BANDUNG, KOMPAS – Kesuksesan Film “Dilan: 1990” dengan jumlah penjualan tiket yang mencapai 6 juta lembar menjadi momentum untuk mempromosikan Kota Bandung sebagai destinasi wisata. Setiap sudut Kota Bandung yang menjadi latar pengambilan gambar dianggap bisa meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk mengunjunginya.
Salah satu lokasi pengambilan gambar film tersebut menjadi perhatian warga, sehingga Pemerintah Kota Bandung mendirikan Dilan’s Corner.
Lokasi yang berada di sudut sebelah Utara Taman Saparua, Bandung diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Minggu (24/2/2019) bersama Menteri Pariwisata Arief Yahya. Seluruh pemeran film “Dilan:1991” juga hadir dalam peresmian sekaligus mempromosikan film yang menjadi sekuel dari “Dilan: 1990” ini.
Arief Yahya menyatakan, kesuksesan film bisa menjadi momentum untuk mempromosikan kota atau tempat pariwisata di suatu daerah sehingga meningkatkan jumlah wisatawan. Ia membandingkan beberapa lokasi wisata di dunia yang menjadi latar film sehingga membuat kunjungan wisata menjadi tinggi.
Kesuksesan film bisa menjadi momentum untuk mempromosikan kota atau tempat pariwisata di suatu daerah sehingga meningkatkan jumlah wisatawan. (Arief Yahya)
“Semua itu karena film. Sebut saja Angkor Watt dari Kamboja yang menjadi latar lebih dari 20 film, kunjungan rata-rata wisatawan mancanegaranya mencapai 2,5 juta per tahun. Sedangkan Candi Borobudur hanya sekitar 200.000. Padahal, Borobudur tidak kalah indah,” ujarnya.
Selain itu, Arief mencontohkan beberapa destinasi wisata di Jawa Tengah yang dibanjiri pengunjung setelah menjadi latar film. Kunjungan Punthuk Setumbu dan Rumah Doa Rhema yang dipopulerkan oleh film “Ada Apa Dengan Cinta 2” (AADC 2) meningkat drastis selang beberapa hari film ditayangkan akhir April 2016 lalu.
Dalam Kompas, Senin (16/5/2016), disebutkan pengunjung Punthuk Setumbu meningkat hingga 400-900 orang per hari. Padahal, sebelumnya hanya 100-200 pengunjung. Hal yang sama juga terjadi di Rumah Doa Rhema yang meningkat dari 100-200 orang per hari pada hari biasa menjadi 300-400 orang per hari. Bahkan, jumlah pengunjung sempat menyentuh 800 orang.
Fajar Bustomi, Sutradara Film “Dilan:1990” dan “Dilan:1991” menyatakan, harapan Pemerintah Kota Bandung untuk menjadikan film tersebut sebagai ajang promosi mudah diwujudkan. Cagar budaya kota masih terawat sehingga suasana tahun 1990 masih mudah ditangkap dalam film.
“Pemerintah Kota Bandung sangat menjaga tempat sejarahnya sehingga kami tidak kesulitan membawa suasana tahun 1990. Sudut yang menarik dan menjadi ikon dari film ini adalah Jalan Merdeka dan Jalan Braga. Saya suka banget,” tuturnya.
Menurut Fajar, salah satu ciri khas Indonesia jika ingin menjadikan film sebagai promosi wisata adalah bentang alam yang masih hijau dan kota-kota yang memiliki suasana tradisi dan klasik seperti dalam pembuatan Film “Hamka” yang sedang digarap tahun ini. “Kalau film ‘Hamka’ saya mengambil gambar di sekitar Danau Maninjau,” ujarnya.
Pojok literasi
Selain untuk menarik pengunjung, Dilan’s Corner rencananya akan menjadi taman literasi dan menambah minat warga Bandung untuk menulis dan berkreasi.
Ridwan Kamil menyatakan, Film ini berawal dari novel yang juga laris di pasaran. Jadi, kesuksesan ini juga menjadi momentum untuk mengajak warga Bandung untuk membaca, dan berkreasi melalui tulisan.
“Saat ini tingkat literasi Indonesia masih di peringkat 60 dari 65 negara di dunia. Karena itu,saya akan membuat taman ini menjadi taman bacaan selain jadi destinasi wisata. Akhir tahun ini diharapkan selesai,” tuturnya.
Fidhiah (23) warga Kopo, Bandung, yang ikut menyaksikan peletakan batu pertama Dilan\'s Corner menyatakan ide tersebut memang bagus jika dapat direalisasikan. Namun, dia berharap Dilan’s Corner berfungsi dengan baik dan warga mau memanfaatkan serta merawat fasilitas yang akan disediakan ini.
“Jangan sampai taman ini jadi tempat menyimpan buku saja. Bisa jadi dibangun tulisan-tulisan yang menginspirasi sehingga dapat memotivasi pengunjung,” ujarnya.