YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi, yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, kembali meluncurkan awan panas pada Senin (25/2/2019) pukul 11.24. Adapun jarak luncurannya 1,1 kilometer mengarah ke Hulu Sungai Gendol, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi itu belum membahayakan sehingga masyarakat yang tinggal di sekitar gunung tersebut diminta tetap tenang dan waspada.
”Ini status masih Waspada, masih Level II. Artinya, masyarakat masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa, tetapi harus tetap tenang dan waspada. Belum ada perubahan yang signifikan (dari aktivitas gunung itu),” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Hanik Humaida saat ditemui di kantornya, di Yogyakarta, Senin sore.
Ia menyampaikan, rekomendasi yang dibuatnya ialah agar radius 3 kilometer dari puncak Merapi dikosongkan dari aktivitas manusia. Selama ini, guguran lava atau luncuran awan panas masih berada di bawah radius tersebut.
”Ini masih awan panas kecil. Nanti jika sudah lebih dari 3 kilometer (jarak luncurnya), pasti akan kami evaluasi kembali,” kata Hanik.
Sejak Januari hingga Februari, tercatat terjadi 13 kali awan panas. Paling banyak awan panas meluncur dalam sehari terjadi pada 18 Februari 2019, yaitu 7 kali luncuran. Adapun jarak luncurannya berkisar 200-1.000 meter.
Hanik menambahkan, siang itu, awan panas juga mengakibatkan hujan abu tipis di arah barat laut sekitar lereng Merapi, tepatnya di wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Namun, hujan abu yang terjadi itu volumenya masih sangat kecil dan tipis sehingga tidak berpengaruh terhadap penerbangan.
”Ini tidak signifikan pada penerbangan. Masih kecil sekali volumenya. Abunya masih sangat tipis sehingga hanya lokal di sekitar lereng Merapi,” kata Hanik.
Ini tidak signifikan pada penerbangan. Masih kecil sekali volumenya. Abunya masih sangat tipis sehingga hanya lokal di sekitar lereng Merapi.
Secara terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY Biwara Yuswantana menyebutkan, masyarakat agar terus memantau informasi terkait aktivitas Gunung Merapi dari lembaga-lembaga tepercaya. Masyarakat diharapkan jangan mudah terhasut oleh informasi yang menyesatkan.
”Harus tetap tenang dan waspada. Selalu siap masker dan segala hal yang sesuai dengan mitigasi bencana,” ucap Biwara.
Ia menambahkan, selama ini, awan panas ataupun guguran selalu mengarah ke hulu Sungai Gendol. Di sungai tersebut masih terdapat aktivitas penambangan pasir yang dilakukan masyarakat. Ia pun berpesan kepada masyarakat yang masih melakukan aktivitas tersebut agar terus meningkatkan kewaspadaan.
”Kami selalu mengimbau masyarakat, khususnya yang beraktivitas di Sungai Gendol, untuk terus meningkatkan kewaspadaan. Sebab, tempat itu yang selama ini menjadi alur turunnya awan panas dan guguran lava. Kita tidak pernah tahu jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan,” tutur Biwara.
Selain itu, ia menyampaikan, semua desa yang berada di lereng Merapi, Sleman, DIY, sudah menjadi desa tangguh bencana. Dengan predikat tersebut, sudah ada perangkat desa yang memahami tentang upaya mitigasi bencana diikuti dengan kesadaran masyarakatnya untuk melakukan evakuasi dini jika terjadi bencana.
”Kerja sama yang terbentuk antara relawan, desa, dan masyarakat sudah sangat bagus. Secara periodik, informasi perkembangan aktivitas gunung selalu disebarkan. Masyarakat juga sudah familiar dengan jalur evakuasi. Mereka juga melakukan ronda dan pemantauan aktivitas gunung dengan sangat intens,” ujar Biwara.