MANADO, KOMPAS — Aktivitas Gunung Karangetang di Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, hingga Jumat (22/2/2019), belum mereda. Sebagian pengungsi pun merasa tidak nyaman dan dihinggapi rasa jenuh tinggal di pengungsian. Seorang pengungsi dilaporkan meninggal akibat penyakit yang telah lama dideritanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sitaro Bob Wuaten di Manado, Jumat, mengatakan, seorang pengungsi bernama Asmi Tamamilang (59) meninggal di lokasi pengungsian akibat menderita sakit kronis, beberapa hari lalu. Adapun kondisi 216 pengungsi lainnya, ujar Bob, cukup baik.
Bob mengatakan, Asmi, warga Desa Batubulan, telah lama menderita sakit dan sempat shock saat dievakuasi dari rumahnya yang berada di jalur guguran lava Karangetang. Dari keterangan anak Asmi, Yesli Naki, Bob mengatakan bahwa Asmi sudah sakit-sakitan selama setahun.
Kondisi Asmi terus menurun saat berada di lokasi pengungsian. ”Pemerintah menyantuni biaya pemakaman Asmi di desanya,” kata Bob.
Peningkatan aktivitas vulkanik Karangetang berlangsung sejak Desember lalu. Warga mulai diungsikan pada 2 Februari saat guguran lava dari erupsi gunung itu mulai mendekati permukiman penduduk di Desa Batubulan, Kecamatan Siau Barat Utara. Desa itu berada di sisi barat laut gunung.
Sementara itu, pengungsi lain juga menyampaikan keluh kesahnya kepada pemerintah kabupaten. Mereka berharap dapat segera kembali ke rumah. Namun, keinginan itu belum memungkinkan dipenuhi mengingat aktivitas Karangetang masih terus berlangsung.
Yoraine Ruitang, dokter yang membantu perawatan pengungsi, menyebutkan, sebagian pengungsi menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk, dan flu. Menurut dia, para pengungsi perlu diberikan vitamin serta aktivitas lainnya untuk menghilangkan rasa jenuh.
Area berbahaya di Desa Batubulan, tepatnya di Kampung Niambangen dan Beba, ditambah sejauh 4 kilometer karena menjadi jalur guguran lava.
Wati Sabaratu, pengungsi, mengatakan, kejenuhan dialami sebagian pengungsi karena mereka tidak memiliki aktivitas di pengungsian. ”Saya setiap pagi pulang membersihkan rumah, siang hari saya kembali ke lokasi pengungsian,” katanya.
Yudi Tatipang, petugas Pos Pengamatan Gunung Api Karangetang, mengatakan, pemantauan sepanjang Jumat menunjukkan aktivitas Karangetang belum normal. Dari puncak kawah utama di sebelah selatan terlihat asap putih tebal dengan ketinggian 300 meter.
Terekam pula aktivitas gempa vulkanik dangkal sebanyak tujuh kali dengan durasi 3-6 detik. Di samping semburan asap putih dan gempa, Karangetang juga masih mengancam dengan erupsi efusif berupa guguran lava setiap jam. ”Kami masih mewaspadai aktivitas Karangetang,” katanya.
Oleh karena itu, ujar Yudi, masyarakat dilarang beraktivitas pada radius 2,5 kilometer dari puncak. Yudi juga mengatakan, pihaknya telah menambah area berbahaya di Desa Batubulan, tepatnya di Kampung Niambangen dan Beba, sejauh 4 kilometer karena menjadi jalur guguran lava.