MANADO, KOMPAS — Ribuan warga dari sejumlah daerah di Sulawesi Utara memadati ruas-ruas jalan yang menjadi pusat perayaan Cap Go Meh di Kota Manado, Selasa (19/2/2019) petang. Hujan yang turun sejak siang tidak menyurutkan antusiasme warga menyaksikan berbagai atraksi yang dipadu dengan kesenian daerah dan pawai kendaraan hias.
Teddy Mulatan, panitia acara, mengatakan, perayaan Cap Go Meh tahun ini mendapat dukungan penuh umat Tridharma dari 10 kelenteng di Manado, Pemerintah Kota Manado, serta Pemerintah Provinsi Sulut. Cap Go Meh juga menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan asing, terutama wisatawan dari China.
”Luar biasa, hujan tak menghalangi atraksi Cap Go Meh. Sudah puluhan tahun Cap Go Meh dirayakan di Manado, tetapi ini mungkin yang terbesar,” kata Teddy.
Perayaan yang dipusatkan di kawasan pecinan Manado itu juga dihadiri Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Wali Kota Manado Vicky Lumentut. Terlihat pula sejumlah turis asing asal China.
Olly menyebut Cap Go Meh di Manado telah menjadi panggung hiburan rakyat sejak dulu kala. ”Waktu kecil, saya berjalan kaki berkilometer ke tempat ini hanya ingin lihat (atraksi) ence pia (tang sin),” ujar Olly tersenyum.
Kawasan pecinan Manado melingkar berbentuk kupu-kupu dari ruas Jalan DI Panjaitan, Jalan Dr Sutomo, hingga kawasan Calaca. Seluruh ruas jalan itu diramaikan oleh warga dan atraksi Cap Go Meh. Kawasan tersebut bertetangga dengan Kampung Arab, tempat tinggal warga keturunan Arab di Manado.
Acara dimeriahkan pula dengan gempita suara musik bambu asal Sangihe serta drum band dari anak sekolah yang berpadu dengan tarian tradisional kabasaran dari Minahasa. Ada pula karnaval kendaraan hias dan kuda Lo Tjia yang menambah semarak suasana.
Perayaan Cap Go Meh di Manado diklaim terbesar dengan penampilan 12 tang sin dari 10 kelenteng di Manado. Beberapa tang sin terlihat melakukan atraksi menusuk besi tajam ke lidah yang disambut dengan sorakan warga. Sejumlah tang sin lain tampak menusuk pipi dengan besi tajam, ada pula yang memukulkan pedang tajam ke tubuhnya. Atraksi tersebut menjadi puncak perayaan Cap Go Meh di Manado.
Ritual Cap Go Meh di Manado juga memiliki keunikan yang tak dimiliki daerah lain di Indonesia, seperti Singkawang, Jawa, dan Sumatera.
Tokoh masyarakat Tionghoa di Manado, Hengky Wijaya, mengatakan, aksi para tang sin menggambarkan karakter dewa yang masuk ke tubuh. Bagi umat Tridharma, karakter tang sin yang berbeda-beda menunjukkan dewa yang masuk ke dalam tubuh berbeda pula.
Pemerhati budaya Tionghoa, Sofyan Yosadi, mengatakan, perayaan Cap Go Meh di Manado lebih ekspresif dan terbuka yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Khusus di Manado, sejak dahulu masyarakat umum menyebut perayaan yang digelar 15 hari setelah Imlek itu dengan istilah ”Tapikong”. Hal itu ditandai dengan kehadiran Kelenteng Ban Hing Kiong sejak abad ke-17 di kawasan itu.
Ia menambahkan, ritual Cap Go Meh di Manado juga memiliki keunikan yang tak dimiliki daerah lain di Indonesia, seperti Singkawang, Jawa, dan Sumatera. Di Manado, ritual Cap Go Meh biasanya didahului dengan prosesi bertanya melalui Po Poe terkait bisa atau tidaknya Cap Go Meh dirayakan di luar Kelenteng Ban Hing Kiong.
Sofyan menuturkan, ritual Po Poe itu sangat khas Manado, bahkan di China tidak digelar ritual itu dalam Cap Go Meh. ”Pada beberapa tahun lalu, Cap Go Meh hanya dilaksanakan di dalam Kelenteng Ban Hing Kiong,” ujarnya.