Sultan Minta Pelaku Vandalisme di Monumen Bersejarah Diproses Hukum
Oleh
Haris Firdaus/Nino Citra Anugrahanto
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta pelaku vandalisme atau corat-coret di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, Yogyakarta, untuk diproses secara hukum. Perilaku vandalisme itu dinilai telah mengotori dan merusak monumen yang dibangun untuk mengenang salah satu peristiwa bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tersebut.
”Vandalisme itu, kan, tidak sekadar usilnya anak muda, ya, tetapi juga merusak dan mengotori tempat-tempat yang semestinya harus bersih. Ya, kalau diproses saja karena itu ada kesengajaan,” kata Sultan HB X saat ditemui di kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, Rabu (20/2/2019).
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 berlokasi di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta dan dikelola oleh Museum Benteng Vredeburg. Monumen yang diresmikan Presiden Soeharto pada 1 Maret 1973 itu dibangun untuk mengenang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni penyerangan secara besar-besaran oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap tentara Belanda yang menguasai Yogyakarta dan sekitarnya.
Pada Sabtu (16/2/2019), sejumlah bagian Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 telah dicorat-coret oleh orang yang tak bertanggung jawab. Aksi corat-coret dengan cat itu antara lain dilakukan pada bagian relief yang mengisahkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Dari 25 panel relief, sedikitnya ada tujuh panel relief yang dicorat-coret. Pada sejumlah panel, coretan itu berbentuk telapak tangan.
Selain itu, coretan juga ditemukan pada dinding yang berada di bawah sejumlah patung di kompleks Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Coretan serupa juga terdapat di dinding bagian belakang monumen dan beberapa bagian lantai di monumen tersebut.
Sultan menyatakan, aksi vandalisme tidak hanya bisa diselesaikan dengan mengembalikan pelaku kepada orangtua untuk dibina. Sebab, pelaku vandalisme biasanya melakukan aksi secara berkelompok. Oleh karena itu, para pelaku dinilai perlu diproses secara hukum untuk menimbulkan efek jera.
”Tidak cukup kalau hanya (diselesaikan) orangtuanya saja. Pelakunya ini, kan, berkelompok. Mereka enggak mungkin individual,” ungkap Sultan.
Koordinator Konservator Museum Benteng Vredeburg Darsono mengatakan, aksi vandalisme itu diduga terjadi pada Jumat (15/2/2019) malam. Sebab, pada Jumat sore, petugas belum menemukan corat-coret itu. Sampai saat ini, pelaku corat-coret itu belum diketahui karena di lokasi tersebut tidak ada kamera pemantau (CCTV). ”Yang mengetahui pertama kali petugas cleaning service (kebersihan) pada Sabtu pagi,” ujarnya.
Darsono menambahkan, sesudah keberadaan corat-coret itu diketahui, pihaknya langsung berupaya melakukan pembersihan. Upaya pembersihan dilakukan sejak Senin (18/2/2019) dengan berbagai cara, termasuk menggunakan cairan pembersih. Akan tetapi, sampai Rabu, coretan-coretan tersebut belum bisa sepenuhnya dihilangkan.
”Membersihkan ini ternyata memakan waktu yang agak lama karena cat yang digunakan untuk mencorat-coret itu sudah masuk ke dalam pori-pori batuan,” ujar Darsono.
Darsono menyatakan, pihaknya sangat menyayangkan terjadinya aksi corat-coret di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Dia menambahkan, tindakan vandalisme itu menunjukkan lemahnya pemahaman dan penghargaan terhadap sejarah pada sebagian kelompok masyarakat. ”Ini, kan, orang yang tidak tahu sejarah,” ujarnya.
Mengusut
Kepala Kepolisian Daerah DIY Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri mengatakan, pihaknya segera memerintahkan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Yogyakarta untuk mengusut perkara ini. Dofiri juga berharap di monumen tersebut segera dipasang CCTV agar pengawasan terhadap bangunan itu menjadi lebih ketat.
”Jika ada pemasangan CCTV, ini akan memudahkan kami. Mungkin ini terjadi karena lemahnya pengawasan. Vandalisme segala macam tidak diperbolehkan. Itu merusak lingkungan dan kenyamanan kota. Saya akan bilang kepada Polresta Yogyakarta untuk mengusut dan menindak pelaku,” tuturnya.
Kepala Polresta Yogyakarta Komisaris Besar Armaini menyampaikan, pihaknya segera mencari pelaku vandalisme di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Polresta Yogyakarta juga akan meningkatkan kegiatan patroli agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. Namun, Armaini juga meminta masyarakat untuk ikut mengawasi tempat-tempat penting demi membantu polisi menemukan pelaku.
”Kami akan meningkatkan patroli untuk mencoba mencari pelakunya. Tetapi, kami juga meminta dukungan dan partisipasi masyarakat untuk mengawasi. Kita tidak bisa membiarkan vandalisme merusak semua yang sudah ada,” katanya.
Tidak cukup kalau hanya (diselesaikan) orangtuanya saja. Pelakunya ini, kan, berkelompok. Mereka enggak mungkin individual.