Kasus Suap Hakim Merry, Penyuap Intens Mencari Hakim
Oleh
A Ponco Anggoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tamin Sukardi, pengusaha yang diduga menyuap hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, bersama staf Tamin, Sudarni, berulangkali mencari Sontan Merauke Sinaga menjelang putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan atas kasus korupsi Tamin, 27 Agustus 2018.
Sontan yang menjadi salah satu hakim yang menangani kasus Tamin, diduga coba ikut disuap agar tidak memvonis bersalah Tamin. Tamin saat itu, didakwa atas kasus pengalihan tanah negara milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar.
Untuk diketahui, selain Sontan, dua hakim lain yang menangani perkara Tamin adalah hakim ketua Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim anggota Merry Purba.
Upaya Tamin dan Sudarni yang intens mencari Sontan tersebut, diungkapkan oleh Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Medan Oloan Sirait saat menjadi saksi untuk terdakwa Merry Purba, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Menurut Oloan, Tamin dan Sudarni pertama kali menghubunginya untuk mencari Sontan, Sabtu (25/8/2018) pagi atau dua hari menjelang putusan Tamin. Saat itu, mereka ingin tahu alamat rumah Sontan Merauke Sinaga.
“Apakah Bapak tidak bertanya, apa urusannya Sudarni bertanya tentang Sontan Sinaga?” tanya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Putra Iskandar .
Kemudian, Sabtu sore, Tamin kembali menghubungi Oloan. Kali ini, Tamin meminta Oloan mampir ke kantornya. Dalam pertemuan yang disebut Oloan berlangsung selama sekitar 10 menit itu, yang dibicarakan hanya alamat rumah lengkap Sontan.
Uang minyak
“Sewaktu pulang dari sana, sempat dibisiki sesuatu oleh Sudarni?” tanya Putra.
“Iya. Aku dibisikinya ‘mungkin bapak ini sudah ada yang keluar’ gitu katanya,” jawab Oloan.
Oloan mengatakan dirinya tidak menanyakan makna perkataan dari Sudarni itu karena terburu-buru. Sepulangnya dari sana, Sudarni kembali menghubunginya, ia ditanyai adakah uang minyak untuk putusan kasus itu. Uang minyak diduga digunakan sebagai kode untuk menerangkan uang suap dari Tamin.
“Kan saya lagi di jalan itu bising, ‘Ada dikasih uang minyak?’ katanya (Sudarni-Red). Ya aku bilang ‘ada saja’, waktu itu supaya cepat putusnya (telepon),” kata Oloan.
Oloan menyebutkan nominal uang minyak itu sebesar Rp 1 juta. Namun dia mengaku asal menyebutkannya. Ini karena dirinya ingin segera mengakhiri pembicaraannya dengan Sudarni tersebut.
Sebelum sidang
Selanjutnya, Sudarni kembali mencari Sontan beberapa jam sebelum putusan, 27 Agustus 2018.
Saat itu, Sudarni menghubungi Oloan dan menemui Oloan di kantin PN Medan. Dalam pertemuan, Sudarni menanyakan apakah Sontan sudah tiba di kantor. Oloan menjawab dirinya tidak mengetahuinya.
Kembalikan uang
Usai Tamin divonis bersalah dan dihukum enam tahun penjara, Sudarni kembali menghubungi Oloan. Percakapan itu menggunakan bahasa Batak, yang diterjemahkan artinya agar Sudarni dan Tamin mengambil kembali uang yang telah diserahkan kepada majelis hakim.
Tidak etis
Selain soal upaya Tamin dan stafnya mencari Sontan, dalam sidang itu, Jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan telepon antara Tamin dan Oloan, pukul 10.13, 27 Agustus 2018. Dalam percakapan itu, muncul kalimat ‘ada harapan kalau gitu?’ ‘Iya ada’. Jaksa pun mengonfirmasi maksud dari kalimat itu.
“Bukan saya yang bilang itu, Pak,” kata Oloan.
“Lho ini suara Bapak,” balas Putra.
Jaksa terus-menerus mengonfirmasi maksud percakapan. Namun, Oloan tetap bersikukuh tidak mengetahui arti kalimatnya.
“Kan sudah ku bilang Pak, aku kurang jelas dengan telepon itu. Jadi ku iyakan semua,” jawab Oloan.
Percakapan yang dilakukan sebelum sidang antara terdakwa dan panitera tersebut, dinilai ganjil oleh jaksa KPK.
“Ini masalah sensitif lho Pak. Orang mau diputus perkaranya, bapak tahu kan dia terdakwa dan akan diputus perkaranya hari itu juga,” kata Putra.
Selain Oloan, ada dua saksi lain yang dihadirkan dalam sidang tersebut, yaitu Panitera PN Medan Marten Teny Pietersz dan Panitera Muda khusus Tipikor PN Medan Wahyu Prabowo Yulianto.
Seperti diketahui, dalam perkara ini, Merry didakwa menerima suap sebesar 150.000 dollar Singapura dari Tamin. Uang itu diterima Merry melalui Helpandi, panitera pengganti pada Pengadilan Tipikor Medan.
Pemberian uang tersebut untuk mempengaruhi putusan terhadap kasus terdakwa Tamin. Selain itu, agar majelis hakim memutus Tamin tidak terbukti bersalah dan divonis bebas. (MELATI MEWANGI)