JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan untuk memperluas sasaran penerima subsidi perumahan. Selain memudahkan aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian RI, perluasan sasaran juga untuk memberi kesempatan bagi masyarakat umum berpenghasilan menengah ke bawah untuk mendapatkan rumah.
Langkah memperluas sasaran penerima subsidi perumahan diputuskan dalam rapat tertutup di kediaman resmi Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (21/2/2019) sore. Dalam rapat yang dipimpin Wapres Kalla, disepakati batas penghasilan maksimal kelompok sasaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi dinaikkan.
Semula, hanya masyarakat berpenghasilan paling banyak Rp 4 juta per bulan yang berhak menggunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Nantinya, subsidi perumahan diberikan kepada masyarakat, termasuk di dalamnya ASN serta anggota TNI dan Polri, yang berpenghasilan paling banyak Rp 8 juga per bulan.
Seusai rapat Wapres Kalla menjelaskan, keputusan untuk meningkatkan batas maksimal penghasilan penerima subsidi diambil dengan pertimbangan masih banyak ASN serta anggota TNI dan Polri yang belum memiliki rumah. Dengan batas maksimal penghasilan Rp 8 juta per bulan, diharapkan kebutuhan aparatur negara akan papan bisa terpenuhi.
”Jadi kita putuskan segera (subsidi) diberikan sampai dengan pegawai Golongan III,” kata Kalla.
Rapat yang membahas tentang pengadaan rumah bagi ASN, TNI, dan Polri itu diikuti Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofjan Djalil, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.
Disesuaikan
Basuki menambahkan, perubahan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah dari Rp 4 juta menjadi Rp 8 juta per bulan karena menyesuaikan dengan penghasilan yang diterima ASN Golongan III. Menurut dia, total penghasilan yang diterima ASN Golongan III paling tinggi Rp 8,1 juta per bulan.
Sri Mulyani menjelaskan, sekitar 1 juta ASN serta anggota TNI dan Polri belum memiliki rumah. Perubahan kriteria penerima subsidi itu diharapkan memudahkan aparatur negara memiliki rumah.
”Dari total pengguna FLPP, ASN hanya 12 persen, sedangkan TNI-Polri 3 persen,” kata Sri Mulyani.
Tak hanya batasan maksimal penghasilan, pemerintah juga memutuskan untuk mengubah beberapa kriteria lain penerima FLPP. Sebelumnya, hanya masyarakat yang belum memiliki rumah yang boleh memanfaatkan program FLPP. Akan tetapi, nantinya masyarakat yang belum pernah menggunakan fasilitas FLPP bisa mengambil KPR bersubsidi.
”Tidak harus rumah pertama. Misalnya sudah punya rumah, tetapi bukan subsidi, bisa mengambil rumah bersubsidi. Yang sudah pernah mengambil rumah subsidi yang tidak bisa,” kata Basuki.
Untuk kepentingan itu, pemerintah akan segera mengubah Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/PRT/M/2016 yang telah diubah menjadi Permen PUPR Nomor 26/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan Bantuan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Selain itu, Keputusan Menteri PUPR Nomor 552/KPTS/M/2016 tentang Batasan Penghasilan Kelompok Sasaran KPR Bersubsidi juga akan diubah paling lambat pekan depan.
Basuki menegaskan, ketentuan baru itu tidak hanya berlaku bagi ASN dan anggota TNI-Polri, tetapi juta masyarakat umum. Dengan demikian, karyawan swasta berpenghasilan hingga Rp 8 juta per bulan bisa mengambil KPR bersubsidi.
Sebagai bentuk kesungguhan mempermudah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan papan, pemerintah menaikkan anggaran FLPP. Anggaran FLPP yang pada 2018 sebesar Rp 5,8 triliun, naik menjadi Rp 7,1 triliun pada 2019. (NTA)