LRT Sumsel Mulai Terintegrasi dengan BRT dan Damri
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pengoperasian kereta ringan (light rail transit/LRT) Sumatera Selatan telah terintegrasi dengan bus rapid transit (BRT) Trans-Musi dan Bus Damri. Keduanya berfungsi sebagai angkutan pengumpan (feeder). Pengintegrasian ini bertujuan untuk meningkatkan okupansi LRT yang pada tahap awal ditargetkan bertumbuh hingga 5 persen.
”Dengan pola ini, penumpang hanya perlu membayar satu tarif untuk dapat menggunakan tiga moda tersebut,” kata Kepala Badan Pengelola LRT Sumsel Rosita saat meresmikan program integrasi di Stasiun LRT, DJKA Palembang, Jumat (22/2/2019).
BRT akan beroperasi di dalam Kota Palembang, sedangkan bus Damri akan menghubungkan penumpang dari stasiun LRT terakhir, yakni DJKA dengan Universitas Sriwijaya di Kabupaten Ogan Ilir.
Dalam pelaksanaannya, ujar Rosita, setiap penumpang hanya membayar satu tiket untuk dapat menggunakan ketiga moda tersebut. Untuk penumpang umum, tarif yang dipatok Rp 10.000 (LRT-Damri), Rp 7.000 (LRT-Trans-Musi), dan Rp 12.000 (Damri-LRT-Trans-Musi).
Adapun untuk mahasiswa, tarif yang dibebankan Rp 7.000 (LRT-Damri), Rp 7.000 (LRT-Trans-Musi), dan Rp 12.000 (Damri-LRT-Trans-Musi). Sementara untuk pelajar ditetapkan Rp 7.000 (LRT-Damri), Rp 5.000 (LRT-Trans-Musi), dan Rp 10.000 (Damri-LRT-Trans-Musi).
Rosita menerangkan, langkah integrasi ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat menggunakan transportasi massal. ”Hal ini diharapkan dapat meningkatkan okupansi penumpang LRT,” katanya.
Sampai saat ini, ujar Rosita, rata-rata jumlah penumpang LRT Sumsel sekitar 5.000 orang per hari. Dengan adanya intergrasi antarmoda ini, diharapkan dapat meningkatkan jumlah penumpang 5-10 persen di bulan awal. ”Nantinya kami akan terus mengevaluasi hasil dari program integrasi ini,” ujar Rosita.
Seperti diketahui, pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan jumlah okupansi guna menutupi anggaran yang dibutuhkan untuk operasional. Rosita mengatakan, untuk operasional LRT Sumsel dibutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar per bulan, sementara pendapatan dari penumpang hanya sekitar Rp 1 miliar per bulan. Beragam cara dilakukan pemerintah untuk meningkatkan minat masyarakat Sumsel untuk menggunakan LRT, termasuk mengucurkan dana sekitar Rp 123 miliar di tahun 2019 untuk memberikan tarif yang lebih murah.
”Ini adalah suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan,” kata Rosita. Selain meningkatkan okupansi, ada beberapa langkah yang akan dilakukan untuk meningkatkan pendapatan, mulai dari pengusahaan stasiun hingga mengelola sejumlah aset LRT dengan pengusahaan pengiklanan.
Ini adalah suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan.
Direktur Operasional PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J) Antony Rais menerangkan, pihaknya siap mendukung kebijakan pemerintah pusat untuk menerapkan pola angkutan terintegrasi penunjang LRT. ”Saat ini proses rerouting juga masih berlangsung agar operasional dapat lebih efektif,” katanya.
Untuk penerapannya, ujar Antony, pihaknya sudah menyediakan sekitar 100 bus Trans-Musi untuk diintegrasikan dengan LRT. Tidak hanya itu, mengacu dari hasil evaluasi yang akan dilakukan seminggu sekali, juga mulai dipetakan lokasi yang padat penumpang.
”Di sana akan dibangun halte portable untuk memudahkan penumpang. Kalau diperlukan, nantinya bus-bus Trans-Musi juga akan berhenti di dekat stasiun LRT,” ujarnya.
Di sana akan dibangun halte portable untuk memudahkan penumpang. Kalau diperlukan, nantinya bus-bus Trans-Musi juga akan berhenti di dekat stasiun LRT.
Kepala Bidang Perkeretaapiaan Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Wahidin menerangkan, setelah program ini berhasil, pihaknya juga berencana untuk mengoperasikan bus air sebagai penunjang LRT. ”Sekarang masih dirancang. Dalam waktu dekat, kami berharap dapat diterapkan segera,” katanya.