Situs Liyangan Gambarkan Peradaban Selama 900 Tahun
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS - Situs Liyangan di Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, memiliki arti penting bagi dunia arkeologi di Tanah Air. Situs itu menyimpan data terlengkap tentang perkembangan sejarah peradaban dan kehidupan penduduk sejak abad II hingga XI atau selama 900 tahun.
Semua data tersebut terungkap dari hasil ekskavasi dan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta selama periode 2010-2018. Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Sugeng Riyanto mengatakan, kelengkapan data tersebut dikuatkan oleh adanya temuan benda-benda kecil yang mampu menggambarkan aktivitas masyarakat secara mendetail.
“Tidak sekadar menemukan sisa-sisa bangunan rumah atau candi, di Situs Liyangan, kami menemukan benda-benda kecil seperti sisa kain, sisa bulir padi, dan butiran jagung purba,” ujarnya, saat ditemui di Situs Liyangan, Minggu (24/2/2019).
Sisa kain dan sisa bulir padi tersebut ditemukan berbentuk arang. Selain itu, Balai Arkeologi juga sudah menemukan petak-petak batu yang diduga disusun untuk membatasi lahan pertanian warga. Temuan bulir padi, jagung, dan susunan batu tersebut menjelaskan tentang budidaya pertanian di masa itu.
Pelapisan batu andesit pada susunan batu kali serta mulai dibuatnya arca membuktikan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai terpengaruh oleh budaya India.
Sugeng mengatakan, situs Liyangan menjelaskan perkembangan situasi dan kondisi sejak abad II hingga abad XI dalam satu rangkaian cerita yang lengkap dan jelas. Ini berbeda dengan kondisi di situs-situs lain yang biasanya hanya menceritakan kisah pada masa pembangunannya saja. Adapun cerita setelah itu terputus.
Kondisi pada abad II di situs Liyangan dijelaskan dengan adanya sisa bangunan rumah yang terbuat dari batu kali dan kayu. Bangunan rumah yang terbuat dari kayu ini dibuktikan oleh adanya sisa arang kayu.
Adapun kondisi kawasan permukiman pada abad V atau abad VI ditunjukkan oleh temuan arca serta batu-batu andesit yang melapisi bangunan candi. Pada masa sebelumnya, candi hanya tersusun dari batu kali.
“Pelapisan batu andesit pada susunan batu kali serta mulai dibuatnya arca membuktikan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai terpengaruh oleh budaya India,” ujar Sugeng.
Pada abad V-VI tersebut, candi-candi yang dibangun masyarakat masih merupakan candi polos. Namun, memasuki abad VIII-X, perubahan budaya mulai terjadi dengan temuan candi-candi yang sudah memiliki ukiran relief.
Situs itu juga "merekam" dampak erupsi Gunung Sindoro yang terjadi pada abad XI. Hal itu dibuktikan oleh adanya benda-benda dari zaman itu yang ditemukan dalam bentuk arang dan terbakar.
Luas situs Liyangan, menurut Sugeng, diperkirakan mencapai 12 hektar. Dari luasan tersebut, luas areal yang telah diekskavasi dan diteliti baru mencapai empat hektar.
Pembekalan
Sejak tahun 2016, Balai Arkeologi Yogyakarta terus intens melatih, dan memaparkan temuan hasil ekskavasi dan penelitian yang telah dilakukan di situs Liyangan kepada warga Desa Purbosari. Sugeng pun memastikan agar semua unsur dan elemen masyarakat desa terlibat dalam pelatihan ini.
“Kami berupaya memberikan pembekalan kepada banyak orang dan banyak kelompok, mulai dari perangkat desa, kelompok tani, hingga kelompok penambang yang sampai saat ini masih beroperasi di sekitar situs Liyangan,” ujar Sugeng.
Upaya pembekalan ini sengaja dilakukan agar warga Desa Purbosari bisa memahami benar situs yang ada di desanya ini. Dengan bekal pengetahuan yang cukup, warga pun nantinya juga bisa memberikan penjelasan kepada para pengunjung yang datang ke situs Liyangan.
Bandos, pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Purbosari, mengatakan, para penambang bahan galian C memang perlu mendapatkan bekal materi dan pengarahan karena kegiatan penambangan juga terkait dengan situs.
“Dari kegiatan penambangan pasir dan batu tersebut, para penambang beberapa kali menemukan benda-benda kuno. Oleh karena itu, mereka pun memang harus diarahkan untuk melaporkan setiap temuan dengan cepat,” ujar Bandos.
Situs Liyangan pertama kali ditemukan pada tahun 2009. Selama sembilan tahun terakhir, aktivitas penambangan pasir dan batu ikut membantu ditemukannya benda-benda purbakala di situs tersebut.