JAKARTA, KOMPAS – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama kembali menegaskan konsepsi Islam Nusantara dalam kaitannya dengan hubungan antara Islam dan kebangsaan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Kota Banjar, Jawa Barat, pekan depan. PBNU menegaskan posisinya sebagai pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Kamis (21/2/2019) di Jakarta mengatakan, ada tiga tema besar yang akan dibahas di dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Kota Banjar. Pembahasan mengenai konsep Islam Nusantara termasuk dalam pembahasan komisi bidang tematis.
“Pembahasan Islam Nusantara ini terkait dengan hubungan antara Islam dan kebangsaan. Di dalam sidang bahtsul masail (komisi ulama) nanti akan dibahas bagaimana Islam didakwahkan di Nusantara, yakni melalui akhlakul karimah (akhlak yang baik). Bukan dengan kekerasan. Dalam pembahasan ini juga akan dikaji tentang bagaimana Islam dipraktikkan kaum muslim di Nusantara,” kata Said dalam konferensi pers, Kamis kemarin.
PBNU juga melalui pembahasan mengenai Islam Nusantara itu akan menegaskan kembali konsistensinya dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “NU akan selalu mengawal konstitusi. Siapapun yang ingin merongrong NKRI akan berhadapan dengan Nahdlatul Ulama. Sejak dulu sikap ini diusung oleh NU. NU merasa bertanggung jawab dan terpanggil untuk menjaga NKRI,” katanya.
Pembahasan mengenai Islam Nusantara ini pun, menurut Said, sifatnya umum dan tidak terkait dengan kontestasi pemilihan presiden. PBNU dalam posisi ingin merekatkan hubungan antarwarga bangsa dan mengajak mereka tidak membentur-benturkan antara kebangsaan dan keislaman. Hal itu sejalan dengan tema yang diusung dalam Munas dan Konbes kali ini, yakni “Memperkuat Ukhuwah Wathoniyah untuk Kedaulatan Bangsa.”
Beberapa isu
Selain membahas mengenai Islam Nusantara, acara Munas dan Konbes NU juga akan membahas sejumlah persoalan aktual dan bagaimana persoalan itu dikaji dalam pandangan hukum Islam atau fiqh. Topik-topik yang dibahas sangat berkaitan erat dengan hajat hidup masyarakat, semisal tentang hukum pengelolaan air oleh perusahaan atau swasta yang menyebabkan sumur warga mengering, hukum membuang sampah plastik dan pengelolaan sampah plastik yang diabaikan, serta bagaimana sikap ulama NU terhadap warga bangsa yang berbeda agama, serta bagaimana seharusnya mereka ditempatkan dalam konteks keberagaman.
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faisal Zaini menambahkan, dalam acara yang digelar 27 Februari-1 Maret 2019 itu juga akan diadakan pertemuan kiai kampung se-Indonesia. Seluruh badan otonom dan lembaga di bawah PBNU juga akan memberikan laporan.
“Penyelenggaraan Munas dan Konbes ini adalah amanat dari Muktamar tahun 2015. Muktamar mengamanatkan sedikitnya dua kali dilakukan Munas dan Konbes dalam masa kepengurusan hasil Muktamar, tahun 2015. Sebelumnya, Munas dan Konbes NU diselenggarakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tahun 2017,” kata Helmy yang mendampingi Said dalam konferensi pers, kemarin.