Transfer ilmu dari dunia industri ke pendidikan vokasi menjadi fokus revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK), sehingga lulusannya berdaya saing dalam dunia pekerjaan. Namun, dari sekitar 13.000 SMK yang ada, baru 2.500 sekolah yang direvitalisasi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Transfer ilmu dari dunia industri ke pendidikan vokasi menjadi fokus revitalisasi sekolah menengah kejuruan sehingga lulusannya berdaya saing dalam dunia pekerjaan. Namun, dari sekitar 13.000 SMK yang ada, baru 2.500 sekolah yang direvitalisasi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/2/2019), menyatakan, revitalisasi sekolah kejuruan membutuhkan waktu dan dana yang besar. Jumlah SMK yang perlu direvitalisasi mencapai 10.000 sekolah dengan biaya revitalisasi mencapai Rp 10 miliar per sekolah.
Dari hitungan itu, pemerintah membutuhkan hingga Rp 100 triliun untuk merevitalisasi semua SMK di Indonesia. Namun, kebutuhan dana itu dapat berkurang jika sekolah tersebut sebelumnya telah memiliki fasilitas penunjang. Pemerintah menargetkan 280 SMK mengikuti program revitalisasi pada 2019.
”Hasil dari program ini tidak bisa langsung terlihat karena proses belajar-mengajar butuh proses. Revitalisasi dimulai tahun 2017 dan hasilnya akan dilihat dua sampai tiga tahun ke depan. Saya berharap lulusan SMK yang bisa terserap industri mencapai 80 persen,” tuturnya di sela pantauan revitalisasi di SMK Negeri 9 Bandung.
Muhadjir menyatakan, dukungan terhadap revitalisasi ini difokuskan untuk melaksanakan konsep teaching factory, yakni menghadirkan kondisi dunia kerja di sekolah. Konsep transfer ilmu dan memasukkan suasana industri sesungguhnya ke dalam sekolah itu diharapkan dapat menumbuhkan karakter dan etos kerja siswa di sekolah.
Revitalisasi SMK merupakan kebijakan pemerintah pusat melalui instruksi presiden tahun 2016. Dalam instruksi itu, 11 kementerian dan seluruh pemerintah daerah diminta meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui SMK. Lulusan pendidikan vokasi ini pun perlu disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja sehingga dapat diserap secara maksimal.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Sartika menyatakan, di Jawa Barat terdapat 21 SMK yang telah direvitaliasasi. Anggaran revitalisasi di Jabar menyasar berbagai bidang yang dibutuhkan, di antaranya pariwisata, industri kreatif, dan kemaritiman.
”Kultur di sekolah sudah seperti di industri. Jadi, link and match (keterkaitan) sekolah dan dunia industri sudah sesuai dengan yang diharapkan,” katanya. Kepala SMKN 9 Bandung Edy Purwanto menambahkan, bantuan yang diberikan itu diarahkan untuk renovasi gedung dan penyediaan peralatan praktik.
Asistensi pelaku usaha
Revitalisasi yang dilaksanakan di SMKN 9 Bandung terlihat dari pendampingan pelaku usaha dalam proses belajar-mengajar di sekolah vokasi itu. Salah satu pengajar yang berasal dari kalangan profesional, Linna Widia (63), menyambut baik adanya keterlibatan pelaku usaha di dunia pendidikan.
Linna yang memiliki usaha kue kering Linna Cookies menyatakan, dengan adanya pendampingan dari dunia industri, siswa lebih siap masuk ke dunia kerja, bahkan di bidang tertentu bisa berwirausaha dengan bekal ilmu di SMK. Selain itu, penilaian bukan hanya dari produk yang dihasilkan, melainkan juga jumlah penjualan dari siswa.
Menurut Linna, konsumen adalah pemberi nilai yang terbaik bagi para siswa. Jika produk itu dikemas dan dipasarkan dengan baik, konsumen akan tertarik dan bersedia membeli produk.
”Kualitas kue yang siswa buat tidak kalah dengan produksi di pasaran. Apalagi, produk saya biasanya berkelas premium. Jadi, saya menerapkan standar yang sama dengan anak-anak. Produk mereka biasanya dijual melalui media sosial dan datanya akan masuk ke dalam penilaian,” ujarnya.