Senandung Anak Bangsa untuk Dunia
Nyak Ina Raseuki (53), atau biasa disapa Ubiet, yang sedang duduk melantunkan lagu keroncong ”Kota Bandoeng” karya S Abdullah tiba-tiba berdiri, melepas mikrofonnya, lalu menari seorang diri sambil terus bersenandung. Tepuk tangan meriah hadirin pun pecah bersahut-sahutan.
Setelah melenggak-lenggok sendirian selama beberapa menit dalam iringan musik dan aplaus hadirin, Ubiet pun duduk kembali dan terus menyelesaikan bait akhir lagu ”Kota Bandoeng”-nya itu.
Ubiet beraksi dalam acara budaya Cultural Late di Asia House, London, Inggris, Jumat (15/2/2019) malam waktu London. Acara ini sebagai persiapan akhir bagi kehadiran Indonesia yang mengusung tema ”Indonesia, 17.000 Islands of Imagination” di London Book Fair, 12-14 Maret 2019.
Ubiet, musisi kelahiran Jakarta, 24 Mei 1966, malam itu membawakan enam lagu S Abdullah dari era 1930-an. Abdullah (meninggal tahun 1941), tokoh penting dalam pengembangan musik keroncong Tanah Air, adalah vokalis band Lief Java, penyanyi sebagian besar lagu yang dia tulis sendiri.
Soto...
Kalo toen soeda tjoeba satoe kali
Tentoe toen tida nanti mendjadi loepa
laaa
Tepuk tangan meriah pun kembali riuh di lantai dua Asia House seusai Ubiet menyanyikan bait terakhir lagu ”Soto Madura”, lagu penutup dari enam lagu yang ia bawakan saat itu. Suara Ubiet diiringi tabuhan gendang Melayu oleh Shafur Bachtiar dan noise box oleh Tesla Manaf, musisi jazz muda berbakat.
Ubiet, yang kini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta itu, tampak semringah dalam balutan gaun hitam dengan rambut ikal terurai yang menjadi ciri khasnya. ”Saya senang bisa menghibur Anda semua,” kata sembari melempar senyum.
Istri sastrawan Nirwan Dewanto ini pun disambut pujian dari Duta Besar Indonesia untuk Inggris Rizal Sukma dan istri, Hana A Satriyo. Juga dari Duta Besar Inggris untuk Indonesia 2008-2011, Martin Alan Hatfull, dan Nyonya Haftull serta para hadirin yang umumnya warga Inggris.
Menurut Ubiet, keroncong adalah salah satu bentuk musik populer tertua di Nusantara dan dikenal sejak abad ke-16, tetapi menjadi dikenal luas karena industri rekaman. Keroncong bisa dianggap sebagai bentuk hibrida pertama dari musik populer, paduan musik Eropa dan musik Nusantara.
Ubiet adalah salah satu dari sedikit seniman Indonesia yang dikenal karena karya vokalnya, yang tidak memiliki batas antara berbagai gaya, teknik, dan ekspresi. Sebagai penyanyi, etnomusikolog ini telah menjelajahi banyak genre musik, baik pop, jazz, tradisional, maupun musik klasik kontemporer.
Dalam sesi sebelumnya pada acara Cultural Late, Didiet Maulana, desainer muda inovatif dari Ikat Indonesia, memperkenalkan karya-karyanya bertajuk ”Senandung Nusantara” dalam dua sekuen. Ia terlibat sibuk mengatur lima model, yakni tiga perempuan dan dua laki-laki, semuanya warga Inggris.
Pada sekuen pertama, Didiet menampilkan produk busana yang mayoritas dari tenun ikat Sumba, Nusa Tenggara Timur. Namun, pada busana itu pun ada potongan bahan dari Klaten (Jawa Tengah) dan Bali. Dua perempuan model di garis depan memakai outwear berupa rompi panjang terbuat dari kain Sumba.
