Korban Pergerakan Tanah di Banjarnegara Butuh Relokasi
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Sebanyak 42 keluarga di Desa Kebutuhjurang dan Desa Mlaya, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, korban bencana pergerakan tanah butuh relokasi karena tempat tinggal mereka sudah tidak aman dihuni. Hingga kini, warga masih mengungsi ke tempat yang lebih aman, terutama saat malam dan turun hujan.
”Tanah terus bergerak secara merayap. Kemarin, hujan satu jam ada tanah yang turun sampai 1,5 meter,” kata Kepala Desa Kebutuhjurang, Kecamatan Pagedongan, Sujarwo, Jumat (22/2/2019), saat dihubungi dari Purwokerto, Banyumas.
Sujarwo menyampaikan, di desanya sedikitnya 15 rumah rusak karena pergerakan tanah dan tujuh di antaranya rusak berat, sedangkan enam rumah dibongkar. Lokasi pergerakan tanah berada di Dukuh Kalientok, Dusun Karangtengah, tepatnya di RT 004/RW 006.
”Tanah bergerak karena permukiman berada di lereng tebing, kondisi tanah berupa tanah lempung retak-retak dan ambles membentuk tapal kuda. Selain itu, kondisi drainase juga kurang optimal,” ujar Sujarwo.
Menurut Sujarwo, pergerakan tanah terjadi mulai 6 Februari dan warga mulai mengungsi ke rumah saudara serta tetangga pada 13 Februari. ”Dari kajian Badan Geologi, tempat tinggal itu akan direlokasi. Kami menyiapkan lima pilihan lokasi, termasuk tanah bengkok desa untuk dipakai lahan relokasi,” katanya.
Ia mengatakan, di desa itu masih tersedia cukup lahan untuk relokasi karena untuk 23 keluarga yang perlu relokasi diperlukan lahan sekitar 2.300 meter persegi. Namun, pihaknya masih menunggu kajian lanjut dari Badan Geologi terkait lokasi yang layak dan aman.
Tanah bergerak karena permukiman berada di lereng tebing, kondisi tanah berupa tanah lempung retak-retak dan ambles membentuk tapal kuda. Selain itu, kondisi drainase juga kurang optimal.
Kepala Desa Mlaya, Kecamatan Punggelan, Banjarnegara, Waryati menuturkan, tanah di desanya juga terus bergerak. ”Kalau tidak hujan, pergerakan tanah sekitar 1 sentimeter per hari, tetapi kalau ada hujan bisa bergerak sampai 5 sentimeter,” ujarnya.
Di Desa Mlaya, lanjut Waryati, ada 19 keluarga yang perlu direlokasi. Namun, pihaknya masih menunggu kepastian hasil kajian Badan Geologi serta pemerintah kabupaten. ”Lahan relokasi bisa memakai tanah desa, tetapi kami masih menunggu dari atasan,” ujarnya.
Koordinator Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara Andri Sulistyo menyampaikan, selain masih mengurus proses relokasi, pihaknya juga menyiapkan mitigasi agar warga senantiasa waspada terhadap potensi bencana tanah bergerak.
”Untuk Desa Mlaya, Kecamatan Punggelan, kajian geologi belum turun. Namun, tetap ada mitigasi yang perlu dilakukan, seperti memasang EWS (sistem peringatan dini) dan simulasi evakuasi bencana,” kata Andri.
Wilayah Banjarnegara memiliki kontur beragam, tetapi sebagian besar warganya tinggal di daerah perbukitan. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara menunjukkan, selama tujuh tahun terakhir terjadi 367 kali kejadian tanah longsor dan merenggut korban jiwa sebanyak 113 orang. Sebanyak 13 dari 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara termasuk rawan longsor.