Kerugian Bulog Bisa Ditangani Kementerian Keuangan
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perum Bulog ditugaskan menyalurkan bantuan sosial beras sejahtera pada Januari-April 2019. Untuk keperluan itu, harga penggantian beras ditetapkan pemerintah sebesar Rp 10.219 per kilogram.
Beras bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) sebanyak 213.000 ton itu akan disalurkan Bulog untuk 53 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
”KPM itu tersebar di 295 kabupaten,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Lebih lanjut, Moeldoko menyebutkan, harga beras rastra itu sudah mempertimbangkan kondisi bisnis dan usaha Perum Bulog.
”Nanti akan diulas lagi oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Apabila dalam perjalanannya Bulog merugi, kerugiannya akan di-cover (ditalangi) Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Harga penggantian beras ditetapkan dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Rabu. Selain Moeldoko, rapat juga dihadiri Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Tjahya Widayanti.
Harga yang ditetapkan pemerintah itu lebih rendah daripada yang diajukan Bulog, yakni Rp 11.100 per kilogram. Harga tersebut sama dengan angka yang diajukan BPKP.
Dipertimbangkan
Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, yang dimintai pendapat secara terpisah menyebutkan, harga penggantian pemerintah yang diajukan Perum Bulog mesti dipertimbangkan. ”Sebagai badan usaha yang ditugaskan pemerintah melayani publik, Perum Bulog sebaiknya tidak merugi,” katanya.
Alamsyah berpendapat, harga yang diusulkan Perum Bulog dalam rapat koordinasi telah mempertimbangkan aspek operasional untuk menyalurkan rastra ke kabupaten yang tergolong terdepan, terluar, dan tertinggal. Ongkos ke daerah yang sulit dijangkau akan semakin mahal.
Jika aspek operasional distribusi Perum Bulog tidak menjadi pertimbangan, Alamsyah khawatir perusahaan mesti menanggung rugi. Keterlambatan penyaluran rastra juga menjadi salah satu risiko.
Moeldoko mengakui, KPM di 295 kabupaten itu masih kesulitan mengakses sinyal telepon dan belum memiliki infrastruktur transportasi yang baik. Adapun fasilitas e-warong sebagai sarana menyalurkan bantuan pangan nontunai juga belum siap.
Senada dengan Moeldoko, Agus Gumiwang menyatakan, pemerintah dan Kementerian Sosial masih membuka kemungkinan harga penggantian yang lebih fleksibel. Pemerintah akan mengevaluasi hal-hal nonteknis yang memengaruhi pasokan beras.
Terkait penetapan harga penggantian, Budi Waseso mengatakan, Perum Bulog setuju dengan evaluasi ulang dari segi nonteknis untuk menjangkau 295 kabupaten di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal.
”Hal-hal nonteknis yang bersifat riil di lapangan itu seperti biaya logistik. Misalnya, kalau daerah itu tidak bisa dijangkau kendaraan, harus ada biaya panggul,” katanya.