Bekasi dalam Jerat Stigma
Olok-olok terhadap Bekasi seolah-olah tak pernah tuntas. Belum hilang ingatan warga ihwal julukan ”Planet Bekasi”, belakangan muncul lagi pernyataan kepala daerah yang berharap nasib daerahnya tidak sama dengan Bekasi.
Pernyataan itu muncul dari Wali Kota Cilegon Edi Ariadi. Ia, yang baru dilantik pada Rabu (20/2/2019), merencanakan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kemacetan. Kepada sejumlah media massa, Edi yang menggantikan wali kota sebelumnya, Tubagus Iman Ariyadi, karena terlibat kasus korupsi, menyebutkan, ”pembangunan infrastruktur diperlukan agar tidak macet seperti Bekasi”.
Untuk mencari contoh macet, imaji Edi melayang puluhan kilometer (km). Jarak antara kantor Pemerintah Kota Cilegon, Banten, dan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, sekitar 135 km. Butuh waktu lebih kurang empat jam perjalanan untuk mendatangi kantor satu sama lain.
Pernyataan Edi yang ditulis berbagai media massa itu pun viral. Seketika saja jutaan orang telah membacanya. Salah satunya Pahrevi (23), warga Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.
”Sebagai warga Kota Bekasi, saya kesal dengan ejekan itu. Orang-orang biasanya tidak tahu kondisi yang sesungguhnya, tetapi sudah langsung nge-judge (menilai),” ujarnya.
Pahrevi mengakui, kemacetan memang kerap terjadi di beberapa lokasi, salah satunya Jalan KH Noer Ali atau Jalan Raya Kalimalang. Macet terjadi pada pagi dan sore. ”Menurut saya, macetnya masih bisa ditoleransi. Jalur macet juga sekitar 50 meter saja,” lanjutnya.
Yusuf (26), warga Kecamatan Medan Satria, mengatakan tidak ambil pusing dengan stigma yang dilekatkan sejumlah pihak pada kotanya. Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di lingkup Jabodetabek, ujarnya, kemacetan di dalam Kota Bekasi relatif lebih ringan.
Selama ini, pemerintah cenderung bergerak dengan perspektifnya sendiri, padahal kritik dari pihak luar juga patut dipertimbangkan.
Menurut Adi (30), warga Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, stigma sebagai kota yang penuh dengan kemacetan sudah ada sejak 2014. Saat itu kemacetan parah terjadi setiap akhir pekan.
Warga yang menghabiskan hari libur di dalam kota cenderung terjebak dan tidak bisa bergerak jauh dari jalan. Kondisi itu semakin buruk saat bertepatan dengan musim pernikahan. Sebab, warga berlomba-lomba membawa kendaraan pribadi dalam momen pesta. ”Makanya ada ejekan planet karena kalau orang mau ke Bekasi tidak sampai-sampai,” ucap Adi.
Ia menambahkan, stigma itu semestinya bisa menjadi pelecut bagi pemerintah kota untuk berbenah. ”Selama ini, pemerintah cenderung bergerak dengan perspektifnya sendiri, padahal kritik dari pihak luar juga patut dipertimbangkan,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memaklumi pernyataan Edi Ariadi. Sebagai pejabat yang baru saja dilantik, ia ingin memberikan semangat perubahan bagi warganya. Akan tetapi, pemahaman mengenai kondisi Kota Bekasi perlu diperbaiki.
Rahmat Effendi, yang lebih populer dipanggil Pepen, menjelaskan, kemacetan parah memang terjadi di Jalan Raya Kalimalang atau Jalan KH Noer Ali sebagai akibat dari pembangunan empat proyek strategis nasional. Proyek tersebut adalah pembangunan jalur kereta ringan (LRT), kereta cepat Jakarta-Bandung, Tol Jakarta-Cikampek II Layang, dan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu).
Selain pembangunan Tol Becakayu, tiga proyek lain berlangsung di Tol Jakarta-Cikampek. ”Yang sangat macet itu di tol. Memang wilayahnya masuk bagian Kota Bekasi,” ujar Pepen.
Hambatan lalu lintas di tol mendorong berbagai kendaraan, termasuk truk bertonase berat, melalui Jalan KH Noer Ali. Jalan tersebut merupakan akses utama dari Jakarta menuju Bekasi atau sebaliknya dan akses utama menuju kawasan industri di Kabupaten Bekasi.
Limpahan kendaraan dari tol memperburuk kondisi lalu lintas di Jalan KH Noer Ali, lokasi pembangunan Tol Becakayu. Aneka truk bertonase berat memenuhi jalan untuk membawa material proyek setiap hari. Selain macet, beberapa bagian jalan juga rusak.
Salah satu kerusakan terparah ada di depan Mal Metropolitan. Jalan berlubang bertebaran di ruas jalan sepanjang 50 meter itu. Diameter lubang dari 30 sentimeter (cm) hingga 2 meter. Adapun kedalaman lubang mencapai 20 cm. Untuk menghindari lubang, pengguna jalan harus mengantre di tepi. Akibatnya, macet kembali terjadi.
”Macet itu juga menandakan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik,” kata Pepen. Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi pada 2016 mencapai 6,08 persen, lebih tinggi dari Jawa Barat 5,67 persen dan Indonesia 5,02 persen.
”Kemacetan juga terjadi di sentra-sentra ekonomi,” ujar Pepen. Contoh titik macet lainnya adalah Jalan Raya Hankam, Jalan Perjuangan, dan Jalan Ir H Juanda. Di jalan tersebut, berdiri sejumlah pertokoan dan perkantoran.
Pepen menyebutkan, untuk mengantisipasi kemacetan, pembangunan infrastruktur penunjang tengah dilakukan, antara lain dengan membangun jembatan layang Rawa Panjang dan Bojong Menteng. Selain itu, sejak dua bulan lalu, pemerintah juga telah meluncurkan sembilan bus Transpatriot yang beroperasi pada satu rute.
Pada akun media sosial, Wali Kota Cilegon Edi Ariadi pun memohon maaf, baik kepada masyarakat maupun lembaga legislatif dan eksekutif di Kota Bekasi.
”Yang kami maksud adalah bukan Bekasi secara keseluruhan, tetapi kemacetan yang terjadi akibat pembangunan jalan tol, kan, ada di wilayah Kota Bekasi. Oleh karena itu, kota kami tidak ingin mengalami macet seperti itu,” tuturnya dalam video yang dikirim ke akun media sosial warga Bekasi.
Identitas
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara, Bekasi, Aan Widodo mengatakan, Bekasi memang terjerat stigma. Masyarakat di luar wilayah itu memukul rata dan menggeneralisasi kondisi di sebuah lokasi sebagai kondisi keseluruhan kota tersebut. Hal itu juga sudah terjadi berulang-ulang dalam waktu bertahun-tahun.
Menurut dia, selain memperbaiki infrastruktur untuk mengurangi kemacetan, pemerintah kota juga perlu memperbaiki citra. Momentum Bekasi menjadi pembicaraan masyarakat luas merupakan saat yang tepat untuk memperkenalkan identitas kota.
”Misalnya, pemerintah bisa menggunakan identitas ’Kota Patriot’ untuk membangun citra yang baru,” kata Aan.
Namun, hal tersebut perlu direncanakan secara matang dan dilengkapi infrastruktur penunjang. Misalnya, museum dan tempat-tempat bersejarah untuk menguatkan konsep Kota Patriot.