DEPOK, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Depok menangkap tiga anggota geng motor yang beberapa waktu belakangan beraksi di wilayah Depok, Jawa Barat, dan Jakarta Timur. Ketiga pelaku berusia di bawah 18 tahun.
Peristiwa terjadi pada Jumat (15/2/2019) sekitar pukul 01.30 di Jalan Sentosa, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Kala itu, Rizky Fauzi (19) yang sedang menggunakan gawainya di Jalan Sentosa, Depok, dihampiri tiga anggota geng motor Kelapa2 Official, yakni LRP (16), MF (17), dan FA (15).
Salah satu dari mereka kemudian merampas ponsel Rizky lalu melarikan diri. Rizky pun langsung berteriak minta tolong dan dihampiri oleh polisi dari Polsek Sukmajaya yang kebetulan berpatroli.
”Polisi yang berpatroli tersebut mengejar pelaku dan menangkap LRP. Sementara dua pelaku lainnya melarikan diri,” ucap Kepala Subbagian Humas Polresta Depok Ajun Komisaris Firdaus di Depok, Jumat (22/2/2019).
Setelah pengembangan dan pengejaran, polisi menangkap MF dan FA di tempat persembunyian masing-masing. Berdasarkan pengakuan, pelaku sudah beberapa kali melakukan pembegalan ponsel. Jika korban menolak memberikan gawainya, ketiga pelaku ini tak segan-segan melukai korbannya.
Saat ditanya, FA mengaku baru sekali membegal bersama geng motornya itu. Sementara MF mengaku sudah dua kali membegal, yakni di daerah Cibubur, Jakarta Timur, dan Depok. Adapun LRP mengaku sudah membegal sekitar lima kali di daerah Jakarta Timur, Depok, dan Tangerang.
Menurut Firdaus, satu dari ketiga pelaku saat ini masih berstatus sebagai salah satu pelajar di sebuah SMP di Depok. Sementara dua pelaku lainnya putus sekolah.
”Target mereka memang membegal ponsel. Sebab, gawai menurut mereka paling mudah diambil dan dijual. Uang yang mereka dapatkan dari penjualan tersebut biasanya dipakai untuk foya-foya, membeli makanan, dan mentraktir teman-temannya,” tambah Firdaus.
Ketiga pelaku yang saat ini menjadi tahanan Polresta Depok ini dikenai Pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan dan pengancaman. Mereka terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun.
Panggung
Dalam sebuah wawancara yang ditayangkan oleh Kompas TV, Kamis (21/2/2019), pemerhati sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, remaja memiliki keinginan untuk menunjukkan jati dirinya. Jika di sekolah, keluarga, atau lingkungan mereka tidak bisa melakukannya, mereka akan mencari ”tempat” yang bisa menjadi tempat dirinya mengaktualisasikan dirinya.
”Bagi anak-anak yang tidak mendapatkan kesempatan ’tampil’ di sekolah, keluarga dan lingkungan biasanya memilih untuk menjadikan jalanan sebagai ’panggung’ baru mereka. Sebab, untuk beraksi di jalanan, anak-anak tidak butuh usaha keras dan latihan atau belajar seperti di sekolah,” kata Devie.
Menurut Devie, kejahatan di jalanan seperti membegal, merampas, hingga melukai orang lain bisa membuat nama anak-anak ini banyak disebut dan dibicarakan sebagai sosok yang ditakuti. Secara tidak langsung, kepercayaan diri para pelaku akan meningkat. Dengan demikian, meski tanpa pengaruh narkoba atau minuman keras sekalipun, mereka tetap percaya diri dan tega melukai siapa pun korbannya.
Upaya
Devi mengatakan, untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus terlibat. Mekanisme hukuman dan penghargaan perlu diberikan kepada orangtua atau sekolah. Hal itu bisa dilakukan dengan cara meminta keluarga atau sekolah untuk membayar sejumlah pajak atau melakukan kerja sosial.
”Orangtua atau sekolah yang anak-anaknya terlibat dalam kasus kekerasan di jalanan harus diberi hukuman. Di samping pengenaan pajak yang tinggi, orangtua atau pihak sekolah bisa diminta untuk kerja sosial,” imbuh Devie.
Sementara itu, Firdaus menjelaskan, langkah yang akan dilakukan oleh Polresta Depok dalam menumpas begal adalah dengan cara menyamar dan menambah jumlah jam patroli.
Sebelumnya, Kepala Polresta Depok Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan, Polresta Depok akan melakukan pendekatan khusus dalam menunpas begal. Pendekatan khusus tersebut dilakukan dengan penanaman nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan. (KRISTI DWI UTAMI)