Bayang-bayang Kepunahan di Danau Kerinci
Jutaan eceng gondok yang menutup permukaan Danau Kerinci akhirnya tersingkap oleh ikan-ikan koan (Ctenopharyngodon idella). Kehadiran si pendatang baru itu sempat melegakan nelayan. Baru belakangan mereka sadar, masalah baru yang lebih kronis muncul....
Ikan-ikan lain menghilang. Perubahan itu dirasakan Sudirman (68) yang telah 55 tahun menjadi nelayan danau. Semula, beragam jenis ikan khas danau melimpah. Saking banyaknya, sering didapati ikan-ikan muncul dan berlompatan di permukaan danau.
”Sekali menjaring saja sudah banyak ikan yang didapat,” kata nelayan Desa Koto Petai itu di Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi, Senin (11/2/2019).
Perubahan terjadi seiring makin banyak sampah dibuang ke danau, mulai dari sampah organik, plastik, hingga limbah pertanian. Belum lagi lumpur yang terbawa dari hulu. Populasi eceng gondok pun terpacu. Permukaan danau seluas 4.200 hektar itu kian sesak dipenuhi eceng gondok.
Demi mengatasinya, pemerintah daerah setempat mendatangkan koan, ikan pemakan tumbuhan air asal China. Secara bertahap, mulai tahun 1995 hingga 1999, sebanyak 250.000 ikan ditebar.
Masuknya koan yang tergolong herbivora invasif dengan cepat membersihkan permukaan danau dari eceng gondok. Nelayan pun antusias karena danau kembali terbuka.
Namun, keadaan itu tak berlangsung lama. Setelah eceng gondok habis, beragam jenis tanaman air lain di dalam danau turut dilahap koan.
Berselang kemudian, Sudirman mendapati hasil tangkapannya menurun. Ikan-ikan khas, seperti semah, kebarau, medik, kepereh, dan tilan, kian sulit didapat. Jarang pula ia dapati ikan berukuran besar. Bahkan, jenis baung kuning, lambat, ataupun kulari bisa dikatakan tak pernah lagi masuk ke dalam jaringnya.
”Kalau dulu, ikannya besar-besar dan melimpah, jauh berbeda dari sekarang,” ujarnya.
Setelah eceng gondok habis, beragam jenis tanaman air lain di dalam danau turut dilahap koan.
Alat tangkap
Untuk mengoptimalkan hasil tangkapan, Sudirman tak hanya menebar jaring. Ia juga memasang banyak lukah atau jerat ikan. Setiap hari, sekitar 40 jerat disebarnya ke danau.
Meskipun beragam alat telah dipakai, tangkapan ikan tetap menurun. Pada 10 hingga 15 tahun lalu, hasil tangkapan lukah bisa mencapai 50 kilogram sehari. ”Kalau sekarang, paling-paling dapat 5 kilogram dari seluruh lukah yang terpasang,” ucapnya.
Upaya lain dilakukan Harun (31), nelayan setempat. Untuk mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak, jaring pukatnya diganti dengan jaring pesat. Alat itu berupa modifikasi jaring yang dikaitkan dengan tonggak pengendali. Tonggak itu dilengkapi pengerek agar jaring dapat naik-turun.
Bentangan jaring pun lebih luas, sekitar 400 meter persegi, agar dapat menjaring lebih banyak ikan. Selanjutnya, Harun juga memperkecil ukuran mata jaring menjadi 1 sentimeter (cm) x 1 cm dari semula 3 x 3 cm. Dengan mata jaring serapat itu, anak-anak ikan pun terbawa. Praktik serupa dilakukan oleh ratusan nelayan setempat.
Baca juga: Tujuh Waduk Jadi Prioritas
Lama-kelamaan tak hanya ikan besar yang sulit didapat, tetapi juga ikan-ikan kecil. Belakangan, Harun mulai sadar, kian sulit mendapatkan ikan berukuran besar. Sebab, belum lagi tumbuh besar, ikan sudah tertangkap jaring.
Meski semalaman bolak-balik menebar jaring, tangkapan ikan tak pernah lagi membaik. Dalam sepekan, rata-rata hanya 15 kilogram didapat.
