Perusahaan Milik Zainudin Dapat Proyek Rp 116 Miliar
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Perusahaan milik Bupati (nonaktif) Lampung Selatan Zainudin Hasan disebut ikut mendapat proyek senilai Rp 116 miliar dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan. Proyek itu didapat melalui PT Krakatau Karya Indonesia yang dikelola orang lain.
Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Zainudin yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Senin (18/2/2019). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati itu berlangsung sekitar enam jam.
Dalam sidang, Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menghadirkan 11 saksi, di antaranya Direktur Utama PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) Boby Zulhaidir dan Direktur CV Imam Jaya Teknik Imam Sudrajat. Selain itu, dihadirkan pula Sudarman yang merupakan karyawan yang juga orang kepercayaan Zainudin serta Ahmad Bastian selaku kontraktor.
Boby mengungkapkan, PT KKI merupakan perusahaan milik Zainudin yang bergerak di bidang pengaspalan jalan. Meski nama Zainudin tidak dicantumkan dalam dokumen perusahaan, Boby mengaku selalu melaporkan keuntungan perusahaan setiap tahun kepada Zainudin. Selain itu, Zainudin juga ikut mengontrol perusahaan.
Menurut dia, PT KKI mengerjakan proyek senilai total Rp 116 miliar. Proyek itu dikerjakan selama dua tahun, yakni 12 proyek senilai Rp 38 miliar pada 2017 serta 15 proyek senilai Rp 78 miliar pada 2018. Seluruh proyek itu didapat meskipun PT KKI tidak pernah ikut dalam lelang proyek di Dinas PUPR.
Boby mengatakan, pihaknya menyewa perusahaan lain untuk diikutsertakan dalam lelang proyek. Nantinya, perusahaan yang telah disewa akan ditunjuk sebagai pemenang tender. Meski begitu, pengerjaan proyek sebenarnya dilakukan PT KKI.
”Ketika dapat pekerjaan (tahun 2017), seakan-akan ada 12 perusahaan. Padahal, yang mengerjakan adalah divisi di PT KKI,” kata Boby saat bersaksi di hadapan majelis hakim.
Boby menuturkan, PT KKI hanya membayar uang sewa sebesar 1 persen kepada perusahaan yang namanya dipakai untuk ikut tender itu. Dia mengatakan, PT KKI tidak memberikan fee proyek sebesar 20 persen sebagaimana halnya perusahaan lain yang mendapat proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan.
”Teknisnya uang ditransfer dulu ke rekening perusahaan yang telah disewa. Lalu, saya meminta bagian keuangan menarik uang itu dan mentransfer ke rekening perusahaan (PT KKI),” ungkap Boby.
Dia menambahkan, pada 2017, PT KKI mendapatkan keuntungan Rp 9 miliar. Uang itu digunakan untuk pembelian unit asphalt mixing plant (AMP) baru untuk PT KKI. Sementara itu, Boby mengaku belum bisa menaksir besaran keuntungan pada 2018.
Adapun saksi Imam mengaku membantu Boby mencarikan 12 perusahaan yang akan ikut dalam tender proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan tahun 2017. Untuk pekerjaan itu, Imam mendapat gaji Rp 5 juta per bulan serta uang transportasi. Selain itu, perusahaannya juga menjadi salah satu perusahaan yang disewa sebagai pemenang lelang.
Mobil mewah
Dalam persidangan juga terungkap Zainudin membeli sejumlah kendaraan mewah dengan mengatasnamakan Sudarman. Mobil mewah yang dibeli Zainudin, antara lain Mercedes Benz CLA 200 AMG dengan nomor polisi B 789 JSC seharga Rp 776 juta. Selain itu, ada pula dua unit mobil New Xpander, masing-masing senilai Rp 243 juta.
Sudarman mengatakan, pembelian mobil mewah dengan mengatasnamakan dirinya itu dilakukan atas perintah Zainudin. Selama ini, Sudarman menerima uang ke rekening pribadinya untuk mengurus berbagai keperluan Zainudin.
Sementara itu, Ahmad Bastian mengatakan, dirinya pernah membantu Zainudin membangun rumah senilai Rp 14,6 miliar. Namun, pembangunan rumah pribadi itu dilakukan sebelum Zainudin menjadi bupati.
Pada awal 2017, dia juga pernah membantu Zainudin merenovasi pabrik beras senilai Rp 2 miliar. Uang itu dibayar melalui Boby.
Terhadap keterangan para saksi, Zainudin menyatakan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan Boby untuk ikut dalam proyek di Dinas PUPR. Zainudin juga mengaku tidak pernah meminta keuntungan dari PT KKI.
Kasus korupsi yang menjerat Zainudin berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Juli 2018. Ia didakwa menerima suap Rp 72,7 miliar selama 2016-2018.