KPK dan Australia Bahas Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta
Oleh
M Fajar Marta
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi didatangi Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan, Senin (18/2/2019). Keduanya membahas kerja sama pencegahan korupsi antara Indonesia dengan Australia, khususnya di sektor swasta.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif dan Gary Quinlan menyampaikan maksud pertemuan mereka di Kantor KPK, Jakarta. "Kita butuh mencegah korupsi di swasta agar investor dari Australia bisa bekerja dengan kondisi yang baik di sini," tutur Laode.
Ia mengatakan, kerja sama ini dibutuhkan karena pemerintah Indonesia dan Australia sebentar lagi akan menandatangani perjanjian ekonomi yang cukup besar, yaitu perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA). Perjanjian tersebut rencananya ditandatangani Maret 2019.
Quinlan mengatakan, kerja sama dengan KPK ini diharapkan membuat Indonesia mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Menurtu dia, Australia dan Indonesia telah lama bekerja sama dalam memberantas korupsi.
"Kami memiliki sejarah panjang kerja sama dengan KPK. Sekarang kami melanjutkan kerja sama ini dengan banyak memberi bantuan, seperti membantu pelatihan, peningkatan kapasitas profesional untuk mencegah korupsi, dan berbagi pengalaman," kata Quinlan.
Kerja sama dibutuhkan karena pemerintah Indonesia dan Australia akan menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA)
Penelusuran aset
Sejauh ini, KPK dan komisi terkait di pemerintahan Australia telah melakukan kerja sama dalam hal penelusuran aset dan pencarian koruptor.
"Australia, pada saat yang sama telah banyak membantu program-program pencegahan korupsi di Indonesia, misalnya dengan memberikan beberapa training (pelatihan) terkait korupsi di sumber daya alam dan investigasi keuangan," imbuh Laode.
Menurutnya, Indonesia perlu banyak belajar dari Australia yang memiliki rata-rata indeks persepsi korupsi (IPK) di atas 80. Salah satu bentuk kesuksesan pencegahan korupsi yang bisa dipelajari dari Australia adalah adanya pelayanan publik bebas suap.
"Korupsi di sektor swasta kebanyakan selalu terkait sogok menyogok untuk dapatkan kemudahan berusaha. (IPK) Australia tinggi karena kualitas layanan publik sudah bagus, (praktik) uang suap dan pelicin sudah sangat jarang terjadi," pungkas Laode.
IPK dilihat berdasarkan berbagai indikator, seperti layanan publik, kepastian hukum, kemudahan berbisnis, relasi antara politik dengan bisnis, dan lainnya. Indeks dengan skor mendekati 0 mengindikasikan tingginya korupsi suatu negera, sedangkan skor mendekati angka 100 menunjukkan suatu negara semakin bersih dari korupsi.
Pada 2018, Transparency International mengumumkan, IPK Australia berada di skor 77, dengan rata-rata skor dari tahun 1995 hingga 2018 mencapai 84,78 poin.
Sementara Itu, Indonesia memiliki indeks di angka 38, atau tertinggi sejak tahun 2009. Indonesia menempati peringkat 89 dari 180 negara di dunia. Secara umum, posisi Indonesia setara dengan negara Sri Lanka, Bosnia dan Herzegovina, dan Swaziland.