Menagih Partisipasi Publik Mendanai Kampanye
Masa kampanye calon presiden dan wakil presiden telah berlangsung lima bulan, namun geliat partisipasi publik dalam pendanaan kampanye masih relatif minim. Padahal, partisipasi publik sangat dibutuhkan untuk mengurangi mahalnya biaya politik sekaligus untuk perkembangan demokrasi.
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan perbedaan tingkat antusiasme publik untuk mengikuti beragam kegiatan kampanye pemilihan presiden. Semakin mendalam jenis partisipasi politiknya, antusiasme responden terpantau makin minim.
Antusiasme publik yang relatif tinggi “hanya” terlihat pada tingkat mengikuti pemberitaan media. Sebanyak 45,9 persen responden berencana mengikuti pemberitaan tentang kampanye calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) baik melalui media massa konvensional (televisi, koran, dll) maupun media sosial.
Sesuai jadwal dan tahapan Pemilu, Komisi Pemilihan Umum menetapkan 24 Maret hingga 13 April 2019 sebagai masa kampanye terbuka. Waktu selama tiga minggu tersebut akan riuh dengan pengumpulan dan mobilisasi massa. Meski demikian, saat ini belum terekam antusiasme untuk datang ke acara kampanye calon presiden. Sebanyak 26,9 persen responden berencana datang ke acara kampanye pasangan calon presiden yang ia dukung.
Tingkatan paling rendah partisipasi publik masa kampanye adalah terkait uang sumbangan. Hanya 11,8 persen responden yang memiliki rencana untuk memberikan sumbangan dana kampanye. Demikian juga keinginan untuk ikut serta sebagai relawan untuk mencari penyumbang dana kampanye dinyatakan 9,0 persen responden.
Tingkatan paling rendah partisipasi publik masa kampanye adalah terkait uang sumbangan. Hanya 11,8 persen responden yang memiliki rencana untuk memberikan sumbangan dana kampanye.
Jika ditelisik berdasarkan pilihan presiden dan wakil presiden. Terdapat kecenderungan yang sama antara pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga. Sebagian besar dari pemilih keduanya sama-sama tidak berencana untuk menyumbang dana kampanye.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, untuk penggalangan dana dari publik dibatasi per individu adalah Rp 2,5 miliar sedangkan untuk sumbangan kelompok atau korporasi adalah Rp 25 miliar.
Hasil jajak pendapat juga menunjukkan hanya 6,6 persen responden yang pernah menyumbang dana kampanye kepada paslon capres-cawapres. Bagi mereka yang pernah menyumbang alasan terbesarnya adalah ingin memenangkan capres yang diusung.
Sementara itu, alasan terbanyak responden yang tidak pernah menyumbang dana kampanye adalah tidak memiliki uang lebih dan adanya anggapan bahwa capres serta tim kampanye mereka sudah memiliki cukup uang. Oleh karena itu, masyarakat merasa tidak perlu turut serta berpartisipasi.
Kehadiran relawan dan partisipasi masyarakat pada pemilu kali ini juga terasa semakin penting karena saat yang sama partai politik juga harus menghadapi pemilu legislatif. Sambil mengampanyekan capres, relawan juga bisa meringankan beban finansial parpol, karena besarnya biaya untuk menggerakkan mesin partai.
Partisipasi Minim
Penggalangan dana kampanye kepada masyarakat telah dilakukan pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak Oktober 2018 lalu dengan menyosialisasikan rekening dana kampanye. Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf juga meminta para penyumbang untuk mencantumkan identitas asli agar transparan dan akuntabel.
Sementara pada paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno, sumbangan dana simpatisan seringkali diberikan langsung ketika bertemu dengan keduanya saat berkunjung ke daerah. Dana tersebut kemudian dilaporkan.
Sumbangan dari perseorangan kepada paslon capres-cawapres memang masih relatif minim. Sumber sumbangan masih lebih banyak dari kelompok atau paslon sendiri. Berdasarkan Laporan Sumbangan Dana Kampanye yang diserahkan ke KPU pada 2 Januari lalu, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menerima Rp 54,05 miliar, di antaranya Rp 52 miliar berasal dari capres dan cawapres.
Bendahara Umum Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Thomas Djiwandono menuturkan sumbangan yang diterima jika dipilah kembali 70 persen berasal dari Sandiaga dan 30 persen dari Prabowo. (Kompas 3/1/19)
Pada akhir Januari lalu, tim bendahara BPN Prabowo-Sandi merilis laporan dana kampanye. Hingga 29 Januari 2019 BPN telah menerima Rp 99,7 miliar termasuk diantaranya Rp 426 juta sumbangan jaringan sukarelawan dan simpatisan, Rp 203 juta sumbangan perorangan, dan Rp 223 juta sumbangan kelompok.
Sedangkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, dalam dokumen awal Januari menerima Rp 55,987 miliar. Sumbangan dana kampanye ini berasal dari pasangan capres, cawapres, perorangan, partai politik, kelompok, dan badan usaha non-pemerintah.
Transparansi
Berdasarkan Peraturan KPU No. 29 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu, kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU untuk mengaudit dana kampanye hanya akan mengaudit dana yang dilaporkan oleh pasangan capres dan cawapres. Sedangkan dana yang tidak dilaporkan maka tidak akan diaudit. Format laporan penerimaan sumbangan dana kampanye pun belum cukup detail mencantumkan identitas penyumbang sehingga rawan disusupi identitas fiktif.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk mendukung transparansi dana kampanye. Bagi masyarakat yang menyumbang dana kampanye bisa melihat hasil audit yang dipublikasikan di situs resmi KPU. Publikasi ini dilakukan terhadap laporan awal dana kampanye pada awal masa kampanye, di tengah-tengah masa kampanye, dan saat masa kampanye sudah berakhir.
Peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk mendukung transparansi dana kampanye. Bagi masyarakat yang menyumbang dana kampanye bisa melihat hasil audit yang dipublikasikan di situs resmi KPU.
Sayangnya, laporan dan audit ini hanya bersifat formal belaka dan atas ketidaksesuaian yang terjadi KPU hanya akan meminta untuk dilaporkan kembali. Kantor akuntan publik pun tidak melakukan verifikasi aktual terhadap laporan ini.
Penggalangan dana kampanye dari masyarakat seyogyanya terus didorong untuk mengurangi ketergantungan dana kampanye dari pemilik modal yang kerap memiliki kepentingan. Selain itu juga menunjukkan perbaikan dalam demokrasi di negeri ini, ketika masyarakat mau berpartisipasi terhadap calon yang memiliki kesamaan ide, gagasan dan visi misi.