JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan asuransi PT AXA Mandiri Financial Services mulai mengubah strategi berbisnis guna mendorong pertumbuhan perusahaan pada 2019. Strategi yang digunakan adalah meningkatkan hubungan dengan nasabah agar memahami jenis produk asuransi yang dibutuhkan.
Presiden Direktur PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) Handojo Gunawan Kusuma seusai peluncuran Layanan Eksklusif AXA Mandiri” di Jakarta, Kamis (21/2/2019), mengatakan, AXA Mandiri mencatat pertumbuhan kinerja perusahaan yang kurang menggembirakan pada 2018. Pada 2019, perusahaan ditargetkan bertumbuh di atas 10 persen.
Untuk mendorong pertumbuhan tahun ini, perusahaan akan fokus untuk berdiskusi langsung dengan nasabah mengenai produk asuransi yang tepat untuk dibeli. ”Kami akan menjauhkan metode penjualan produk asuransi yang konvensional. Kami akan berdiskusi tentang apa yang mereka butuhkan sebelum menyodorkan produk,” tutur Handojo.
Menurut dia, strategi tersebut diperlukan karena setiap fase hidup nasabah membutuhkan jenis asuransi yang berbeda. Dengan demikian, kualitas hubungan antara nasabah dan perusahaan akan meningkat.
”Kami akan menjauhkan metode penjualan produk asuransi yang konvensional. Kami akan berdiskusi tentang apa yang mereka butuhkan sebelum menyodorkan produk,” tutur Handojo.
Salah satu target nasabah yang ingin dikembangkan AXA Mandiri adalah nasabah affluent (makmur/berkelimpahan) dengan nilai premi di atas Rp 100 juta. Dari 1,2 juta nasabah AXA Mandiri, terdapat 18.000 nasabah affluent.
AXA Mandiri memiliki layanan eksklusif yang dirancang untuk melayani nasabah di segmen tersebut ketika sakit di rumah sakit tertentu di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan China. Layanan yang diberikan di antaranya berupa pemberian layanan prioritas ketika masuk dan keluar rumah sakit serta pendampingan staf untuk mengurus administrasi.
”Pelayanan eksklusif didasari pemikiran bahwa nasabah ingin fokus memulihkan kesehatannya. Kami juga memberikan pelayanan di luar negeri karena tren medical tourism mulai meningkat,” kata Handojo.
Dokter dari Ciputra Hospital, Maria Dewi Indrawati, menambahkan, pasien kerap mengeluhkan prosedur dan waktu yang harus ditempuh dalam memproses klaim asuransi di rumah sakit. ”Pasien membutuhkan bantuan agar pengurusan klaim berjalan lancar,” tuturnya.
Masih menjanjikan
Handojo melanjutkan, pasar Indonesia masih menjanjikan bagi industri asuransi. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi baru mencakup 3,01 persen dari seluruh penduduk pada November 2018.
Pengamat industri asuransi, Irvan Rahardjo, menyampaikan, penetrasi asuransi di Indonesia merupakan terendah kedua setelah Vietnam di antara negara ASEAN lainnya. Perkembangan penetrasi asuransi di Indonesia terkendala masalah sosialisasi, budaya, dan pemahaman terkait fungsi asuransi.