Keragaman menurun
Perihal penurunan populasi dan keragaman jenis ikan di Danau Kerinci telah dilaporkan ke Dinas Perikanan Kabupaten Kerinci pada 2016. Produksi ikan disebut-sebut tinggal mengandalkan nila, kebarao, dan medik, sedangkan ikan-ikan lain sudah sangat jarang ditemukan.
Laporan serupa disampaikan tim peneliti dari Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Jambi. Peneliti biologi air tawar, Tedjo Sukmono, bersama mahasiswanya, Lili Nur Indah Sari, mendapati hilangnya 15 jenis vegetasi dan 14 spesies ikan di Danau Kerinci.
Lenyapnya keragaman biota air dalam danau diindikasikan akibat introduksi koan. ”Koan memang efektif mengurangi populasi eceng gondok. Masalahnya, ketika eceng gondok habis, vegetasi lain ikut dimakan,” kata Tedjo.
Baca juga: Ekosistem Danau Kerinci Belum Pulih
Dia mengatakan, tanaman air dalam danau merupakan tempat berlindung, memijah, dan sumber makanan bagi ikan. Tanaman air juga berfungsi menambah asupan oksigen dalam air serta mengendalikan eutrofikasi.
Hilangnya vegetasi membuat air makin keruh, memicu eutrofikasi, dan mengurangi kadar oksigen terlarut. Ketersediaan makanan bagi ikan menipis di tengah kondisi lingkungan yang terus menurun. Akhirnya, ikan mengalami masa kritis dalam pertumbuhan dan sulit bertahan hidup. Dampaknya belakangan, hampir setiap tahun terjadi kematian ikan akibat air terlalu keruh dan banyak lumpur di Danau Kerinci.
Dampak introduksi ikan koan juga dilaporkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) sebagai pengganggu keseimbangan ekosistem air. Introduksi koan yang menyebar di 91 negara telah berdampak mengurangi 60 persen keragaman jenis ikan di setiap perairan, termasuk Danau Kerinci.
Tedjo pun membandingkan, pada 2011 masih didapati 21 jenis ikan di Danau Kerinci. Namun, akhir 2017 hingga 2018, sebanyak 14 spesies tak lagi ditemukan, seperti tilan putih, sebarao, lambat, medik labeo, palo, masik, dan toman. Selain introduksi ikan invasif, faktor sampah dan praktik budidaya eksploitatif disebut juga sebagai penyebab kepunahan sejumlah jenis ikan tersebut.
Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 2009 di Bali memasukkan Danau Kerinci sebagai satu dari dari 15 danau di Indonesia dengan kondisi kritis dan mendesak untuk dipulihkan. Program pemulihan yang berjalan hingga 2014, sayangnya, hingga kini belum memberi hasil.
Baca juga: Atur Budidaya dan Penangkapan Ikan di Danau Kerinci
Selama ini belum ada kontrol dan penataan di Danau Kerinci. Jaring-jaring ikan dan keramba mengepung danau. Belum lagi sampah dan lumpur yang masuk dari aliran sungai-sungai sekitarnya.
Bupati Kerinci Adirozal, mengakui selama ini belum ada kontrol dan penataan di Danau Kerinci. Jaring-jaring ikan dan keramba mengepung danau. Belum lagi sampah dan lumpur yang masuk dari aliran sungai-sungai sekitarnya. Selain merusak ekosistem danau, kondisi itu tak lagi indah dipandang. ”Padahal, kami ingin Danau Kerinci menjadi salah satu tujuan wisata,” ujarnya.
Dalam kunjungannya ke Kerinci, awal Februari, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti secara tegas mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menghentikan eksploitasi berlebihan di Danau Kerinci.
Selanjutnya, Danau Kerinci agar segera ditata kembali. Sebab, jika kerusakannya sudah tak lagi bisa dikendalikan, nelayan jugalah yang akan menjadi korban. ”Kalau semua (masuk) ke danau, daya dukung danau tidak kuat, yang terjadi adalah bencana,” ucap Susi.
Jangan sampai itu terjadi....