Pengelolaan Perikanan Hiu dan Pari Berkelanjutan Terus Diperkuat
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Spesies hiu dan pari merupakan salah satu kelompok populasi yang terancam di dunia. Karena itu, pengelolaan perikanan hiu dan pari yang berkelanjutan perlu terus diperkuat, terutama melalui regulasi dan penegakan hukum yang tegas.
Country Director Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) Noviar Andayani dalam pelatihan regional identifikasi hiu dan pari di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin (25/2/2019), menyatakan, peningkatan kapasitas pemangku kepentingan terkait dengan konservasi hiu dan pari sangat diperlukan saat ini. Risiko kepunahan populasi hiu dan pari terus meningkat seiring dengan tingginya penangkapan hiu dan pari, baik sebagai tangkapan target maupun tangkapan sampingan.
”Kondisi ini diperparah dengan data mengenai perikanan hiu dan pari masih sangat terbatas. Keterbatasan data itu dapat menyebabkan eksploitasi berlebih dan tingginya laju kepunahan hiu dan pari di alam,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.
Pelatihan yang diselenggarakan tiga hari itu diikuti sejumlah institusi pemerintah terkait yang berada di Kawasan Segitiga Karang. Kawasan itu meliputi enam negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.
Diharapkan pelatihan ini dapat mendukung upaya penegakan hukum untuk melindungi spesies hiu dan pari melalui regulasi perdagangan. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk memastikan pemanfaatan yang legal dan berkelanjutan berkaitan dengan perikanan hiu dan pari, pemenuhan terhadap konvensi internasional, serta kepatuhan terhadap peraturan nasional.
Noviar berpendapat, salah satu perangkat untuk memastikan perikanan hiu dan pari yang berkelanjutan dapat ditempuh dengan ketersediaan data pendaratan ikan yang komprehensif. Data itu diharapkan dapat memberikan informasi akurat mengenai estimasi stok hiu dan pari serta tekanan penangkapannya.
”Informasi ini dapat menjadi dasar bagi para pembuat kebijakan untuk mengelola hiu dan pari,” ucapnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andi Rusandi menyatakan, konservasi hiu dan pari telah menjadi prioritas KKP sejak 2015. Keragaman hiu merupakan tantangan bagi aspek pengelolaan dan penegakan hukum, terutama untuk membedakan spesies-spesies yang dilindungi dan tidak.
Andi mengatakan, saat ini proses finalisasi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang semua penangkapan hiu di dalam kawasan konservasi laut sedang berjalan. Konservasi itu meliputi lebih dari 20 juta hektar kawasan konservasi perairan Indonesia.
”Hingga saat ini Pemerintah Indonesia telah melakukan perlindungan hiu dan pari melalui penetapan status perlindungan penuh untuk pari gergaji, pari manta, dan hiu paus serta memiliki Rencana Aksi Nasional Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari 2016-2020,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat Lalu Hamdi menyampaikan, masyarakat NTB sangat bergantung pada perikanan hiu dan pari sebagai sumber penghidupan masyarakat sejak 1940-an. Perikanan hiu dan pari merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat nelayan di NTB pada umumnya.
Meski begitu, Pemerintah Provinsi NTB berupaya untuk mendorong perikanan yang berkelanjutan agar laut tetap sehat dan nelayan sejahtera. ”Untuk itu, kami telah mencadangkan Kawasan Konservasi Perairan Daerah seluas 241.051 hektar atau sebesar 8,5 persen dari rasio luas perairan NTB. Kami juga aktif dalam penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan dan Pemanfaatan Hiu-Pari, sosialisasi perlindungan hiu dan pari yang dilindungi, serta pengembangan wisata hiu paus yang ada di Teluk Saleh,” ujarnya.