Media sosial Instagram, dengan fitur utama tampilan visual seperti potongan video dan foto adalah etalase bagi pemiliknya. Makanya, apa yang terpampang di sana bisa membentuk anggapan orang yang melihat. Tidak heran, orang berlomba-lomba menata untaian foto (feed) di Instagram. Feed yang bagus dipercaya membawa rezeki dan hoki. Masa sih?
Saya memulai Instagram dari tahun 2011. Sebenarnya total foto di akun @captainruby itu ada 1.400 foto, karena saya posting tiap hari. Kemudian banyak yang saya arsipkan dan tersisa 153 foto,” kata Fellexandro Ruby (31), pekan lalu.
Yang ia maksud “diarsipkan” adalah menghapus unggahan (post) dari tampilan publik. Jadinya, 29.600 pengikut akun @captainruby hanya melihat foto-foto bertema makanan dari berbagai belahan dunia, dengan nuansa warna kalem. Dia memasang foto es krim ketika di New York, AS, kedai kopi di Somerset, Inggris, juga foto makaroni dari Kelapa Gading, Jakarta. Sudah setahun terakhir ini feed Instagram dia melulu berisi makanan dan jalan-jalan.
Ruby mengurusi sendiri semua foto-foto itu, mulai dari menata perspektif gambar, mengatur cahaya, sampai editing. “Saat menata menu, saya sudah mikir bagaimana makanan ini akan saya foto,” kata lulusan Jurusan Bisnis Universitas Bina Nusantara ini. Teknik fotografi ia pelajari dari kursus setahun.
Dari semula sekadar foto-foto, Ruby kini membuka agensi digital bernama Wanderbites, yang merancang strategi pemasaran digital sejumlah restoran, kafe, dan hotel. Akun @wanderbites.co dia pakai sebagai portofolio bisnisnya.
Makanan juga jadi fokus utama dalam feed akun @benzutomo milik Benz S Utomo (27). Ya terang saja, Benz adalah salah seorang demi chef di Hotel Novotel Sydney Central, Australia. Sebagian foto-foto bernuansa cerah itu adalah makanan yang dia masak sendiri.
Benz membuat akun Instagram sejak 2014. Setahun kemudian ketika berkelana ke Singapura, Malaysia, Hong Kong, Shenzhen, Jepang, Taiwan, dan Filipina selama dua bulan penuh, lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung ini mulai rutin pajang foto di Instagram.
“Semula, akun Instagram itu aku perlakukan seperti Facebook saja, upload untuk curhat. Tapi sejak 2018, aku rombak supaya tampak lebih profesional. Temanya adalah I eat, I travel, I socialize,” ucapnya.
Akun Instagram Benz adalah ajang ekspresi diri, dan berjejaring. “Sejak mulai jadi foodie, aku banyak kenal teman-teman baru, kenal dunia influencer. Siapa tahu di masa depan aku bisa jadi food consultant karena dapat banyak ide,” kata Benz.
Utamanya foto
Putri Silalahi, Instagram Communication Asia-Pacific, memberi tahu karakteristik fokus perhatian pengguna ketika melihat sebuah unggahan di lini masa. “Yang jadi perhatian pertama kali adalah fotonya. Jika terkesan, dia akan mencari tahu apa akunnya. Caption (teks foto) biasanya jadi yang terakhir, atau malah dilewatkan,” kata Putri.
Jadi tahu, kan, betapa pentingnya memperhatikan estetika foto/video kita di Instagram.
Jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada Desember 2018 terhadap 512 responden mahasiswa di 16 kota di Indonesia menemukan, tiga dari sepuluh mahasiswa mengatur tampilan feed Instagram secara tematis. Mereka hanya mengunggah foto sesuai dengan tema tertentu. Pengguna yang menetapkan tema makanan, misalnya, membatasi unggahan hanya pada tempat makan, jenis makanan, dan cara memasak.
Proses menampilkan tema tertentu itu dimulai dari tahap pra-unggah. Mereka mengurasi materi visualnya terlebih dulu. Sebanyak 35,1 persen melakukan editing, dan 27,7 persen menunda sampai punya waktu luang untuk memilah.
Beberapa dari mereka (9,6 persen responden) tak segan mengedit ulang atau menghapus unggahan jika dirasa sepi apresiasi—komentar maupun likes.
“Feed Instagram itu menunjukan siapa pun mereka, ingin dikenal sebagai apa. Misal, kalau hobi foto fashion, mungkin suatu saat ada produk busana yang mengajak kolaborasi. Untuk ke situ perlu konsistensi,” kata Brand Designer Mada Riyanhadi (28).
Berdasarkan pengamatan Mada, editing materi unggahan ini umumnya “memperbaiki” nuansa warna. Ada pengguna yang seluruh fotonya bernuansa monokrom, ada juga yang suka dengan nuansa pastel nan lembut, tak sedikit pula menampilkan warna-warni yang menonjok, atau vibrant.
Tommy A Steven (25) memilih nuansa warna gelap—coklat, hitam, abu-abu—untuk materi foto-foto akun @revoltindustry. PIlihan itu bukannya tanpa alasan. Akun itu adalah akun produk aksesoris berbahan dasar kulit yang ditujukan untuk pria.
Feed Instagram itu menunjukan siapa pun mereka, ingin dikenal sebagai apa. Misal, kalau hobi foto fashion, mungkin suatu saat ada produk busana yang mengajak kolaborasi. Untuk ke situ perlu konsistensi.
“Barang-barang berbahan kulit ya warnanya coklat, kan,” kata disainer grafis, yang bertanggung jawab atas materi visual merek Revolt Industry ini.
Menurut Tommy, setiap akhir pekan mereka membahas materi unggahan untuk pekan berikutnya. Selain memilih foto, mereka juga membahas narasi apa yang hendak disampaikan.
Keseriusan menggarap materi unggahan juga diterapkan Felly Andoyo (28), pendiri Hevn Bakery, yang merintis usahanya lewat Instagram ini. Foto-foto yang ditampilkan di akun @hevncake dirancang sedemikian rupa untuk menggoda selera. Ada foto detil kue brownies yang merekah sampai tekstur coklatnya terlihat. Ada juga video kue sus yang fla kuningnya meleleh ketika dipencet. Sluurp!
Jadi, sudah siapkah menata feed akun Instagram-mu? Pastikan kamu tidak abai menata kehidupan nyata, ya. (ARITA NUGRAHENI/LITBANG KOMPAS)