MEDAN, KOMPAS – Kopi arabika Sumatera Utara diangkat menjadi geo-produk Taman Bumi Kaldera Toba. Kopi yang tumbuh di dataran tinggi di sekitar Danau Toba itu menjadi narasi untuk menuturkan dahsyatnya peristiwa geologi di Kaldera Toba. Kopi sekaligus mengangkat ekonomi petani rakyat.
“Sudah saatnya kita mengangkat kopi Sumatera Utara untuk meningkatkan ekonomi petani rakyat di dataran tinggi Sumatera Utara,” kata Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saat meresmikan Kedai Kopi Medan, di Kompleks Hotel Danau Toba, Medan, Selasa (19/2/2019).
Edy mengatakan, kopi arabika Sumatera Utara menjadi atraksi andalan pariwisata Danau Toba, yang kini menjadi destinasi unggulan pariwisata nasional. Kedai kopi pun harus semakin banyak dibuat di Sumatera Utara agar masyarakat bisa menikmati nilai tambah yang lebih besar dari kopi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara Hidayati mengatakan, kopi arabika asal Sumatera Utara kini diangkat menjadi geo-produk unggulan dalam konsep pembangunan Taman Bumi (Geopark) Kaldera Toba. Pembangunan berbasis taman bumi ini merupakan konsep pembangunan yang mengedepankan konservasi, edukasi, dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunannya memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
“Pembangunan berbasis geopark sangat cocok dalam pengemangan pariwisata Danau Toba karena menghidupkan ekonomi rakyat. Pembangunan ini juga sangat relevan di tengah kerusakan lingkungan hidup yang dihadapi ekosistem Danau Toba,” kata Hidayati yang juga Gegeral Manager Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba.
Taman Bumi Kaldera Toba sudah ditetapkan menjadi taman bumi nasional sejak tahun 2014. Taman bumi ini pun telah diajukan menjadi anggota Taman Bumi Global Unesco (UGG) pada tahun 2015, namun belum diterima Unesco antara lain karena pembangunannya belum melibatkan ekonomi rakyat secara luas. Di akhir tahun 2018, tim penilai dari Unesco kembali melakukan penilaian dan akan diumumkan hasilnya pada April ini.
Hidayati mengatakan, salah satu masukan utama dari Unesco adalah meningkatkan ekonomi rakyat yang berbasis pada taman bumi. “Kopi arabika yang tumbuh di situs geologi Kaldera Toba akan menjadi narasi geologi yang kuat sekaligus mengangkat ekonomi rakyat,” ujar Hidayati.
Kopi arabika yang tumbuh di Kaldera Toba sangat beragam dan meliputi dataran di sekeliling Danau Toba dan juga di Pulau Samosir. Kopi ini dikenal antara lain dengan nama Kopi Lintong, Sidikalang, Samosir, Karo, Simalungun, dan Lumban Julu. Kopi ini sebenarnya sudah lama menjadi produk unggulan Sumut, namun belum dikemas dalam narasi Kaldera Toba.
Hidayati menuturkan, kopi arabika Sumatera Utara bisa menjadi narasi untuk menceritakan dahsyatnya peristiwa geologi di Kaldera Toba. Para wisatawan bisa menikmati pengalaman minum kopi yang dihasilkan dari lapisan tanah vulkanis hasil letusan supervolcano Gunung Api Purba Toba 74.000 tahun lalu yang pernah mengubah dunia.
Direktur Penjualan Hotel Danau Toba Muhammad Hamza mengatakan, mereka membuka Kedai Kopi Medan sebagai upaya untuk meningkatkan atraksi pariwisata di Sumatera Utara. “Banyak sekali wisatawan yang selalu mencari kedai kopi saat berkunjung ke Sumatera Utara. Mereka ingin menikmati kopi Sumatera Utara di tempat asalnya,” katanya.
Hamza mengatakan, sering wisatawan sulit menemukan kedai kopi yang menyajikan kopi dengan kualitas yang baik. Di kawasan pariwisata Danau Toba, sangat sedikit kedai kopi yang disajikan dengan cara yang baik. Hamza mengatakan, mereka akan menyasar pasar yang kosong tersebut, terutama di kawasan pariwisata Parapat di Kabupaten Simalungun.