Sebanyak 30 Persen Gedung Tinggi di DKI Belum Penuhi Standar
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pasca ledakan yang memicu enam orang terluka bakar di food court Mal Taman Anggrek, perhatian publik tersedot ke soal aspek keamanan dan keselamatan gedung tinggi. Ternyata, data dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta mengidentifikasi bahwa dari 914 gedung tinggi berlantai sembilan atau lebih, 30 persennya belum memenuhi aspek keselamatan gedung bertingkat. Dampak dari itu selain tidak kunjung ada penerbitan sertifikat laik fungsi, juga pengelola gedung mendapat surat peringatan (SP) mulai SP 1 hingga 3.
Suheri, Kepala Seksi Pengawasan Keselamatan Kebakaran Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI Jakarta, Jumat (22/02/2019) menjelaskan, untuk gedung-gedung tingkat dengan lantai mulai sembilan lantai dan lebih, pengawasannya ada di dinas. Sedangkan untuk gedung-gedung tingkat mulai delapan lantai atau kurang, pengawasan ada di suku dinas.
Untuk gedung tinggi berlantai 9 atau lebih, di seluruh DKI Jakarta terdata ada 914 gedung. Yaitu gedung milik swasta, pemerintah provinsi, dan gedung pemerintah yang lain.
Sri Muji, Kepala Seksi Perencanaan Teknis DPKP DKI Jakarta menjelaskan sebanyak 634 gedung atau 70 persennya sudah memenuhi aspek keselamatan gedung bertingkat. Adapun 280 gedung atau 30 persennya belum memenuhi aspek keselamatan.
Sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, jelas Suheri, setiap pemilik, pengguna dan atau badan pengelola bangunan gedung wajib menyediakan sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, proteksi kebakaran, dan manajemen keselamatan kebakaran gedung.
Untuk sarana penyelamatan jiwa, Suheri menyontohkan seperti sarana jalan keluar, petunjuk arah jalan keluar, pengendali asap, tempat berhimpun sementara, dan tempat evakuasi. Untuk sarana jalan keluar di antaranya tangga kebakaran, ramp, koridor, ataupun jalur lintas menuju jalan keluar.
"Semua syarat untuk keselamatan gedung ada di perda itu yang harus dipenuhi pemilik atau pengelola gedung. Sementara untuk penilaian aspek keselamatan gedung, ada panduannya juga," jelas Suheri.
Sesuai pasal 49, lanjut Heri, untuk pemeriksaan dan pengecekan dilakukan tim manajemen keselamatan gedung yang dikepalai manajer keselamatan. Pengelola atau pemilik gedung ini lalu memberikan laporan kepada DPKP.
"Kalau perlu kita masuk sewaktu-waktu untuk memverifikasi hasil. Kita akan datang ke lapangan mengecek dan menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP)," ujar Suheri.
Pengecekan itu juga akan dilakukan saat pemilik atau pengelola gedung hendak mengajukan Sertifikat Keselamatan Kebakaran (SKK). Apabila dalam pengecekan tidak memenuhi aturan, dinas bisa memberikan surat peringatan 1, SP2, hingga SP3. Saat SP1 diberikan, ujar Suheri, akan ada surat kesanggupan dari pemilik gedung untuk memperbaiki yang akan dipenuhi dalam beberapa waktu. Kalau belum juga dipenuhi, akan ada SP 2 hingga SP3.
"Apabila sampai muncul SP3 maka dinas akan merekomendasikan kepada PTSP untuk tidak menerbitkan izin-izin ataupun SLF," ujar Suheri.
Edy Junaedi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta menjelaskan, sesuai aturan terbaru, untuk gedung bertingkat harus memiliki SKK. Itu menjadi salah satu syarat penerbitan sertifikat laik fungsi (SLF).
"Supaya DPMPTSP teryakinkan tentang keselamatan kebakaran dari sebuah gedung bertingkat maka juga harus ada rekomendasi teknis dari Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan; serta juga dari DPKP. Kalau itu tidak ada maka SLF tidak bisa terbit. Kalau sudah syarat dan berkas lengkap, maka akan segera diproses dalam waktu maksimal dalam 28 hari kerja," jelas Edy.
Adapun terkait dengan 280 gedung yang belum memenuhi aspek keselamatan bangunan itu sampai hari ini masih dalam proses penyelesaian atau pemenuhan aspek keselamatan, baik karena adanya penerbitan LHP, SP 1 ataupun penangguhan penerbitan SLF.