KUPANG, KOMPAS — Ribuan warga Nusa Tenggara Timur kategori lanjut usia telantar di desa-desa. Anak-anak memilih tinggal di kota atau berpisah dari orangtua mereka. Kelompok ini juga rentan dilanggar hak-hak asasinya.
Organisasi warga lanjut usia (lansia) sedang dibentuk di tingkat provinsi. Sejauh ini, lima kabupaten telah membentuk Komisi Daerah (Komda) Lansia, tetapi tidak ada kegiatan karena keterbatasan anggaran.
Sekretaris Komda Lansia Nusa Tenggara Timur (NTT) Sentis Medi, di Kupang, Jumat (22/2/2019), mengatakan, data BPS NTT menunjukkan jumlah warga lansia di NTT pada tahun 2010 sebanyak 359.570 orang yang tersebar di seluruh NTT. Tahun 2018 diprediksi jumlah penduduk lansia mencapai 370.000 orang.
”Mereka hidup telantar. Mereka tinggal dengan anggota keluarga atau sendirian di rumah. Kondisi mereka sangat memprihatinkan, terutama karena mereka tinggal menyendiri,” kata Medi.
”Di desa-desa, organisasi lansia belum terbentuk, praktis tidak ada lembaga yang menampung atau memperhatikan warga lansia ini. Mereka dengan susah payah berjuang menghidupi diri sendiri,” lanjutnya.
Organisasi lansia belum terbentuk, praktis tidak ada lembaga yang menampung atau memperhatikan warga lansia ini.
Sejauh ini, NTT hanya memiliki dua panti jompo milik pemerintah provinsi, yakni di Kota Kupang dan Maumere, dengan jumlah seluruh penghuni panti sebanyak 350 orang. Mereka bergantung kepada pemerintah. Sementara ribuan warga lansia di desa dan kecamatan belum ditangani. Belum ada yayasan yang menangani penduduk lansia.
Kelompok masyarakat yang disebut lansia adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Tidak semua penduduk lansia bergantung kepada orang lain atau memilih tinggal di panti jompo. Cukup banyak warga lansia yang masih produktif memilih menetap di rumah anggota keluarga.
Ia mengatakan, orang lansia sangat rentan dilanggar hak-hak asasinya. Pelanggaran itu tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam anggota keluarga. Mereka tidak mendapatkan makanan yang layak, tidak mendapatkan layanan kesehatan memadai, serta diperlakukan kasar dan diskriminatif, bahkan sampai dianiaya.
Kasus pelanggaran HAM yang menimpa warga lansia jarang dilaporkan ke pihak berwajib kecuali menimpa anak-anak, remaja, dan usia produktif. Ada anggapan, orang lansia tidak ada manfaatnya, hanya merepotkan orang di sekitarnya.
Padahal, kasus penganiayaan penduduk lansia yang dilakukan orang terdekat cukup banyak di NTT, tetapi jarang dilaporkan ke pihak berwajib. Hal ini terjadi karena banyak warga lansia tidak ingin anak atau suami/istri masuk penjara terkait kasus itu. Apalagi, pelaku menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Anggota DPRD NTT, Gabrial Kotan, mengatakan, Komda Lansia di tingkat provinsi baru terbentuk, tetapi baru pengurus inti. Struktur organisasi lembaga itu belum ada. Kabupaten yang sudah memiliki pengurus adalah Kabupaten Kupang, Lembata, Sabu Raijua, dan Timor Tengah Utara, tetapi belum terbentuk sampai ke tingkat desa karena keterbatasan anggaran.
Hanya Komda Lansia Sumba Tengah yang sudah membentuk organisasi hingga tingkat desa. Namun, aktivitas mereka pun tidak jalan karena ketiadaan sarana prasarana pendukung dan anggaran.
”DPRD akan dorong pemprov mengalokasikan anggaran khusus ke kabupaten/kota untuk Komda Lansia. Warga lansia adalah orangtua yang harus kita hargai dan hormati dengan memperlakukan mereka secara wajar dan sehat,” ucap Kotan.