Akses Digital Bervariasi
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi digital sudah menjadi kebutuhan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Meski demikian, kemampuan UMKM dalam mengakses teknologi digital masih bervariasi.
Oleh karena itu, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap didampingi dan dilatih agar memanfaatkan teknologi digital secara kontinu.
Pemanfaatan teknologi digital itu antara lain berupa keikutsertaan di laman pemasaran dalam jaringan atau perdagangan elektronik.
”Secara spesifik kami bekerja sama dengan pasar daring untuk membantu pelaku koperasi dan UMKM agar bisa bergabung. Arah kami adalah agar mereka bisa go online,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Meliadi Sembiring, Rabu (20/2/2019).
Menurut Meliadi, jumlah UMKM di Indonesia cukup besar, hingga 62 juta usaha.
Sementara, Kementerian Perindustrian juga memiliki program e-Smart IKM untuk membantu pelaku industri kecil menengah (IKM) memanfaatkan perkembangan teknologi. Hal itu untuk mendukung produksi dan promosi.
Melalui program e-Smart IKM, pemerintah memfasilitasi pelaku IKM bekerja sama dengan pasar daring di dalam negeri. Kerja sama itu antara lain dengan Bukalapak, Tokopedia, Shopee, BliBli, Blanja.com, Ralali, dan Gojek Indonesia.
Berdasarkan data Kemenperin, sejak diluncurkan pada 2017, sebanyak 5.945 pelaku usaha sudah mengikuti lokakarya e-Smart IKM.
Industri logam mendominasi hingga 40,99 persen dari total transaksi di e-Smart IKM. Berikutnya, sektor industri mode 30,13 persen, industri makanan dan minuman 23,50 persen, industri herbal 1,22 persen, industri furnitur 0,90 persen, serta industri kreatif dan lainnya 0,72 persen.
Menu khusus
Dalam kesempatan terpisah, Senior Vice President Merchant Sales Operation and Development Blibli.com, Geoffrey L Dermawan, menuturkan, dalam tampilan menu ”kategori belanja” di laman dan aplikasi ada submenu ”Galeri Indonesia”. Submenu ini berkembang sejak 2016 untuk mengakomodasi produksi UKM lokal.
Di Galeri Indonesia, produk yang dijual antara lain pakaian batik, bumbu masak, dan makanan ringan. Sejak 2018, nama Galeri Indonesia berubah menjadi Kreasiku. Saat ini 3.655 produsen bergabung di Kreasiku.
”Produsen yang ada di Kreasiku benar-benar pembuat barang. Kreasiku adalah wujud komitmen kami mendukung kreativitas lokal dan UMKM produsen,” tegas Geoffrey.
Komitmen serupa disampaikan platform e-dagang Aku Suka atau biasa disingkat KuKa. KuKa adalah laman pemasaran dan menyediakan jual beli barang dari produsen ke konsumen, dengan fokus pada produk buatan lokal Indonesia.
Head of Communications KuKa, Stephanie Edelweiss, menyebutkan, sekitar 5.000 produsen lokal bergabung di KuKa. Dari jumlah itu, 1.000-2.000 produsen tergolong aktif.
”Kekuatan produk lokal pada nilai, cerita, dan kualitas. Ketika membangun KuKa, kami secara sadar ’membiarkan’ produk lokal bersaing di dunia perdagangan lintas batas wilayah, termasuk ke luar negeri,” ujarnya.
Stephanie menjelaskan, pihaknya mengurasi setiap jenis produk yang masuk demi menjaga kredibilitas KuKa. Pada saat penilaian, tim KuKa akan melihat visi misi, konsep merek, dan nilai sosial ekonomi yang diusung oleh produsen.
Menurut dia, masih ada sejumlah UMKM produsen beberapa kali mengubah merek barang atau berganti bidang usaha. ”Jika tidak memiliki konsep atau visi misi usaha yang jelas dan kuat, UMKM akan kesulitan menghadapi pasar e-dagang,” kata Stephanie.
Head of Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo mengungkapkan, Shopee Indonesia menjadi mitra kementerian/lembaga. Dari kemitraan ini, Shopee berperan melatih UMKM binaan kementerian/lembaga tersebut agar terjun memasarkan produk ke platform e-dagang.
Pada 2018 ada 5.000-10.000 UMKM binaan kementerian/lembaga yang ikut program Shopee Indonesia ”Small Medium Enterprise Development”. UMKM tersebut merupakan produsen yang sehari-hari memasarkan barangnya secara luar jaringan.
Shopee Indonesia juga mengembangkan program pembinaan bernama Kampus Shopee. Program ini menyasar UMKM, baik produsen maupun penjual kembali.
”Peran kami mengedukasi UMKM agar memiliki pemasaran digital yang bagus. Kami juga mengajari cara mengemas barang lebih baik dan menarik pembeli saat membuka pesanan. Sementara untuk peningkatan kapasitas, mutu, dan seluk-beluk masalah produksi barang, pemerintahlah yang punya peran,” tutur Radityo.
Shopee Indonesia memiliki 1,6 juta mitra aktif yang di dalamnya sudah bercampur UMKM produsen, UMKM penjual kembali, dan produsen berskala industri besar. Sekitar 80 persen penjualan yang bersumber dari kategori belanja populer berasal dari pesanan ke UMKM mitra.
Dia menambahkan, mulai 2019, Shopee Indonesia menyisir UMKM, baik penjual kembali maupun produsen yang memiliki kinerja kurang baik. Ia mencontohkan, UMKM itu kurang responsif menanggapi pembeli dan jarang memperbarui status barang. Mereka akan diikutkan kelas pelatihan berjualan daring.
CEO Office Manager Tokopedia Priscilla Anais menyebutkan, 70 persen mitra penjual adalah pebisnis baru. Mereka menjadikan Tokopedia sebagai awal merintis bisnis.
”Merchant (mitra penjual) Tokopedia tumbuh dari 4 juta tahun lalu menjadi 5 juta sekarang. Mereka menyebar dari sejumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia, termasuk mitra penjual berlatar belakang UMKM. Meski sekarang kami memiliki aneka layanan, layanan jual beli barang tetap dominan,” katanya. (MED/CAS)