Militer Memblokir dan Membakar Bantuan Kemanusiaan
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
CARACAS, MINGGU - Upaya membawa bantuan kemanusian dari luar negeri ke Venezuela berakhir menjadi kekacauan yang mengakibatkan 2 korban jiwa dan sekitar 300 korban luka, pada Sabtu (23/2/2019) waktu setempat. Selain membakar bantuan itu, pasukan militer di bawah perintah Presiden Venezuela Nicolas Madura menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada para aktivis.
Para aktivis itu menentang larangan pemerintah dan berupaya menerima bantuan itu. Perjuangan para aktivis itu dipimpin oleh Pemimpin Oposisi Juan Guaido.
Pertempuran sejak Sabtu dini hari itu terjadi di sejumlah titik perbatasan. Beberapa di antaranya di dua kota di Venezuela, yakni San Antonio dan Urena. Setelah gagal melintasi pasukan militer untuk masuk ke Venezuela, truk yang berisi bantuan berupa makanan dan obat-obat yang sebagian besar dari Amerika Serikat kembali ke Kolombia.
"Mereka (pasukan militer) membakar bantuan dan menembaki masyarakat mereka sendiri. Itu definisi kediktatoran," kata David Hernandez (39), yang dahinya luka berdarah akibat dipukul dengan tabung gas air mata.
Mereka (pasukan militer) membakar bantuan dan menembaki masyarakat mereka sendiri. Itu definisi kediktatoran.
Tidak lama setelah Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai Presiden Venezuela pada bulan lalu, AS dan sejumlah sekutunya berupaya mengirim bantuan kemanusiaan ke Venezuela. Selain AS, deklarasi dan perjuangan Guaido merebut kursi presiden didukung lebih 50 negara, yang sebagian besar di antaranya dari Eropa.
Tidak lama setelah kaos yang terjadi pada Sabtu, Guaido menyatakan dari Kolombia, akan terus menuntut Maduro untuk membiarkan bantuan kemanusiaan masuk. Ia juga akan hadir dalam pertemuan negara Kelompok Lima (yang terdiri dari 14 negara di benua Amerika) pada Senin (25/2/2019) besok di Bogota, Kolombia. Pertemuan itu rencananya akan juga dihadiri Wakil Presiden AS Mike Pence.
Guaido juga meminta kepada negara pendukungnya untuk bersiap-siap atas semua kemungkinan dalam rangka melawan Maduro. Beberapa pekan lalu, intervensi militer masih menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan AS dalam mengatasi krisis di Venezuela.
Kemiskinan
Venezuela kini dilanda dengan krisis ekonomi dan kemanusiaan. Jumlah kemiskinan melonjak akibat resesi dan hiperinfkansi. Guaido mencatat, ada setidaknya 300.000 warga Venezuela yang dalam kondisi kekurangan gizi sangat memerlukan makanan juga obat. Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan, ada sekitar 2,7 juta warga Venezuela yang bermigrasi dari negara itu sejak 2015.
"Hari (Sabtu) ini, dunia menyaksikan wajah terburuk kediktatoran Venezuela. Kami melihat seorang lelaki yang tidak berempati kepada rakyat Venezuela. Ia memerintahkan pembakaran makanan yang diperlukan untuk rakyat yang kelaparan," kata Guaido di Kolombia, Sabtu, sambil didampingi oleh Presiden Kolombia Ivan Duque.
Kami melihat seorang lelaki yang tidak berempati kepada rakyat Venezuela. Ia memerintahkan pembakaran makanan yang diperlukan untuk rakyat yang kelaparan.
"Kami telah melihat tindakan represi yang mencegah bantuan kemanusiaan. Ini adalah kesempatan bagi seluruh dunia untuk memberi tahu sang diktator bahwa itu sudah cukup, bahwa akhir penindasan telah tiba," tambah Duque kepada The Guardian.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam aksi kekerasan yang dilakukan pasukan militer Venezuela kepada para demonstran Sabtu kemarin. "AS akan mengambil tindakan terhadap mereka yang menentang pemulihan demokrasi secara damai di Venezuela. Sakarang saatnya untuk bertindak dalam mendukung kebutuhan rakyat Venezuela yang putus asa," ucapnya melalui Twitter.
Maduro membantah negaranya yang kaya akan pasokan minyak itu membutuhkan bantuan kemanusiaan dan menuduh bantuan itu sebagai alat invasi oleh AS. Kepada Presiden AS Donald Trump, ia mengatakan, "Lepaskan tanganmu dari Venezuela. Yankee (nama ejekan orang AS), pulang sana. Dia mengirim kami makanan busuk".
Marah pada dukungan Kolombia kepada Guaido, Maduro juga mengumunkan kebijakannya untuk memutuskan semua hubungan politik dan diplomatik dengan Pemerintah Kolombia. Ia memberi waktu 24 jam kepada para diplomat Kolombia meninggalkan Venezuela.
Di Caracas, ribuan pengunjuk rasa dilaporkan berkumpul di sebuah markas militer dan menuntut para pasukan membiarkan bantuan kemanusiaan dari luar masuk Venezuela. "Mohon bergabung dengan sisi yang benar. Biarkan bantuan kemanusiaan masuk," kata Sheyla Salas, warga Venezuela yang kerja di sebuah biro iklan. (REUTERS/AFP/AP)