BEKASI, KOMPAS – Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota menangkap tiga tersangka yang menewaskan Muhammad Fajar (18) dalam tawuran yang berlangsung pada Senin (18/2/2019) dini hari. Meski demikian, persoalan tawuran tidak bisa selesai hanya dengan pendekatan hukum. Pendekatan yang komprehensif dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan hingga ke akar.
Berselang delapan hari setelah tawuran antara geng omkaliallstar_2k18 dan kampungbayur_allstar di Bekasi Utara yang menewaskan satu remaja, tawuran kembali terjadi di Bekasi Timur. Perkelahian antarkelompok itu melibatkan Gengster Agus Salim 803 dan Anak Lapangan Burung Mekarsari.
Kedua kelompok berkelahi dengan senjata tajam di Jalan KH Agus Salim, Bekasi Timur, pada Senin dini hari, hingga menewaskan Muhammad Fajar, anggota kelompok Anak Lapangan Burung Mekarsari. Selain itu, Hermansyah (15) dari kelompok yang sama juga menderita luka berat. Saat ini ia kritis dan masih dirawat di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi.
“Enam jam setelah tawuran berlangsung, kami telah menangkap tiga orang yang berperan membacok Muhammad Fajar secara langsung. Namun, masih ada satu orang yang masuk daftar pencarian orang,” kata Wakil Kepala Kepolisian Resor (Polres) Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Eka Mulyana.
Adapun ketiga orang itu adalah IBR (15), AG (16), dan AS (18). Ketiganya merupakan warga Kota Bekasi.
Dari mereka, polisi mengamankan barang bukti berupa lima bilah celurit serta jaket, celana, dan kaus yang digunakan korban. Kini, ketiga remaja itu dijerat Pasal 170 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. “Kami akan bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan layanan khusus bagi para tersangka yang masih berusia anak-anak,” ujar Eka.
Anak nongkrong
Eka menambahkan, dua dari tiga tersangka, yaitu IBR dan AG masih berstatus sebagai pelajar sekolah menengah pertama. Sementara itu, AS telah putus sekolah. Begitu juga para korban, yaitu Muhammad Fajar dan Hermansyah. Meski masih berusia 18 tahun ke bawah, mereka juga sudah putus sekolah.
Baik anggota Gengster Agus Salim 803 maupun Anak Lapangan Burung Mekarsari sama-sama tumbuh di tongkrongan yang ada di wilayah masing-masing. Lokasi tongkrongan mereka ada di tepi jalan KH Agus Salim. Di jalan itu pula, berdiri sejumlah kafe, minimarket, dan beberapa sekolah.
Anggota Gengster Agus Salim 803 maupun Anak Lapangan Burung Mekarsari sama-sama tumbuh di tongkrongan yang ada di wilayah masing-masing. Lokasi tongkrongan mereka ada di tepi jalan KH Agus Salim
IBR, tersangka, mengatakan, ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu di tongkrongan. Mereka bercengkrama dan bersenda gurau hingga larut malam. Bahkan, mereka juga kerap menerima tantangan dari kelompok anak muda lain untuk berkelahi.
“Anak Lapangan Burung sudah berkali-kali menantang kami, karena kesal dan dianggap tidak ada apa-apanya, kami menerima tantangan untuk tawuran,” kata IBR. Oleh karena itu, pihaknya bersiap untuk tawuran dengan membawa senjata tajam di antaranya celurit. Berdasarkan dorongan itu pula, ia berani membacok anggota kelompok lawan, bahkan hingga tewas.
Ia mengaku, aksi serupa juga pernah dilakukan sebulan sebelumnya. Saat itu, serangan dengan senjata tajam juga dilakukan tetapi tidak ada korban jiwa.
Adi Wiyantoro (37), warga Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, mengatakan, Jalan KH Agus Salim merupakan tongkrongan kelompok pemuda. Ia yang berprofesi sebagai juru parkir di lapak pedagang kaki lima kerap menyaksikan perkelahian antarkelompok yang dipicu berbagai hal. Selain saling ejek, biasanya ada kelompok yang memalak anggota kelompok lain.
Menurut Adi, wilayah tersebut juga menjadi sasaran patroli aparat kepolisian. Hampir setiap hari polisi menertibkan anak-anak nongkrong. Mereka pun biasanya melarikan diri, salah satunya ke Kali Bekasi. “Namun, Minggu malam sampai Senin dini hari tadi memang tidak ada patroli,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Rusham mengatakan, pemuda kota cenderung kekurangan ruang publik untuk mengaktualisasikan diri. Ruang publik yang ada di Kota Bekasi semakin menyempit dari waktu ke waktu. Akibatnya, anak muda yang tidak bisa menyalurkan minat dan bakatnya cenderung terjerumus dalam perkelahian.
Pemuda kota cenderung kekurangan ruang publik untuk mengaktualisasikan diri. Ruang publik yang ada di Kota Bekasi semakin menyempit dari waktu ke waktu
“Kami mendorong agar Pemerintah Kota Bekasi dan sekolah untuk mengoptimalkan pembangunan ruang publik dan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mewadahi kreativitas anak,” kata Rusham.
Patroli
Wakapolres Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Eka Mulyana mengatakan, terdapat pergeseran pola waktu kejadian tawuran. Biasanya, perkelahian antarkelompok itu terjadi pada Sabtu atau malam Minggu. Namun, kejadian di Jalan KH Agus Salim berlangsung pada Senin dini hari.
Menurut dia, anak-anak tongkrongan telah membaca pola patroli yang digiatkan pada Sabtu. Oleh karena itu, ke depan pihaknya akan menggiatkan patroli. Baik dalam skala kecil, yaitu di lingkup kepolisian sektor (Polsek) maupun skala besar, yaitu di lingkup Polres.
Sasaran utama patroli adalah menertibkan kerumunan pemuda. Sebab, menurut Eka, anak-anak berani melakukan apa saja, termasuk kekerasan, saat mereka berkerumun.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk menanggulangi masalah kenakalan remaja ini,” ujar Eka. Persoalan tawuran berkelindan dengan urusan ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga penanganannya tidak hanya perlu dari segi hukum, tetapi juga dari segi yang lain.
Eka menduga, anak-anak yang terlibat tawuran juga kurang mendapatkan perhatian dari orangtua masing-masing. Oleh karena itu, perhatian orangtua perlu ditingkatkan. “Orangtua harus terus mengetahui posisi anak, termasuk ketika mereka tidak pulang ke rumah hingga larut malam, semestinya itu dicari dan tidak dibiarkan begitu saja,” kata dia.