Indonesia Targetkan Serapan Domestik Melebihi Thailand dan Malaysia
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah akan menggenjot penyerapan karet alam dalam negeri. Langkah itu diambil sebagai strategi perbaikan harga karet internasional secara jangka menengah. Targetnya, serapan karet domestik Indonesia dapat melebihi serapan karet Thailand dan Malaysia.
Strategi jangka menengah itu dibahas dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pascapertemuan International Tripartite Rubber Council atau ITRC di Thailand, Jumat pekan lalu. ketiga negara dalam ITRC sudah sepakat membatasi ekspor karet mentah sebanyak 200.000 ton-300.000 ton.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara Wahyu Kuncoro, dan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, hadir dalam rapat yang digelar di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Selain itu, hadir juga Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Moenardji Soedargo, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Darmin mengatakan, pemanfaatan karet alam untuk kebutuhan dalam negeri berkisar 618.000 ton. "Anggota ITRC lainnya, Malaysia dan Thailand, sudah di atas 1 juta ton untuk penyerapan domestik. Kita harus melampauinya," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar setelah rapat koordinasi.
Adapun industri nasional yang menyerap karet alam dalam negeri berada di sektor ban, ban vulkanisir, dan alas kaki. Oleh sebab itu, Darmin akan mendongkrak pemanfaatan tersebut mulai tahun ini.
Anggota ITRC lainnya, Malaysia dan Thailand, sudah di atas 1 juta ton untuk penyerapan domestik. Kita harus melampauinya.
Menurut Darmin, dorongan permintaan domestik itu akan dirasakan dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Harapannya, kebijakan itu dapat menjaga keseimbangan permintaan dan suplai karet dari dalam negeri dan harga di tingkat internasional.
Salah satu yang akan digenjot ialah pemanfaatan karet aspal untuk jalan di provinsi hingga kabupaten/kota. "Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah mengkaji norma, standar, prosedur, dan kriteria terkait agar diterapkan secara nasional hingga kabupaten/kota," kata dia.
Di bidang transportasi dan perhubungan, Budi Karya mengatakan, karet alam juga dapat dimanfaatkan dalam sejumlah komponen. "Kami akan dorong pemanfaatan karet alam untuk ban vulkanisir. Efektifnya akan kami terapkan dalam setahun ke depan," ujarnya.
Karet alam juga dapat dimanfaatkan untuk komponen di pelabuhan laut dan perkeretaapian. Di bidang perkeretaapian, Kementerian Perhubungan memperkirakan, adanya kebutuhan 1.225 ton karet alam dalam 5 tahun ke depan untuk komponen pada jembatan kereta api, jalan layang kereta api, rubber pad, sintelis, dan stasiun.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menambahkan, sejumlah sarana keselamatan lalu lintas juga dapat memanfaatkan karet alam nasional, seperti rubber cone, water barrier, roller barrier, dan speed hunt. Selama ini, sebagian alat-alat itu diimpor.
Ada pula alat keselamatan yang saat ini diproduksi dalam negeri namun berbahan baku plastik, seperti water barrier. "Jika alat-alat keselamatan itu menggunakan bahan baku karet, aspek keamanan dari alat-alat tersebut dapat meningkat karena sifat karet yang lentur dan membal," kata dia.
Kementerian Perhubungan memperkirakan, adanya kebutuhan 1.225 ton karet alam dalam 5 tahun ke depan untuk komponen pada jembatan kereta api, jalan layang kereta api, rubber pad, sintelis, dan stasiun.
Pembatasan ekspor
Dalam kesempatan yang sama, Darmin menyatakan, ketiga negara yang tergabung dalam ITRC sepakat akan mengurangi ekspor sebanyak 200.000 ton-300.000 ton karet mentah pada tahun ini. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan pada pasar kelebihan stok kami tidak terlalu banyak.
Dengan langkah itu, Darmin berharap, perbaikan harga karet internasional terjadi dalam jangka waktu tiga bulan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan. Kesepakatan mulainya pemberlakuan kebijakan ini akan dibahas pada pertemuan ITRC pada 4 Maret mendatang.
Kesepakatan proporsi ketiga negara dalam pembatasan ekspor itu juga akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Darmin memperkirakan, angkanya akan mengacu pada proporsi produksi karet, yakni Thailand sebesar 52 persen, Indonesia sebesar 38 persen, dan sisanya Malaysia.
Darmin memaparkan, surplus suplai karet internasional sebesar 168.000 ton, dengan produksi sekitar 13,5 juta ton dan konsumsi 13,4 juta ton. "Surplus ini tidak terlalu banyak. Harga karet global tertekan akibat sentimen terhadap bursa komoditas Shanghai. Di sana, ada stok karet khusus berlebih. Karet ini bukan diperuntukkan untuk ban pada umumnya," kata Darmin.
Di Indonesia, lahan karet saat ini seluas 3,6 juta hektar. Kasdi mengatakan, produksi karet sepanjang 2018 berkisar 3,76 juta ton dan mayoritas untuk ekspor. Pada 2019, target produksi karet nasional berkisar 3,81 juta ton. (JUD)