depan, Senin (18/2/2019), berikrar dan menandatangani komitmen integritas. Upaya tersebut diharapkan mendorong taruna Akademi Kepolisian menjadi perwira mandiri dan berintegritas tinggi, bukan menjadi pelanggar atau orang yang sadis.
Ikrar tersebut dilakukan dalam upacara hari Kesadaran Nasional di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019). Dalam upacara itu, Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Kalemdiklat) Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan, para taruna harus mempersiapkan diri menjadi perwira kesatria yang mandiri dan berintegritas sejak masa pendidikan.
”Integritas harus tertanam dan menjadi kebutuhan sebagai bekal kelak menjadi perwira dan pemimpin Polri pada masa depan,” kata Arief dalam keterangannya yang diterima Kompas di Jakarta, Senin sore.
Turut hadir dalam upacara itu di antaranya Gubernur Akpol Inspektur Jenderal Rycko Amelza Dahniel, semua perangkat pendidikan Akpol, serta semua taruna Akpol.
Dalam upacara itu, Arief juga menerima ikrar komitmen integritas taruna yang dibacakan Komandan Resimen Korps Taruna Brigadir Taruna Tommy Bagus Kurniawan, yang didampingi perwakilan taruna tiap angkatan.
Integritas harus tertanam dan menjadi kebutuhan sebagai bekal kelak menjadi perwira dan pemimpin Polri pada masa depan.
Hal itu dilakukan setelah pada Senin (11/2/2019) lalu Dewan Akademik Kepolisian Negara RI (Polri) memberhentikan dengan tidak hormat 13 taruna Akpol. Mereka terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian taruna Akpol, Muhammad Adam, pada 2017.
Sebelumnya, 13 taruna tingkat tiga yang dipecat itu adalah MB, GJN, GCM, RLW, JEDP, RAP, IZPR, PDS, AKU, CAEW, RK, EA, dan HA. Pada 2017, mereka juga divonis pidana penjara selama enam bulan atas kasus itu.
Ikrar diharapkan mampu menjaga momentum perubahan taruna Akpol. Ikrar berisi tujuh poin yang fokus pada penanaman kesadaran pribadi para taruna untuk selalu berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai norma.
Selain itu, ikrar juga fokus pada nilai etika taruna serta menerapkan sifat terbuka, tertib, bersih, serta bertanggung jawab.
Menaati peraturan
Arief menekankan, pemimpin Polri masa depan harus siap menghadapi tantangan dan mampu mengatasinya dengan baik dan tuntas. Hal itu dapat dimulai dengan menaati peraturan yang sudah dibuat agar tidak terjadi lagi kejadian para taruna diberhentikan karena alasan tidak profesional, seperti sakit, pemukulan, dan asusila.
”Taruna harus mempersiapkan diri menjadi seorang perwira, bukan pelanggar, pemukul, dan orang yang sadis,” ucapnya.
Para pendidik sadar tidak bisa mengawasi para taruna setiap saat. Maka dari itu, mereka harus berkomitmen secara pribadi untuk berintegritas saat diawasi ataupun tidak diawasi.
Jika taruna terbukti melanggar, dirinya dan para pendidik tidak akan segan-segan mengeluarkan para taruna.
Selama masa pendidikan, para taruna harus bisa mulai menjaga diri dan mempersiapkan diri untuk menghilangkan tradisi perilaku yang tidak baik.
”Jangan ada lagi tradisi kekerasan dalam hubungan senior dengan yunior. Bangunlah hubungan senior dengan yunior yang harmonis, saling asah, saling asih, dan saling asuh. Inilah modal untuk membangun soliditas Polri ke depan,” pesannya.
Tradisi baru
Tradisi buruk kekerasan dalam hubungan senior dengan yunior disebut sebagai perusak kehidupan taruna. Arief mendorong agar para taruna membangun tradisi baru yang humanis, profesional, dan kekinian.
Para taruna berasal dari berbagai latar belakang keluarga, mulai dari anak petani, sopir, pegawai negeri, pejabat sipil, serta TNI-Polri.
Jangan ada lagi tradisi kekerasan dalam hubungan senior dengan yunior. Bangunlah hubungan senior dengan yunior yang harmonis, saling asah, saling asih, dan saling asuh.
”Menjadi tugas kami di Akpol untuk membentuk kalian dengan karakter perwira kesatria. Saya tidak peduli latar belakang orangtua kalian, yang saya pedulikan adalah mendidik dan membentuk kalian menjadi perwira dan pemimpin yang hebat dan mumpuni,” ujarnya.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, pada Selasa (12/2/2019) mengharapkan putusan pidana dan keputusan Dewan Akademik Akpol bisa memberi efek jera. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi kekerasan di lingkungan pendidikan Polri, terutama Akpol (Kompas, 13/2/2019).