Usaha Rintisan di Instagram, Bukan Sekedar Katalog
Instagram kini tak ubahnya “pasar” dalam bentuk baru. Mau beli barang atau jasa apa saja tersedia. Para pengusaha muda dari Surabaya berikut ini merancang tampilan akun Instagram bisnis mereka sedemikian rupa. Cara itu dipercaya mampu menarik perhatian calon konsumen mereka.
“Kami nggak mau asal masukin foto atau caption, karena ini bukan cuma sekadar katalog. Kami mau membagikan nilai produk kami,” kata Licke Mayasari yang bertanggung jawab atas strategi pemasaran produk Peapepo di Surabaya, Kamis (14/02/2019).
Peapepo adalah usaha kerajinan tangan berbahan kertas yang didirikan tiga sekawan ketika masih kuliah pada 2014. Mereka adalah Kevin Andy, Evelyn Giovanny, dan Ronald Surjadi. Licke bergabung setahun kemudian menggantikan Evelyn.
Produk mereka umumnya adalah cenderamata berbasis gambar karikatur. Tapi bukan cuma gambar saja yang mereka tawarkan. Gambar itu bisa mereka rancang menjadi bentuk tiga dimensi, dan dikemas ke dalam pigura, maupun tabung transparan.
Produk itu bisa jadi kado kelulusan kuliah, ulang tahun, pernikahan, atau momen penting yang lainnya, sesuai permintaan. Supaya produk itu bersifat personal, mereka mendengar cerita mengenai latar belakang pribadi pemesan, atau calon penerima produknya.
“Setiap pemesan diminta untuk menceritan profil subyek yang akan kami buatkan gambarnya. Misalnya, ada pertanyaan tentang hobi. Data itu didapat dari formulir pemesanan, atau bisa saja admin kami wawancara. Data itu perlu, karena setiap orang punya momen masing-masing. Itulah nilai kami,” kata Kevin.
Di Instagram, usaha mereka makin moncer. Karakteristik Instagram yang mengedepankan materi visual menguntungkan mereka. Seperti yang diungkapkan Licke, materi unggahan mereka tidak sembarangan.
“Kami mengolah foto-foto di software Illustrator. Caption diusahakan tidak murahan, menyesuaikan tema apa yang mau kami angkat,” kata Licke.
Di akun @peapepo, tak cuma terlihat jajaran produk saja. Ada unggahan video tentang tips membuat kartu ucapan Valentine. Rupanya, unggahan itu termasuk salah satu yang paling banyak ditengok. Dengan begitu, usaha mereka makin dikenal.
Kini, mereka bisa mengerjakan sampai 150 unit kerajinan tangan setiap bulannya, dan sudah mengirim ke berbagai daerah seperti Medan, Batam, Kupang, Makassar, juga Malaysia serta Singapura.
Putri Silalahi, Instagram Communication Asia-Pacific menyebutkan, pebisnis tak hanya berlaku sebagai usahawan pada umumnya di media sosial bikinan Kevin Systrom dan Mike Krieger itu. “Pebisnis juga berlaku sebagai content creator. Ini perlu bagi mereka yang mau mengembangkan product knowledge,” kata Putri.
Hingga akhir 2018, tak kurang ada 25 juta akun bisnis di Instagram. Sebagian besar di antaranya bisnis berskala kecil dan menengah. Menurut Putri, banyak kaum muda berusia di bawah 30 tahun menggunakan Instagram sebagai lapak bisnis pertama mereka.
Bangun interaksi
Agung Dwi Kurnianto (28) mengamini pendapat Putri. Akun usahanya, @revoltindustry tak melulu mencantumkan produk teranyar. Bahkan tak ada harga produk aksesoris berbahan kulit di tiap unggahannya. Dia justru menunjukkan karakteristik produk, dan juga menampilkan sosok pekerjanya.
“Aku tidak menyebutkan harga di caption supaya ada interaksi. Makanya, kolom komentar, jalur pesan pribadi (direct message) jadi ramai,” ujar Agung yang merintis usaha ini sejak 2014.
Interaksi itu pun dirancang sedemikian rupa. Komentar dan pesan mereka balas dengan menyebut nama sehingga terasa akrab. Interaksi itu juga berlanjut di “jalur darat”. “Akhir tahun lalu aku kirim kartu pos ke pelanggan dengan tulisan tangan. Lumayan pegal juga menulis 4.000-an kartu,” lanjut Agung.
Kini, aksesoris seperti ikat pinggang, dompet, gantungan kunci, aneka rupa wadah, dan sarung tangan buatannya tak cuma diminati orang per orang. Beberapa perusahaan juga memesan buatan Revolt Industry sebagai cenderamata. Mereka pernah berkolaborasi dengan merek sepeda motor pabrikan Jepang.
Akhir tahun lalu aku kirim kartu pos ke pelanggan dengan tulisan tangan. Lumayan pegal juga menulis 4.000-an kartu.
Bengkel yang berlokasi di sebuah rumah sewaan di daerah Kutisari, Kota Surabaya, kini riuh dengan aktivitas 26 pekerjanya. Sebelum “berkandang” di sana, mereka menyewa garasi rumah orang tua salah satu teman mereka. Bengkel pertama itu, beserta gulungan kulit mentah, terbakar habis pada akhir 2014. Tapi Agung tak patah semangat. “Pemilik rumahnya pasti lebih sedih dari kami,” ujarnya.
Sedikit berbeda dengan Revolt Industry, Felly Andoyo (28) masih mencantumkan harga kue-kue buatannya di akun Instagram usahanya @hevncake. Peminat bisa memesan kue itu melalui kanal pesan pribadi. Tak cuma itu, Felly juga menjajakan aneka kue seperti bolu spikuk, brownies, maupun sus kering, di beragam toko daring seperti Tokopedia, Shopee, Go-Food, juga kanal pecakapan WhatsApp.
Namun begitu, Instagram adalah platform penting bagi bisnis yang drintis Felly sejak di bangku SMA pada 2006 ini. Fitur stories dia pakai untuk melakukan jajak pendapat kecil-kecilan, namun penting. “Keputusan buka toko ini juga atas permintaan orang-orang di Instagram,” kata perancang busana lulusan Shanghai ini.
Kurang dari setahun bertoko di daerah Simpang Darmo, Kota Surabaya, penjualan kuenya melejit hingga 4.000 boks per bulan. “Banyak yang pesan kue via Instagram, lalu ambil ke toko ketika sempat,” kata Felly.