Di sekuen kedua, Didiet menghadirkan tenun ikat Denpasar (Bali), Kediri (Jawa Timur), dan Makassar (Sulawesi Selatan). Pada tampilan kedua, warna dan motif busananya tampak lebih fresh.
Satu perempuan model lagi bergaya streetwear dengan nuansa urban. Ia mengenakan atasan blazer biru hitam dengan dalaman berbahan dari Klaten. Adapun untuk bawahannya, ia mengenakan tenunan Bali.
”Saya ingin mengadaptasi sedikit urban style anak muda di London,” kata Didiet sambil menjelaskan bahwa tema ”Senandung Nusantara” membawa pesan keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia.
Sementara seorang laki-laki model mengenakan kemeja dari tenun Bali dengan celana berbahan tenun Kediri dan jaket panjang berlipit dari bahan tenun Bali. Model lainnya mengenakan dalaman bergaris dari Klaten dengan jaket (trench coat) dari tenun Sumba.
Didiet menuturkan, Ikat Indonesia didirikan pada 2011. Ia ingin mendorong generasi muda untuk kembali melestarikan warisan tenun Indonesia melalui mode kontemporer. Ikat ingin lebih fokus pada kurasi dan mempromosikan keterampilan perajin lokal melalui inovasi-inovasi yang semakin kreatif.
Didiet mau memperkenalkan perspektif baru busana tradisional Indonesia. ”Menciptakan gaya yang bisa dihargai setiap hari dalam kehidupan masyarakat kota,” kata pria kelahiran 1981 yang kini telah meraih reputasi internasional karena label Ikat-nya itu dan terus mendorong batas-batas etika mode.
”Saya bilang kepada orang Inggris: Indonesia tidak hanya Bali dan Jakarta, tetapi beribu-ribu pulau. Beragam dan kaya. Jika ingin mengenal Indonesia, silakan berkunjung. Jika tidak sempat, silakan bacalah buku-buku tentang Indonesia,” tutur Didiet.
Acara Cultural Showcase malam itu menampilkan beragam karya seni lukis, tari, wayang, dan pembacaan puisi. Galeri Lukisan, misalnya, menampilkan dua wayang, yakni wayang Tikus Air dan Ular Kobra karya Herlambang Bayu Aji, pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, yang kini menetap di Berlin, Jerman.
Sambil menyaksikan pameran budaya itu, para tamu disuguhi minuman wedang uwuh, kunyit asam, dan kunyit asam koktail (yang dicampur dengan vodka). Berbagai makanan ringan juga disajikan oleh chef Petty Elliott dan Santhi Serad.
Ketua Harian Panitia Pelaksana Kegiatan Indonesia Market Focus Country untuk London Book Fair (LBF) 2019 Laura Bangun Prinsloo mengatakan, kuliner, mode, film, seni pertunjukan, komik, ekshibisi arsitektur dan desain grafis, ilustrasi, board games, dan digital animasi merupakan produk-produk kekayaan intelektual dalam bentuk nonbuku. Produk-produk ini juga akan dihadirkan dalam LBF 2019.
Dengan buku dan kekayaan intelektual nonbuku, diharapkan dunia semakin mengenal Indonesia, bangsa yang kaya alam dengan beragam suku, bangsa, dan agamanya. Peluang diharapkan semakin besar setelah Indonesia menjadi market focus country pertama dari Asia Tenggara di ajang LBF 2019.
”Mudahan-mudahan, Indonesia akan lebih dikenal dunia. Selama ini, Indonesia tidak dikenal, terutama sebagai produsen buku, khususnya literatur atau karya-karya sastra seperti novel,” kata Dubes Rizal.
Menurut Rizal, buku bisa menjadi instrumen dialog dan media promosi. ”Dan, yang paling penting juga sebagai instrumen untuk Indonesia lebih terlibat dalam conversation tentang berbagai aspek di level global. Itu yang diharapkan akan tercapai lewat LBF 2019 nanti,” kata Rizal.