Mengkhawatirkan, Babirusa dan Anoa Masih Banyak Diburu di Gorontalo
Oleh
Videlis Jemali
·4 menit baca
GORONTALO, KOMPAS — Babirusa dan anoa, dua satwa endemik Sulawesi prioritas di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, Provinsi Gorontalo, masih diburu warga untuk dijual dan dikonsumsi. Kondisi itu mengkhawatirkan mengingat satwa liar merupakan indikator keutuhan ekosistem.
Informasi masih maraknya perburuan tersebut didapat Kompas pada akhir pekan lalu di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, Desa Sebar Tani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalema, Gorontalo. James Kumolontang dari Yayasan Adudu Nantu Internasional (Yani), lembaga sosial yang khusus bekerja menjaga suaka margasatwa, mengatakan, pada akhir tahun lalu ditemukan 60 jerat di sisi barat hutan konservasi. ”Jerat-jerat itu baru dipasang, beruntung kami langsung menemukannya,” kata James.
James mengungkapkan, jerat-jerat dari tali nilon berukuran kecil itu dipasang untuk menjerat babirusa (Babyrousa babyrussa) dan anoa (Bubalus sp). Penjerat menjual daging satwa liar ke Sulawesi Utara untuk dikonsumsi. Ada kecenderungan, menjelang akhir tahun, penjeratan semakin marak dilakukan.
Dalam daftar IUCN, lembaga internasional untuk konservasi, babirusa dan anoa berstatus rentan. Di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, hidup dua jenis anoa, yakni anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi).
Penjerat menjual daging satwa liar ke Sulawesi Utara untuk dikonsumsi. Ada kecenderungan, menjelang akhir tahun, penjeratan semakin marak dilakukan.
James menuturkan, jerat-jerat biasanya dipasang paling jauh 2 kilometer dari Kubangan Adudu, kubangan yang mengandung mineral tempat babirusa dan anoa menjilati air atau berendam. Kedua jenis binatang itu membutuhkan mineral untuk menetralkan racun setelah makan buah-buahan di hutan. Jerat dipasang di jalur-jalur satwa tersebut.
Babirusa dan anoa bisa dilihat di Kubangan Adudu, sekitar 1 kilometer dari pos jaga atau kamp di sisi timur. Setiap hari, terutama babirusa yang pada jenis jantan terdapat taring di moncongnya, pasti singgah di kubangan berukuran sekitar 20 x 50 meter itu, seperti yang disaksikan pada Jumat-Sabtu (15-17/2/2019). Kubangan tersebut tidak memiliki lumpur tebal atau air dalam. Hal ini terlihat dari kaki atau tubuh babirusa yang tidak sepenuhnya terendam saat berada di kubangan itu.
Air mengalir dari sisi timur ke barat kubangan. Kubangan dikelilingi rotan dan jenis tumbuhan dari marga palem. Babirusa dalam kelompok yang cukup banyak biasanya mendatangi kubangan itu pada siang hingga sore hari.
Selain di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, babirusa dan anoa juga hidup di hutan lain, seperti Taman Nasional Bogani Wartabone (Gorontalo) dan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Namun, di kedua tempat itu satwa liar tersebut cukup sulit untuk dilihat secara langsung.
Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto seluas 51.000 hektar. Saat memasuki kawasan, kelestarian ekosistem dapat disaksikan dari pohon-pohon tinggi menjulang di sekitar pos jaga, antara lain pangi (Pangium edule), nantu (Palaquium sp), dan rao (Dracontomelon dao). Juga terdapat rotan (Calamus sp) yang tumbuh memanjang dan meliuk di tanah serta pepohonan tinggi. Kicauan berbagai jenis burung menjadi suasana yang biasa di dalam hutan.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara Wilayah Konservasi II Gorontalo, populasi babirusa saat ini 134 ekor dengan wilayah jelajah 236 hektar. Kepala Resor Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto Julham Tangaho menyampaikan, berdasarkan observasi, populasi terjaga karena banyaknya perjumpaan anak babirusa yang tumbuh sehat.
Sementara populasi anoa pada 2018 tercatat sebanyak 64 ekor pada areal seluas 190 hektar. Jumlah itu menurun dari populasi tahun sebelumnya, 70 ekor. ”Perburuan memang masih menjadi ancaman keberadaan satwa liar, termasuk satwa prioritas babirusa dan anoa,” ucap Julham.
Untuk menekan perburuan, selama ini patroli rutin dilakukan oleh pihak Resor Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, anggota Brimob Polda Gorontalo, dan mitra-mitra yang menjaga keutuhan kawasan konservasi.
Selain itu, kata Julham, pihaknya kini juga menggalakkan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan suaka margasatwa. Tujuh kelompok dibentuk untuk menjadi mitra petugas guna menjaga serta melaporkan berbagai tindakan ilegal di kawasan.
Tujuh kelompok masyarakat dibentuk untuk menjadi mitra petugas guna menjaga serta melaporkan berbagai tindakan ilegal di kawasan.
Julham menyatakan perlu digalang kekuatan dari semua pihak untuk menekan perburuan satwa liar. Membangun kesadaran warga menjadi program jangka panjang. Pasalnya, satwa liar merupakan indikator utama keseimbangan ekosistem.
Satwa liar dengan daya jelajahnya yang luas merupakan penyebar biji-bijian yang selanjutnya tumbuh dan menjadi hutan. Hutan berperan penting dalam kehidupan manusia, antara lain penyedia air dan oksigen serta menghindarkan manusia dari bencana alam.