Meski regulasi yang ada melarang penerbitan sertifikat di bidang tanah yang berada di sempadan sungai, hal itu secara khusus akan diperjuangkan di Kalimantan Selatan.
BANJARMASIN, KOMPAS Penerbitan sertifikat untuk sekitar 13.000 bidang tanah di Kalimantan Selatan masih terkendala. Bidang tanah yang sudah ditempati warga secara turun-temurun sejak puluhan tahun itu dinilai menyalahi aturan tata ruang.
Sekitar 13.000 bidang tanah itu berada di sempadan sungai di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Meski obyek tanahnya jelas dan tidak bermasalah, tata ruangnya tidak memungkinkan untuk penerbitan sertifikat.
Norlina (51), warga Kelurahan Melayu, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, misalnya, belum juga memiliki sertifikat tanah sampai saat ini. Rumah kediaman Norlina dan keluarganya berada di bantaran Sungai Martapura.
”Jangankan sertifikat, segel atau surat keterangan tanah (SKT) kami kada (tidak) punya. Padahal, kami badiam (tinggal) di sini sudah dari zaman datu nini (kakek nenek),” ucapnya, Rabu (20/2/2019).
Norlina pernah mencoba mengurus legalitas tanahnya di kelurahan, tetapi tidak bisa diproses karena bidang tanahnya berupa sempadan sungai, yang disebut sebagai jalur hijau. Tepat di bawah rumahnya terdapat aliran Sungai Martapura.
”Waktu lagi halus (masih kecil), di bawah rumah ini masih tanah, sekarang sudah banyu (air) semua,” katanya.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalsel Yuniar Hikmat Ginanjar mengatakan, bidang tanah yang berupa sempadan sungai sejauh ini memang belum bisa disertifikat karena terkendala aturan tata ruang.
Namun, dengan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) saat ini, pihaknya akan memperjuangkan penerbitan sertifikat bidang tanah itu.
Kepemilikan atas tanah di bantaran sungai, menurut Ginanjar, merupakan persoalan khusus di Kalsel. Hal itu tidak lepas dari kearifan lokal masyarakat Banjar dengan budaya sungainya. Kearifan lokal itu tetap perlu diakomodasi.
”Saya akan sampaikan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang supaya ada diskresi khusus dari kementerian. Meski sempadan sungai, tetap bisa diberi sertifikat hak milik,” kata Ginanjar dalam peluncuran program PTSL 2019, kemarin.
Tahun ini, Kanwil BPN Kalsel menargetkan bisa memetakan 140.000 bidang tanah di Kalsel dan menerbitkan sertifikat hak milik untuk 69.000 bidang tanah. Hal ini diharapkan bisa semakin mempercepat reforma agraria di Kalsel.
Pada 2017, Kanwil BPN Kalsel menerbitkan 90.000 sertifikat tanah. Tahun lalu, diterbitkan 92.000 sertifikat. ”Itu jauh melampaui kerja rutin kami sebelumnya yang hanya menyertifikat 1.500 bidang tanah per tahun,” kata Ginanjar.
Pemerintah Provinsi Kalsel mengapresiasi percepatan reforma agraria yang dilakukan BPN.
”Kepastian kepemilikan tanah itu sangat penting, membuat masyarakat bisa hidup dengan tenang. Mereka juga akan sangat terbantu jika ingin mengembangkan usaha dengan modal sertifikat yang dimiliki,” kata Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Kalsel Hermansyah Manap.
Sulawesi Utara
Secara terpisah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memutuskan tidak lagi memperpanjang 54 hak guna usaha (HGU) yang sebagian besar dikelola pengusaha perkebunan. Seluruh lahan HGU bakal dihibahkan kepada rakyat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat petani.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, 54 lahan HGU itu telah telantar bertahun-tahun sehingga seluruh rekomendasi perpanjangan akan ditolak. Luasannya mencapai 16.000 hektar sebagian besar berada di Bolaang Mongondow Raya, Minahasa, dan Minahasa Selatan. (JUM/ZAL)