Pemerintah Siapkan Relaksasi Pajak Impor Barang Konsumsi
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan berencana merelaksasi aturan Pajak Penghasilan impor untuk 1.147 barang konsumsi. Industri yang mengimpor barang konsumsi untuk keperluan produksi barang berorientasi ekspor akan mendapat pengecualian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip Kompas, Selasa (19/2/2019), neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2019 defisit 1,16 miliar dollar Amerika Serikat lebih dalam daripada periode yang sama tahun lalu. Impor nonmigas mencapai 13,34 dollar AS atau naik 2,21 persen dibandingkan pada Januari 2018. Namun, impor barang konsumsi menurun 10,39 persen dibandingkan pada Desember 2018.
Direktur Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, relaksasi peraturan Pajak Penghasilan (PPh) impor menanggapi keluhan dunia usaha yang terbebani peningkatan biaya produksi. Nantinya, industri yang mengimpor barang konsumsi untuk kebutuhan ekspor tidak dikenai kenaikan PPh impor. Adapun besaran tarif ini akan menyesuaikan dengan aturan lama.
”Jadi, bukan mengeluarkan komoditasnya dari ketentuan pajak. Namun, diberikan ke entitasnya, ke pelaku usaha yang mengimpor untuk tujuan ekspor kembali. Mereka akan dikecualikan dari tarif PPh impor,” kata Heru.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110 Tahun 2018 perubahan atas PMK Nomor 34 Tahun 2017 tentang pemungutan PPh impor pasal 22. Sebanyak 1.147 barang impor dinaikkan tarifnya berkisar 7,5-10 persen. Sebagian besar barang konsumsi, seperti kosmetik, elektronik, perlengkapan harian, bahan makanan, dan kendaraan mewah.
Heru mengatakan, relaksasi PPh impor akan diatur dalam peraturan baru setingkat kementerian. Bea dan Cukai harus berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait karena relaksasi berlaku untuk pengusaha bukan jenis barang. Nantinya, kebijakan baru tidak akan mengubah PMK Nomor 110 Tahun 2018 yang sudah berlaku.
Kenaikan PPh impor ini menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mengendalikan impor, terutama barang konsumsi yang merangkak naik. Pengendalian impor juga bagian dari upaya memperbaiki defisit neraca perdagangan. Kenaikan PPh impor barang konsumsi dinilai tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rata-rata, impor barang konsumsi per kapita terus naik. Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, nilai impor barang konsumsi per kapita naik dari 10 dollar AS per kapita pada triwulan I-2015, lalu 12,2 dollar AS per kapita pada triwulan I-2016, kemudian 12,4 dollar AS per kapita triwulan I-2017, dan 14,9 dollar AS per kapita pada triwulan I-2018.
Mengutip data Bea dan Cukai, kenaikan PPh impor mulai berdampak ke penurunan impor barang konsumsi kendati belum signifikan. Pada kurun waktu 1 Januari-11 Februari 2019, impor barang konsumsi menurun 7,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Rata-rata, impor devisa secara harian menurun dari 30,3 juta dollar AS menjadi 28,1 juta dollar AS.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah mesti diperkuat dengan disertai pedoman yang jelas terkait pengenaan pajak. Selain insentif pajak, daya saing industri domestik juga ditingkatkan melalui berbagai kesepakatan bilateral atau multilateral dalam bentuk pengurangan bea masuk.
”Kalau itu (bea masuk) dihilangkan, bisa membantu dunia usaha,” kata Yustinus.