KEK Mandalika Bangun Komunitas untuk Kembangkan Wisata
Obyek wisata Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kute, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengembangan pariwisata. Hal itu karena International Tourism Development Coorporation (ITDC) selaku pengelola kawasan itu, mendahulukan membangun komunitas atau pemberdayaan masyarakat lingkar kawasan dibanding membangun sarana akomodasi.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS-Obyek wisata Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kute, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengembangan pariwisata. Hal itu karena International Tourism Development Coorporation (ITDC) selaku pengelola kawasan itu, mendahulukan membangun komunitas atau pemberdayaan masyarakat lingkar kawasan dibanding membangun sarana akomodasi.
"Kalau ingin membangun destinasi utama resort, bangunlah komunitasnya dulu. Contoh terbaik ini adalah Mandalika ini,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya pada acara dialog kreatif di KEK Mandalika, Kute, Kamis (21/2/2019). Turut menjadi pembicara, koreografer Denny Malik dan perancang busana Samuel Watimena.
“Mandalika ini hotel-hotelnya belum selesai (dibangun), (sirkuit) Moto GP baru (dibangun) 2021. Tetapi sarana publiknya, masjid, UMKM Center, sudah selesai semua. Ini bagus sekali, komunitasnya dulu diselesaikan, baru hotel, resort dan lainnya,” ujar Menteri.
Menurut Abdulbar Mansoer, Presiden Direktur ITDC, kawasan itu dilengkapi Masjid ‘Nurul Bilad’ dan Kute Beach Park yang sudah selesai pembangunannya. Selain itu, disediakan komplek Bazar Mandalika untuk pelaku UMKM dan industri kreatif, sehingga mereka tidak lagi menjajakan barang dagangan di seputar pantai Kute.
Tercatat 303 pedagang asongan dan 143 pedagang lapak di kawasan itu yang akan menempati tempat berjualan dengan luas 2 x 5 meter dan 4 x 6 meter. Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo saat meresmikan KEK Mandalika, 11 Oktober 2017, konsep bazar itu 4C, meliputi Commerce (dagang), Culture, Creativity, dan Culiner,” tutur Abdulbar.
Dari total pedagang asongan dan pedagang lapak, ada 273 orang yang menjalin kerjasama dengan ITDC. Dari 273 pedagang, 73 di antaranya telah menandatangani perjanjian kerja sama.
Dalam dialog kreatif itu, koreografer Denny Malik menyatakan siap membantu lewat profesinya, karena NTB memiliki kekayaan budaya seperti seni tari dan seni musik. Kekayaan budaya itu harus dikemas dalam bentuk even dan pertunjukan yang lebih menarik dan mendunia.
Perancang busana Samuel Watimena juga merasa sangat rindu mengajak desainer muda datang melihat kekayaan kain tenun di Lombok, khususnya kaum milenial yang belum banyak mengetahui produk tenun di daerah. “Apalagi Lombok ini destinasi halal, sehingga kami melakukan pendekatan dari sudut fashion seperti membuat busana muslim,” ujarnya.
Sebelumnya Menpar meninjau kondisi terkini obyek wisata Gili Terawangan, Gili Meno dan Gili Air, pascagempa Lombok Juli-Agustus 2018. Ia juga meresmikan Gedung Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Negeri Lombok di Desa Puyung, Lombok Tengah. "Lulusan Poltekpar sebanyak 25 persen bekerja di luar negeri sebagai General Manager di Timur Tengah dan Malaysia," kata Menpar.
Menpar yakin, mutu sumber daya manusia pariwisata akan menjadi berkelas, dengan mendatangkan bakat terbaik dari seluruh dunia untuk mentransformasikan keilmuannya. “Mengirim ke luar negeri oke, tetapi kita tahu biaya tidak murah. Saya sangat yakin, orang terbaik didatangkan ke Indonesia akan sangat bagus bagi anak-anak kita, sehingga semua perguruan tinggi negeri di bawah Kemenpar harus ada kurikulum kelas dunia, siswa diajar profesional di bidangnya,” ucapnya.
Sementara Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengutarakan, keberadaan Poltekpar harus memberikan kesempatan bagi putra-putra NTB, khususnya Lombok Tengah, mengenyam pendidikan di sana. Pemprov NTB berupaya mencarikan dana agar anak orang miskin petani dan nelayan bisa sekolah di Poltekpar itu. “Jangan sampai anak-anak di Lombok Tengah menjadi penonton, tidak bisa sekolah karena tidak ada biaya," kata Gubernur NTB.