Menteri ATR/BPN: Polisi Akan Tindak Pelaku Pungli Sertifikat Tanah
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meminta polisi untuk menindak pelaku pungutan liar atau pungli atas pembuatan sertifikat tanah. Sementara itu, hingga saat ini, masih ada sejumlah warga yang tidak tahu terkait biaya apa saja yang harus ditanggung sendiri untuk pembuatan sertifikat sehingga mereka tidak bisa membedakan apakah itu biaya resmi atau pungli.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menegaskan, tidak ada oknum dari BPN yang terlibat dalam pungli tersebut. Ia menyerahkan masalah penindakan pungli ini kepada pihak kepolisian.
"Untuk pelaku pungli, kami sudah ambil tindakan. Di daerah Depok dan Tangsel sudah diambil tindakan oleh kepolisian dan sudah ada pelaku yang ditangkap," ujarnya seusai penyerahan sertifikat tanah oleh Presiden Joko Widodo kepada warga Jakarta Selatan di Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/02/2019).
Sofyan menuturkan, selain pungli, ada juga masyarakat yang ditarik lagi kepemilikan sertifikat tanahnya. Hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas terkait kepemilikan tanah.
"Jika ada masyarakat yang ditarik lagi kepemilikan sertifikatnya, itu karena ia tidak memberikan informasi yang jelas. Padahal, mereka menempati tanah milik Pemda DKI," ucapnya.
Sofyan menjelaskan, warga berhak menempati tanah milik pemda DKI, tetapi harus membayar sebesar 25 persen dari nilai tanah yang ditempati. Menurut ia, warga yang ditarik lagi sertifikatnya karena belum membayar biaya sebesar 25 persen tersebut.
Ketentuan pembayaran ini tercantum dalam Pergub DKI nomor 239 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi atas Permohonan Sesuatu Hak di atas Bidang Tanah Hak Pengelolaan Tanah Eks Desa dan Tanah Eks Kota Praja Milik/Dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, berdasarkan ketentuan Kementrian ATR/BPN, pemerintah hanya menanggung biaya pembuatan sertifikat saja. Sedangkan, biaya pembuatan dokumen bukti kepemilikan serta material patok ditanggung oleh masyarakat.
Kemudian, ada pula biaya untuk sebelum pembuatan sertifikat yang dibayarkan kepada pengurus daerah atau kelompok masyarakat dengan jumlah yang dibebankan berdasarkan Peraturan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri ATR/BPN tentang Pembiayaan Pendaftaran Tanah Sistematis. Biayanya sekitar Rp 150.000 per bidang untuk pulau Jawa, dan Rp 200.000-Rp 400.000 per bidang untuk luar pulau. Biaya ini belum termasuk untuk pembuatan akta, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bidang (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPH).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, Pemprov DKI akan melakukan demosi bagi lurah yang tertangkap menerima pungli. Namun, ia juga menjelaskan lurah mana saja yang akan didemosi.
"Kami lihat juga kinerja dari lurah tersebut. Jadi yang kinerjanya baik akan kami promosikan dan yang kinerjanya buruk akan kami demosi," katanya.
Ada pungutan
Sejumlah masyarakat yang menerima sertifikat tanah kali ini tidak tahu terkait biaya apa yang harus mereka tanggung dan kepada siapa mereka menyerahkan uang tersebut. Heri, warga yang tinggal di wilayah Radio Dalam, Jakarta Selatan, menuturkan, ia ditarik biaya sebesar Rp 2 juta untuk mengurus sertifikat tanah seluas 30 meter persegi.
"Saya tidak tahu biaya itu untuk apa, pokoknya saya bayar ke panitia dengan biaya tersebut. Warga-warga di tempat saya tinggal juga bayar segitu," katanya.
Harris, warga Kelurahan Tegal Parang, Jakarta Selatan, mengatakan, ia dan warga sempat diminta Rp 750.000 oleh pengurus RT/RW untuk biaya pengurusan sertifikat tanah.
"Kalau saya tidak tahu uang itu nantinya akan dipakai untuk apa, soalnya tidak dijelaskan. Tapi saya tidak masalah, selama sertifikatnya jadi," ucapnya.
Penyerahan sertifikat tanah
Pada kesempatan kali ini Presiden Joko Widodo menyerahkan 3.000 sertifikat tanah kepada masyarakat dari 16 kelurahan di Jakarta Selatan. Sebagian besar masyarakat berasal dari Kelurahan Bintaro, Pondok Labu, dan Cimpedak.
"Jika ada yang bilang program pembagian sertifikat tanah ini tidak ada gunanya, ya terserah saja. Namun, saya akan tetap meneruskan program ini agar masyarakat kita tidak terus menerus dilanda konflik lahan," ucapnya.
Hingga saat ini, pemerintah telah memberikan sertifikat untuk 40.655 bidang tanah di Jakarta Selatan. Sedangkan, masih ada 36.580 bidang tanah di Jaksel yang belum tersertifikasi.
Menurut Jokowi, Kementerian ATR/BPN sudah bekerja keras dalam masa pemerintahannya untuk mengejar target 80 juta tanah tersertifikasi. Menurut Jokowi, sebelum masa pemerintahannya, Kementrian ATR/BPN hanya mampu memberikan 500.000 sertifikat tanah per tahun.
"Hal tersebut sangat jauh dari target. Apakah mau masyarakat menunggu selama 160 tahun untuk dapat sertifikat tanahnya?" kata Jokowi.