Meski musim kemarau masih jauh, antisipasi kebakaran hutan dan lahan, khususnya di lahan gambut mulai dilakukan di Kalimantan Tengah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga membentuk sekretariat bersama para relawan pencegahan bencana asap. Selain itu pencegahan juga dilakukan dengan menjaga gambut tetap basah.
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Meski musim kemarau masih jauh, antisipasi kebakaran hutan dan lahan, khususnya lahan gambut, mulai dilakukan di Kalimantan Tengah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga membentuk sekretariat bersama para sukarelawan pencegahan bencana asap. Selain itu, pencegahan juga dilakukan dengan menjaga gambut tetap basah.
Kepala Subbidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Kalteng Alpius Patanan mengatakan, pihaknya pada 19 Februari lalu sudah membentuk sekretariat bersama sukarelawan di Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana di Palangkaraya, Kalteng. Hal itu untuk mengoptimalkan peran sukarelawan bersama-sama petugas dalam mencegah kebakaran.
”Kelompok-kelompok masyarakat yang sudah dibentuk kami undang supaya mereka juga tetap waspada. Harapannya, 2019 ini Kalteng bebas asap,” kata Alpius di Palangkaraya, Minggu (24/2/2019).
Selain itu, rapat koordinasi tingkat provinsi diagendakan pada 5 Maret mendatang. Namun, saat ini setiap instansi sudah bergerak sesuai dengan tugasnya masing-masing.
”Fokusnya pada pencegahan dengan menjaga dan memantau tingkat kebasahan lahan gambut, khususnya di daerah-daerah yang selama ini rawan kebakaran,” katanya.
Alpius menambahkan, selain koordinasi antarlembaga dan masyarakat, pihaknya sampai saat ini masih mengandalkan sistem peringatan dini kebakaran. Beberapa alat yang digunakan adalah citra satelit dan pengukur tinggi muka air pada gambut.
”Ada beberapa pendekatan untuk mendeteksi kebakaran sehingga bisa ditangani dengan cepat, tetapi juga dicegah,” ujarnya.
Badan Restorasi Gambut (BRG) juga mengoptimalkan infrastruktur untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan sejak 2016. Melalui intervensi tersebut, terjadi penurunan drastis jumlah titik api. Meski begitu, sebagian besar penanggulangan masih dibantu cuaca atau hujan.
BRG mencatat terjadi penurunan jumlah titik api. Pada 2015, sedikitnya terdapat 5.311 titik panas, tetapi pada 2016 turun drastis menjadi 142 titik. Pada 2017, jumlah titik api kembali turun menjadi 124 titik, tetapi kembali meningkat menjadi 1.568 titik pada tahun 2018.
Sumur bor dan sekat kanal merupakan satu dari tiga aspek upaya restorasi gambut pascakebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang dibuat oleh BRG dan mitra kerjanya. Keduanya merupakan bentuk upaya pembasahan kembali kawasan gambut yang rusak.
Dari data BRG, tercatat sebanyak 8.875 sumur bor. Rinciannya, tahun 2017 sebanyak 5.275 sumur dan tahun 2018 sebanyak 1.350 sumur. Adapun sekat kanal yang sudah dibangun mencapai 2.534 sekat kanal selama tahun 2017-2018.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG Myrna Safitri mengatakan, dua operasi pembasahan lahan gambut pada musim kemarau merupakan bentuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan, khususnya pada tahun 2019. Dua operasi tersebut adalah operasi pembasahan gambut rawan kekeringan dan operasi pembasahan cepat lahan gambut terbakar.
”Ini yang akan terus disosialisasikan ke desa-desa untuk membasahi lahan. Mereka bisa menggunakan sumur bor untuk membasahi lahannya, juga untuk membangun sumur bor di areal terbakar yang belum ada ataupun memperbaikinya,” kata Myrna.
Kepala Desa Gohong, Kabupaten Pulang Pisau, Yanto L Adam menyebutkan, sejak diintervensi pemerintah, tidak ada lagi kejadian kebakaran hutan dan lahan di wilayah desanya, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
”Masyarakat sudah diberi pilihan mata pencarian lain dan tidak lagi membakar lahan. Kami juga sudah mempraktikkan pembukaan lahan tanpa bakar,” ujar Yanto.
Menurut dia, selama masyarakat tidak lagi membakar kawasan, kondisi akan lebih aman. Hal itu dilakukan meskipun harus mengeluarkan biaya dan tenaga ekstra untuk membuka lahan tanpa bakar. ”Yang penting masyarakat terbiasa dulu, nanti juga pasti akan berubah cara membuka lahannya,” katanya.