JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah menargetkan produksi perikanan budidaya nasional mencapai 24 juta ton pada 2019. Penuntasan kepastian lahan dan klasterisasi wilayah menjadi kunci.
Proporsi pemenuhan target budidaya itu terdiri dari 60 persen rumput laut dan 40 persen produk ikan. "Potensi rumput laut Indonesia memang lebih besar," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto saat ditemui di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Jika dibandingkan tahun lalu, realisasi produksi perikanan budidaya sebesar 17,8 juta ton hingga triwulan III tahun 2018. Slamet mengatakan, target produksi sepanjang 2018 ialah 19 juta ton. Proporsi antara rumput laut dan produk ikan juga 60 persen dan 40 persen.
Baca juga : https://kompas.id/baca/nusantara/2018/02/15/perikanan-kian-membaik/
Untuk produk ikan, Slamet menyatakan, ikan nila, lele, patin, bandeng, dan gurame akan menopang produksi. Kelima ikan tersebut merupakan jenis konsumsi ketahanan pangan.
Artinya, kenaikan produksi ikan-ikan budidaya tersebut diutamakan untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri. Bahkan, Slamet berpendapat, peluang untuk memenuhi kebutuhan ekspor ikan-ikan itu terbuka lebar.
Sebagai strategi untuk menggenjot produksi, Slamet berpendapat, penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di seluruh provinsi harus dipercepat. Dari 34 provinsi di Indonesia, yang memiliki rencana tersebut baru 14 provinsi.
Padahal, adanya kepastian dan kejelasan RZWP3K di tingkat provinsi dapat menjadi daya tarik bagi investor dan pembudidaya perikanan. "Hal ini merupakan tanggung jawabnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP. Kalau kami berharap penyusunan dapat selesai semuanya tahun ini," kata Slamet.
Selain itu, Slamet akan memperkuat klasterisasi produksi di tiap daerah. Rencananya, klaster ini akan terintegrasi dengan industri pengolahan dan eksportir produk.
Slamet mencontohkan komoditas ikan lele di Jawa Timur yang industri pengolahan dan eksportirnya berada di Surabaya. "Kami ingin mendekatkan hulu produksi dengan pengolahannya," ucapnya.
Terkait target yang dipasang KKP, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo mendukungnya. Menurutnya, angka tersebut mampu meningkatkan jumlah ikan yang diolah.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, saat ini perbandingan antara jumlah ikan yang diolah dengan kapasitas pengolahan berkisar 50 - 60 persen. Oleh sebab itu, Budhi mengatakan, pelaku usaha membutuhkan tambahan bahan baku.
Untuk produk ikan yang menjadi fokus pemerintah, Budhi berpendapat, prioritasnya sudah sesuai dengan usulan pengusaha. Dia merinci, budidaya perikanan air payau Indonesia sebaiknya fokus pada udang dan bandeng. Sedangkan, perikanan air tawar fokus pada patin dan lele.
Pelaku usaha juga merespons positif rencana klasterisasi pemerintah. "Pengaturan kawasan seharusnya mempermudah industri pengolahan sehingga dapat berjalan lebih berkelanjutan," ujar Budhi.
Secara umum, sepanjang 2015-2018, volume dan nilai produksi perikanan budidaya rata-rata meningkat 3,36 persen dan 19,22 persen per tahun. Adapun komoditas yang kenaikannya signifikan terdiri dari, gurame (35,04 persen), udang (32,68 persen), lele (24,66 persen), kakap (19,26 persen), dan nila (12,85 persen).