422 Kontainer Kayu Ilegal asal Papua dan Maluku Disita
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·3 menit baca
GRESIK, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyita 422 kontainer kayu ilegal asal Papua dan Maluku selama Desember 2018 hingga Februari 2019. Adapun dua orang ditetapkan sebagai tersangka dengan nilai kerugian Rp 800 juta.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani di salah satu gudang penyimpanan kayu ilegal CV Cahaya Mulya Gresik, Jawa Timur, Senin (25/2/2019), menjelaskan, kayu ilegal yang disita setara 8.000 meter kubik atau 16.000 log. Jika mengacu harga terendah Rp 20 juta per kubik, nilai kerugian Rp 160 miliar, sedangkan jika mengacu harga tertinggi Rp 100 juta per kubik, bisa Rp 800 miliar.
Dari 422 kontainer itu, 40 kontainer diangkut KM Hijau Jelita di Surabaya, 57 kontainer dengan KM Strait Mas di Makassar, 88 kontainer dengan KM Oriental Gold, dan 199 kontainer dengan KM Selat Mas di Teluk Lamong dan 38 kontainer dengan KM Muara Mas. Seluruh kayu berasal dari Papua, kecuali yang diangkut KM Muara Mas dari Kepulauan Maluku.
Kayu-kayu ilegal yang ditemukan di CV Cahaya Mulya Gresik diperkirakan dibawa keluar dari Kepulauan Maluku.
Berdasarkan informasi intelijen, kayu yang diangkut KM Muara Mas dijadwalkan dikirim 8 Februari. Setelah dicek, baru dikirim 10 Februari. ”Sayangnya, alat deteksi posisi kapal (AIS) dimatikan. Kami lacak tujuannya Surabaya,” kata Rasio.
Akhirnya, diketahui kayu itu dititipkan di gudang penyimpanan CV Cahaya Mulya (CHM) Kebomas, Kabupaten Gresik, sebanyak 14 kontainer; PT Kahayan Jaya Utama (KAYT) Margomulyo, Surabaya, sebanyak 13 kontainer; dan 11 kontainer di CV Anugerah Jaya Utama (AGJU) Pasuruan.
”Kami terlambat, karena memutar-mutar cari lokadisinya. Di CHM, 12 kontainer sudah dibongkar. Hanya 2 unit yang belum,” ujarnya.
Tim intelijen mendapati kapal sandar pada 21 Februari dari perkiraan 20 Februari. Ketua Satuan Tugas Penyelamatan Sumber Daya Alam Papua yang juga Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian LHK Sustyo Iriono menambahkan, dalam kasus ini ada modus baru mematikan AIS, padahal itu wajib untuk keselamatan pelayaran dan mendeteksi posisi terakhir.
”Setelah kami analisis dan mencari titik tujuan, akhirnya pada 22 Februari telah ditemukan kayu dibongkar di Gresik. Selebihnya dibongkar di Surabaya dan Pasuruan,” katanya.
Kami juga mendalami apakah perusahaan pelayaran PT Temas Line ikut membantu peredaran kayu ilegal ini.
Petugas juga mendapati kesulitan di lapangan. Salah satunya, tempat pembongkaran tidak dilengkapi papan nama. Tim harus bekerja keras mencari nama perusahaan yang dititipi.
”Kini semua barang bukti sudah diamankan. Ada perubahan pola perilaku mafia kayu dengan transhipment. Kami juga mendalami apakah perusahaan pelayaran PT Temas Line ikut membantu peredaran kayu ilegal ini,” kata Sustyo.
Keberhasilan penyitaan kayu ilegal itu berkat laporan masyarakat terkait pengangkutan kayu ilegal dari Pelabuhan Dobo, Kepulauan Aru, dengan KM Muara Mas pada 8 Februari. Kapal berlayar 10 Februari, tetapi tidak bisa terdeteksi karena AIS mati.
Tim memperkirakan kapal sandar di Surabaya pada 20 Februari dan satu kontainer teridentifikasi menuju kawasan industri. Tim pun menyergap pembongkaran kayu di Gresik dan mendapati 12 kontainer, dua kontainer di antaranya utuh. Penyergapan dilanjutkan di Surabaya dan Pasuruan.
”Para tersangka dijerat pasal berlapis dan undang-undang berlapis, termasuk Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perdagangan dan Tindak Pencucian Uang,” kata Sustyo.
Penindakan itu wujud ketegasan pemerintah memberantas tindak pidana pembalakan liar perseorangan maupun korporasi. Menurut Rasio, pihaknya telah menerbitkan 24 surat perintah penyidikan (sprindik). Secara rinci ada 4 sprindik untuk Kapal Motor (KM) Hijau Jelita, 2 sprindik untuk KM Oriental Gold, 6 sprindik untuk KM Strait Mas, dan 12 sprindik untuk KM Selat Mas. Dari 24 sprindik yang dikeluarkan, pihak KLHK telah menyiapkan 74 penyidik.
”Ini untuk melindungi kekayaan sumber daya alam. Kerusakan yang ditimbulkan bisa menimbulkan bencana ekologis, banjir, longsor, dan hilangnya keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Ini juga untuk menekan kerugian negara,” jelas Rasio.