Peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara pada Pemilu 2019 terdiri dari 565 halaman. KPU didorong untuk segera menyebarluaskannya secara masif dan intensif.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum diingatkan untuk segera menyebarluaskan aturan teknis pemungutan dan penghitungan suara pada Pemilu 2019 ke petugas di tempat pemungutan suara maupun pemangku kepentingan pemilu lainnya. Hal ini mendesak dilakukan mengingat pengaturan teknis di TPS ini sangat kompleks sehingga rentan menimbulkan persoalan jika tidak dipahami dengan baik.
Kompleksitas pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2019 itu tercermin dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu. PKPU yang baru beberapa hari lalu diunggah di laman daring KPU itu terdiri dari 565 halaman.
Di PKPU itu dijabarkan antara lain tata cara pemungutan suara, termasuk panduan mengenai bagaimana menentukan surat suara sah dan tata urut penghitungan surat suara, yakni dimulai dari surat suara pemilihan presiden, DPR RI, DPD, DPRD provinsi, lalu DPRD kabupaten/kota.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (17/2/2019), mengingatkan agar KPU lebih memperhatikan proses bimbingan teknis ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Di forum itu, berbagai aturan teknis disampaikan kepada KPPS yang menjadi ujung tombak penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Bagja mengingatkan, kurangnya pemahaman teknis KPPS juga bisa berujung pada pemungutan suara ulang (PSU). Dia mencontohkan kasus PSU di Kota Cirebon, Jawa Barat, akhir September 2018 karena Mahkamah Konstitusi membatalkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan wali kota dan wakil wali kota Cirebon 2018 karena ada kesalahan KPPS.
Menurut dia, saat itu ada anggota KPPS yang tidak mengerti bahwa ada formulir yang mestinya tidak masuk ke kotak suara. Akibatnya, formulir itu dimasukkan ke kotak suara dan akhirnya membuat seluruh rangkaian pemungutan suara mesti diulang di sejumlah TPS.
Apalagi, kata Bagja, pada Pemilu 2019 juga bukan tidak mungkin banyak anggota KPPS yang baru pertama kali bertugas. Hal ini menyusul aturan bahwa anggota KPPS yang sudah dua periode pemilu bertugas tidak diperbolehkan lagi menjalani tugas sama.
”Banyak anggota KPPS baru, dan banyak yang tidak mengerti (karena belum ada) pengalaman. Belum lagi pengisian formulir. Makin banyak formulir yang diisi, ini (membutuhkan) waktu,” katanya.
Segera buat panduan
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mendorong agar PKPU 3/2019 itu segera dituangkan lebih lanjut dalam bentuk buku panduan. Hal ini berguna sebagai rujukan praktis bagi anggota KPPS. ”Di tangan merekalah (KPPS), otentisitas data TPS terjaga. Dengan kata lain, kemurnian suara dan kehendak pemilih tercermin,” katanya.
Menanggapi hal itu, anggota KPU, Viryan Aziz, pada hari yang sama, mengatakan, pihaknya menyadari kompleksitas Pemilu 2019. KPU sudah berupaya membuat peraturan dengan sesederhana mungkin.
”Namun, tidak dapat dihindari, dengan pemilu serentak dan digabung, jumlah PKPU sampai sekitar 500 halaman. Itu adalah konsekuensi dari kompleksitas teknis pemilu,” ujar Viryan.
Meski demikian, ia memastikan, KPU juga akan membuat semacam panduan atau ikhtisar agar pengaturan teknis itu lebih mudah dipahami. Hal ini terutama terkait dengan sejumlah hal penting mengenai tugas pokok dan fungsi yang dimiliki anggota KPPS.
Selain itu, dia menuturkan, KPU RI juga mendorong agar KPU di daerah juga menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Salah satu tujuan simulasi itu adalah untuk mengetahui durasi yang dibutuhkan pemilih saat menggunakan hak pilih mereka.
KPU RI juga sedang membuat video dan meme sebagai medium komunikasi untuk menyampaikan informasi terkait teknis penyelenggaraan pemilu secara lebih singkat dan menarik. Viryan menyebutkan, hal ini ditujukan untuk para penyelenggara di lapangan. Namun, konten itu juga dibuat untuk menyasar calon pemilih, saksi, dan pegiat pemilu.