Daerah pemilihan Banten III yang meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah dengan jumlah pemilih terbesar nomor dua pada Pemilu 2014. Akan tetapi, ada lebih dari 1,2 juta pemilih (29,34 persen) tidak menggunakan hak suara saat itu. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pemilih yang tidak menggunakan hak suara dalam skala nasional (24,89 persen).
Pada Pemilu 2019, jumlah pemilih di daerah pemilihan (dapil) ini mencapai 4,3 juta orang, hampir dua kali lipat dari rata-rata pemilih seluruh dapil di Indonesia (2,4 juta orang). Pemilih terkonsentrasi di Kabupaten Tangerang sebanyak 2,1 juta.
Tiga daerah yang merupakan kota-kota satelit bagi DKI Jakarta ini mulai berkarakter sebagai metropolitan. Dilihat dari aspek manusia, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di sini tergolong tinggi. IPM 2017 mencapai 76,27 atau lebih tinggi dibandingkan IPM nasional (69,88).
Pengelolaan kotanya juga cukup baik jika dilihat dari capaian Kota Tangerang yang menduduki peringkat kedua Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 dan Kota Tangerang Selatan yang meraih peringkat ke-3 IKCI 2018.
Dari aspek sosial, angka kemiskinan di dapil ini cukup rendah, yaitu 4,03 persen, jauh lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 11,23 persen (2017). Dari skala perekonomian, total PDRB di dapil ini pada 2017 mencapai Rp 337,03 triliun. Angka ini lebih besar dibandingkan rata-rata nasional yang hanya Rp 169,86 triliun. Bahkan, tiga daerah ini menyumbang 59,35 persen PDRB Provinsi Banten.
Meski aspek ekonomi dan sosial cukup baik, aspek politik dapil Banten III ditandai dengan rendahnya partisipasi pemilih. Pada Pemilu 2014, tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 70,66 persen, di bawah rata-rata partisipasi pemilih di dapil seluruh Indonesia yang 75,11 persen.
Pemilu 2019 mempertemukan 147 calon anggota legislatif dapil Banten III yang memperebutkan 10 kursi DPR. Caleg tersebut didominasi pendatang baru (85,71 persen) dan berjenis kelamin laki-laki (67,35 persen).
Rendahnya partisipasi pemilih di dapil penyangga ini menunjukkan, daerah yang tergolong baik dari sisi ekonomi dan kesejahteraan tidak menjamin penduduknya tertarik mengikuti pesta demokrasi. (YOESEP BUDIANTO/LITBANG KOMPAS)