DENPASAR, KOMPAS — Perekonomian Bali tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Sejumlah indikator kesejahteraan, misalnya tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional. Namun, Bali masih menghadapi persoalan ketimpangan kesejahteraan antarsektor perekonomian dan ketimpangan antarwilayah.
Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Gede Oka Artha Ardana Sukawati atau Tjok Ace dalam diskusi publik bertema ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali sebagai Spirit Pembangunan Ekonomi di Bali” di Denpasar, Rabu (20/2/2019).
”Pemerintah Provinsi Bali kini berperan menata pembangunan, menyamakan persepsi agar tidak tumpang tindih, meskipun eksekusi (pelaksanaan) pembangunannya di kabupaten dan kota,” kata Tjok Ace.
Pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 6,35 persen pada 2018 dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota berada di atas 5 persen. Tingkat kemiskinan di Bali per September 2018 sebesar 3,91 persen, jauh lebih rendah dari tingkat kemiskinan secara nasional yang mencapai 9,66 persen. Pengangguran terbuka di Bali juga tercatat hanya sebesar 1,37 persen, lebih rendah ketimbang angka secara nasional yang mencapai 5,34 persen.
Tjok Ace menyatakan, indikator-indikator itu menunjukkan Bali seolah-olah sudah sejahtera dan pembangunan berjalan merata. Akan tetapi, menurut dia, pembangunan di sejumlah daerah di Bali sesungguhnya masih timpang.
”Ketimpangan antarwilayah masih terjadi. Pembangunan di Kabupaten Karangasem dan Bangli, misalnya, masih lambat dibandingkan dengan kabupaten lain,” kata Tjok Ace.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali tahun 2017 mencapai 74,30. IPM Kabupaten Badung tercatat sebesar 80,54 dan IPM Kota Denpasar sebesar 83,01. Namun, IPM Kabupaten Bangli sebesar 68,24, sedangkan IPM Kabupaten Karangasem sebesar 65,57.
Hingga 2016, produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita di Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem tercatat paling kecil dibandingkan dengan PDRB per kapita di Kota Denpasar dan enam kabupaten lainnya.
Selain itu, Tjok Ace juga menyebutkan, perekonomian Bali belum seimbang. Sebesar 73 persen PDRB Provinsi Bali berasal dari sektor pariwisata, sedangkan sektor pertanian hanya berkontribusi sekitar 14 persen. ”Permasalahan Bali sudah jelas, masih ada ketimpangan antarsektor dan ketimpangan antarwilayah,” katanya.
Pemerintah Provinsi Bali menetapkan visi pembangunan ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang mengandung makna menjaga keseimbangan Bali, baik secara jasmani (sekala) maupun rohani (niskala), secara semesta dan berencana. Tjok Ace menyatakan, Pemprov Bali menerapkan konsep pembangunan satu pulau satu tata kelola.
Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Ni Ketut Rasmini, mengatakan, perempuan di Bali berperan dalam pertumbuhan ekonomi dengan fungsi ganda, yakni dalam ranah domestik dan melalui sektor pekerjaan formal/informal. Jumlah perempuan di Bali yang bekerja, menurut Rasmini, hampir sebanding dengan jumlah laki-laki yang bekerja.
Pembicara lainnya, Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kanti Made Arya Amitabha, menyebutkan, BPR bersinergi dengan pengusaha dalam mendukung pembangunan Bali yang menyeluruh dan terencana. Hal itu sejalan dengan visi pembangunan Bali, yakni ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
Menurut Amitabha, penguatan pengusaha lokal, termasuk bank lokal, akan mendukung pembangunan sektor-sektor perekonomian Bali.