Deteksi Dini Jadi Kunci Keberhasilan Tatalaksana DBD
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Apabila seseorang mengalami demam tinggi secara mendadak disertai nyeri kepala dan nyeri di belakang mata, ditambah merasa lemas, mual, dan muntah, disarankan segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat. Kondisi tersebut bisa menjadi gejala demam berdarah dengue. Deteksi dini sangat penting agar tidak timbul komplikasi penyakit yang lebih parah.
Konsultan penyakit dalam Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Adityo Susilo, menyampaikan, seseorang perlu mengenal gejala awal demam dengue. Biasanya, gejala akan berlangsung selama 5-7 hari. Meski begitu, virus sebenarnya sudah masuk ke tubuh melalui gigitan nyamuk terinfeksi berkisar 4-14 hari sebelum gejala awal muncul.
”Kunci keberhasilan tata laksana DBD (demam berdarah dengue) itu ada pada kewaspadaan dan kemampuan mengenal gejala secara dini. Biasanya, seseorang yang mengalami risiko komplikasi sampai menyebabkan kematian karena tidak tahu gejala awal dan terlambat ditangani,” ujar Adityo dalam simposium awam bertema ”Waspada Demam Berdarah” yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Data Kementerian Kesehatan mengungkapkan, jumlah kasus DBD sejak 1 Januari 2019 sampai 23 Februari 2019 tercatat 26.129 orang. Sementara 226 orang di antaranya meninggal karena DBD. Data kematian terbanyak ditemukan di Jawa Timur (52 orang), Nusa Tenggara Timur (28 orang), Jawa Barat (18 orang), Sulawesi Utara (18 orang), dan Jawa Tengah (14 orang).
Adityo menambahkan, ketika gejala awal telah muncul, petugas kesehatan perlu lebih waspada dan memeriksa kondisi pasien secara intensif. Selain melihat gejala yang dialami, pemeriksaan penunjang diagnosis juga diperlukan, seperti pemeriksaan trombosit dan hematokrit, pemeriksaan antigen virus dengue (NS1), serta jika perlu pemeriksaan antibodi virus dengue dan rontgen dada. Pemeriksaan ini diperlukan untuk memastikan apakah terjadi pendarahan dalam tubuh pasien atau tidak.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan tanda bahaya seperti kebocoran pembuluh darah, pasien kemungkinan mengalami DBD yang sudah berat. Penanganan secara intensif diperlukan agar kondisi pasien bisa membaik.
Pasien perlu segera dirawat di ruang ICU (intensive care unit) apabila terjadi shock akibat sindrom kebocoran pembuluh darah yang tidak responsif dan terjadi secara berulang. Shock lain yang bisa terjadi seperti sistem pernapasan yang tidak teratur, gagal jantung, gagal ginjal, kejang, pendarahan luar biasa, dan kondisi lain yang membutuhkan terapi ketat.
”Pada kondisi ini, angka kematian bisa mencapai 80 persen. Inilah mengapa deteksi dini dan perawatan di fase awal menjadi sangat penting,” ucap Adityo.
Menurut dia, tidak ada obat khusus yang mampu mematikan virus dengue di dalam tubuh seseorang. Umumnya kondisi akan kembali membaik, bergantung pada sistem kekebalan tubuh yang dimiliki pasien.
”Namun, perawatan tetap dibutuhkan terutama pada pasien yang trombositnya terus menurun dan memiliki risiko pendarahan,” kata Adityo.
Selama perawatan, kebutuhan cairan pasien harus dipastikan cukup. Setidaknya pasien perlu mengonsumsi air minimal 2-2,5 liter per hari. Jika perlu, pemberian infus cairan juga diberikan kepada pasien rawat inap.
Selain itu, pasien juga perlu istirahat dan tidak boleh melakukan banyak aktivitas. Bagi pasien yang mengalami demam, pemberian obat antipiretik bisa dikonsumsi sebagai penurun panas.
Pasien demam berdarah perlu pemantauan yang ketat, mulai dari pemantauan tekanan darah, trombosit, hematrokrit (perbandingan sel darah merah dengan volume darah keseluruhan), tingkat kesadaran, dan juga tanda bahaya lain. Jumlah trombosit harus diperiksa sekitar empat jam sekali. Normalnya, jumlah trombosit pada pasien lebih dari 150.000 milimeter per kubik darah.
Transfusi trombosit, lanjut Adityo, tidak perlu diberikan kepada pasien jika tubuh masih bisa menghasilkannya secara alami. Pemberian transfusi trombosit yang tidak tepat justru bisa merusak fungsi tubuh dalam menghasilkan trombosit. Untuk itu, transfusi baru bisa diberikan setelah ada rekomendasi dari dokter.
”Umumnya, gejala awal yang muncul pada pasien DBD sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja, saat ini, penurunan trombosit pada pasien relatif lebih signifikan. Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut terkait kondisi ini,” ujarnya.
Penanganan
Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, masih adanya pasien demam berdarah yang meninggal bisa disebabkan keterlambatan penanganan dan kualitas serta kuantitas fasilitas kesehatan di suatu wilayah.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan, baik dari tenaga kesehatan maupun sarana dan prasarana yang dimiliki.
”Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk membuat peraturan yang secara tegas bisa meningkatkan upaya pencegahan DBD di wilayahnya. Langkah ini bisa dilakukan dengan membuat sanksi atau denda bagi warga yang rumahnya masih ditemukan jentik nyamuk. Pemberantasan sarang nyamuk masih menjadi upaya pencegahan yang paling efektif,” tutur Siti Nadia.