Aliran Modal Asing Awal 2019 Lampaui Capaian Awal Tahun Lalu
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia pada awal 2019 melampaui pencapaian pada 2018. Sentimen positif investor asing terhadap Indonesia menjadi penyebab utama.
Bank Indonesia (BI) mencatat, modal asing neto yang masuk Indonesia (capital inflow) sejak awal Januari 2019 hingga 21 Februari 2019 sebesar Rp 45,9 triliun. Modal asing itu berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 33,9 triliun, saham Rp 11,3 triliun, dan sertifikat BI (SBI) Rp 1,1 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo, Jumat (22/2/2019), di Jakarta, mengatakan, jumlah aliran modal asing sepanjang 2019 telah melampaui modal asing yang masuk sepanjang 2018. Pada 2018, modal asing neto yang masuk hanya Rp 13,6 triliun. Modal itu terdiri dari SBN sebesar Rp 20,1 triliun, sedangkan modal keluar (capital outflow) sebesar Rp 6,5 triliun.
“Pertambahan arus modal asing menunjukkan kepercayaan investor dalam dan luar negeri terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Modal asing masuk kebanyakan di obligasi pemerintah dan saham,” tutur Perry.
Derasnya aliran modal asing turut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah karena cadangan valuta asing bertambah.
Menurut Perry, derasnya aliran modal asing turut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah karena cadangan valuta asing bertambah. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menyebutkan, nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.079 per dollar AS (22/2/2019).
Berdasarkan perhitungan, nilai tukar rupiah menguat 2,7 persen sejak awal tahun. Rupiah mencapai Rp 14.465 per dollar AS pada 2 Januari 2019.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio Kacaribu secara terpisah berpendapat, rupiah terus terapresiasi karena meningkatnya kepercayaan pasar atas penguatan indikator fundamental Indonesia selama kuartal IV/2018.
Febrio melanjutkan, inisiatif BI untuk menyediakan fasilitas swap dan domestic non-deliverable forward (DNDF) turut mendorong kepercayaan investor asing. Adapun penerapan negative Tobin Tax pada konversi devisa hasil ekspor sumber daya alam juga ikut berkontribusi.
Kondisi ini didukung oleh pelemahan tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS). Penundaan kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed, berkontribusi besar pada pembalikan investasi portofolio di negara berkembang.
Kondisi domestik
Perry menyampaikan, perbaikan fundamental perekonomian Indonesia turut menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) terus membaik dan inflasi terjaga.
“Berdasarkan pantauan kami pada awal tahun, kami prediksi inflasi pada 2019 akan lebih rendah dari target 3,5 persen. Inflasi inti rendah karena kenaikan permintaan komoditas dalam negeri masih dipenuhi oleh pasokan yang ada,” tuturnya.
Berdasarkan pantauan kami pada awal tahun, kami prediksi inflasi pada 2019 akan lebih rendah dari target 3,5 persen
Dalam pemantauan yang dilakukan BI, inflasi mencapai 0,32 persen secara bulanan dan 2,82 persen secara tahunan pada Januari 2019. Adapun BI memperkirakan akan terjadi deflasi sebesar 0,07 persen secara bulanan pada Februari 2019. Dengan demikian, inflasi diproyeksikan sebesar 2,58 persen secara tahunan pada Februari 2019.
Febrio menambahkan, harga pangan yang terkendali dan turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi menjadi faktor pendorong terjadinya deflasi. Nilai inflasi tahunan masih tergolong aman mengingat tetap berada pada koridor inflasi acuan BI yakni 2,5-4, persen.
“Hal yang harus diwaspadai adalah pelemahan ekonomi global yang akan berkontribusi terhadap pelemahan harga komoditas. Tren ini menciptakan tantangan dari neraca perdagangan dalam beberapa waktu mendatang,” tuturnya.